Kaskus

News

ts4l4saAvatar border
TS
ts4l4sa
Nah Lhooo ... Usai Paprol Dipecah Belah, Kini Giliran Ormas Agama NU Terancam Pecah!
Jangan Sampai Muktamar Jombang Bikin NU Pecah
Kamis, 30 Juli 2015 , 16:52:00 WIB

Nah Lhooo ... Usai Paprol Dipecah Belah, Kini Giliran Ormas Agama NU Terancam Pecah!

RMOL. Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) menjadi peristiwa sangat penting dalam perjalanan sejarah NU. Muktamar yang diselenggarakan di daerah asal para pendiri NU harus bisa menyatukan para tokoh dan kader dalam rangka menyongsong satu abad organisasi ulama ini.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum PBNU KH As’ad Said Ali di Jakarta, Kamis (30/7) menjelang keberangkatannya ke Jombang.

"Muktamar kali ini harus menjadi muktamar persatuan. Jangan sampai muktamar Jombang ini malah menyebabkan NU pecah. Muktamar Jombang harus menjadi momentum nahdloh tsaniyah (kebangkitan kedua)," katanya.

Pernyataan disampaikan terkait suasana gelisah menjelang pelaksanaan Muktamar, 1-5 Agustus besok. Hingga saat ini para muktamirin atau peserta muktamar dari PWNU dan PCNU seluruh Indonesia belum menyepakati model pemilihan yang akan diterapkan dalam muktamar.

Ia meminta pihak-pihak yang terlibat dalam suksesi pemilihan pemimpin baru NU untuk mengedepankan semangat persatuan.

"Jangan sampai di Muktamar Jombang malah ada perpecahan di NU, seperti terjadi di partai politik atau PSSI," kata alumni Pesantren Krapyak Yogyakarta ini.

As’ad yang belakangan menyatakan siap maju sebagai calon ketua umum PBNU berharap, Muktamar Jombang membicarakan langkah-langkah strategis menyongsong peringatan 100 tahun NU.

"Muktamar harus dilandasi semangat menyambut satu abad NU. Organisasi NU adalah organisasi kemasyarakatan yang sangat kuat memegang tawasuth (moderat), tawazun (proporsional) dan tasamuh (toleran)," katanya.
http://m.rmoljakarta.com/news.php?id=10848


Paksakan Ahwa, Muktamar NU Terancam tak Penuhi Kuorum
Rabu, 29 Juli 2015, 10:19 WIB

Nah Lhooo ... Usai Paprol Dipecah Belah, Kini Giliran Ormas Agama NU Terancam Pecah!
Logo Muktamar NU ke-33

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) menengarai panitia Muktamar ke-33 NU akan menerapkan modus menolak status kepesertaan para muktamirin jika menolak mekanisme ahlul halli wal aqdi (Ahwa).

“Tidak ada alasan mereka menolak dan tidak menerima PWNU dan PCNU jadi peserta. Muktamar itu kedaulatannya ada di tangan PWNU dan PCNU. Ahwa belum memiliki dasar hukum untuk diberlakukan, jadi jangan dipaksakan,” kata Rois PWNU Lampung KH Ngaliman Marzuki, Rabu (29/7).

Bahkan, ia mengingatkan kepada panitia bahwa keabsahan muktamar harus diikuti sekurang-kurangnya 2/3 PWNU dan PCNU. Sedangkan, mayoritas PWNU dan PCNU menolak Ahwa, sehingga bila saat registrasi ditolak sebagai peserta akibat menolak Ahwa, maka kuorum sebagai syarat sahnya muktamar tidak akan terpenuhi.

“Jadi, jangan panitia bermain-main dengan hal ini. Ini soal serius yang tidak bisa dijadikan uji coba. Ini kan organisasi para ulama. Janganlah menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan spirit jamiyyah NU,” paparnya.

Hal senada disampaikan oleh Katib Syuriyyah PWNU Kalbar Asy’ari, yang menyatakan panitia tidak memiliki otoritas menolak kepesertaan Muktamarbagi PWNU dan PCNU yang menolak Ahwa.

“Kita akan menjadi peserta Muktamar dan menolak pemberlakukan Ahwa yang ilegal. Meskipun disebut telah diputuskan Munas, munasnya sendiri kan tidak sah. Jadi, produknya juga tidak sah untuk diberlakukan,” paparnya.
http://khazanah.republika.co.id/beri...-penuhi-kuorum


27 Provinsi Tolak Pemilihan Sistem Ahwa di Muktamar NU
Senin,  22 Juni 2015  −  17:23 WIB

JAKARTA - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama dari 27 Provinsi menolak pemilihan sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015.

Penolakan dikarenakan proses yang dilakukan tidak bisa dibenarkan dan terkesan dipaksakan.

Provinsi yang menolak diantaranya Lampung, Sulawesi Tengah, Aceh, Riau, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat.

Kemudian, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Banten, Jawa Tengah, Kalimanatn Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara.

"Kami secara tegas menolak rencana sistem Ahwa dalam Muktamar nanti. Saya minta agar Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama pada Sabtu 14 Juni tentang Ahwa harus dicabut," kata Rais Syuriah PWNU Lampung, KH Ngaliman dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.

Menurut dia, proses yang dilakukan tidak bisa dibenarkan dan terkesan dipaksakan karena peserta tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk menyampaikan pendapat.

"Apalagi ketika pada saat Munas kita hadir, jelas kami tidak diberi kesempatan. Kalau cara-cara ini diteruskan kami akan melakukan sesuatu. Kita menolak sistem Ahwa di Muktamar NU ke-33 nanti," katanya.

Rais Syuriah (PWNU) Sulawesi Tengah (Sulteng) KH Jamaluddin Mariajang menambahkan, PBNU telah melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

Dia menduga ada upaya memprovokasi dan memaksakan sistem Ahwa sebagai sistem pemilihan Rais Am dalam Munas Alim Ulama tersebut.

"Ini sudah melanggar organisasi dan melecehkan AD/ART. Sebab, sampai saat ini kita masih memakai AD/ART hasil Muktamar yang lalu. Munas tidak bisa menggantikan Muktamar," ujarnya.

Pihaknya menyesalkan karena selama ini keberadaan PWNU dan PCNU selalu diabaikan. "Jangan anggap orang-orang daerah tak mengerti organisasi," pungkasnya.
source: http://nasional.sindonews.com/read/1...-nu-1434968598


Muktamar NU
Sistem Ahwa Dinilai Hanya Alat Langgengkan Status Quo PBNU
Rabu, 29 Juli 2015, 09:46 WIB

Nah Lhooo ... Usai Paprol Dipecah Belah, Kini Giliran Ormas Agama NU Terancam Pecah!
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (kedua kiri) didampingi Ketua Steering Commite Muktamar NU Slamet Effendi Yusuf (kedua kanan), Wakil Sekjen Sulton Fatoni (kiri) dan Ketua Bidang Pendidikan Arifin Junaidi memberikan keterangan mengenai persiapan jelang Muk
tamar NU ke 33 di Jombang


Kontroversi sistem ahlul halli wal aqdi (Ahwa) dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur pada 1-5 Agustus mendatang dinilai hanyalah alat untuk mempertahankan status quo pengurus PBNU.

“Jelas sekali pemaksaan Ahwa dari pihak tertentu untuk mempertahankan pengurus sekarang. Dan itu sungguh merupakan cara yang tidak bijak karena mengandung ambisi orang per orang,” kata Wakil Ketua PWNU Maluku Karnusa Serang, Rabu (29/7).

Saat ini, posisi Rois Am PBNU dijabat oleh KH Musthofa Bisri dan KetuaUmum KH Said Aqil Siroj yang mencalonkan kembali dalam Mukatamar ke-33 NU.

Pemaksaan untuk mengisi formulir Ahwa pendaftaran kepesertaan muktamar, dinilai Karnusa juga bagian dari teror demokrasi.
“Itu jelas tidak sesuai dengan demokrasi Islam. Ahwa itu jelas mengebiri peran muktamirin dalam menggunakan hak dan menyampaikan aspirasi,” ungkapnya.

Apalagi secara faktual, menurut Karnusa, pemberlakuaan Ahwa cacat hukum karena tidak sesuai AD/ART dan jelas-jelas telah ditolak sebagian besar pengurus wilayah dan cabang NU se-Indonesia.
“Daripada meributkan dan memaksa Ahwa, lebih baik PBNU memikirkan perbaikan umat dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial agar umat bisa maju,” harapnya
http://www.republika.co.id/berita/du...tatus-quo-pbnu


Muktamar NU ke-33: Pertarungan antara ‘NU Garis Lurus’ dengan ‘NU Liberal’
Sabtu, 15 Syawwal 1436 H / 1 Agustus 2015 14:52

Oleh: USTADZ MUNIR SOKHEH–

Muktamar Jami’iyyah NU dihelat pada 1 – 5 Agustus 2015 di Jombang, Jawa Timur. Tema besar yang akan diusung adalah “Islam Nusantara”. Nampaknya beberapa nama akan meramaikan bursa calon ketua umum. Tentunya setiap calon memiliki klaim pendukung masing-masing.

Dengan mencermati Muktamar yang digelar awal Agustus ini, nampaknya aroma-aroma yang tidak sedap sudah tercium di dalam muktamar.

Muktamar NU akan dijadikan permainan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab. Mereka akan memanipulasi NU dan membawanya ke luar jalan yang semestinya sebagaimana telah ditempuh oleh KH Hasyim Asy’ari. Tanda-tanda yang kurang baik dari muktamar ini telah terlihat dari pra pelaksanaaan yang terjadwal, di antaranya:

Mendatangkan para Musisi Band kondang. Ini sama sekali tidak cocok dengan kultur NU yang dikenal suka mengikuti perilaku Salaf. Dan hal ini jelas-jelas sudah di luar ranah syariat. Kita baru mendengar pelaksanaan muktamar NU diisi dengan pra kegiatan seperti itu. Dari sini tampak jelas bahwa Muktamar NU kali ini akan membawa arah jam’iyyah NU ke arah yang tidak jelas dan menyeret ke Mainstream yang kontra Salaf.

Muktamar mengusung tema “Islam Nusantara”. Tema ini tampaknya dipaksa-paksakan agar bisa diterima dalam konteks kekinian. “Islam Nusantara” yang akan dijadikan materi dalam muktamar tak lain adalah usaha dari para elit NU dari kalangan “Kiai Pembelot”, walaupun ide tema ini telah mendapatkan reaksi keras dari Para “Kiai NU Garis Lurus”. Dan, tema “Islam Nusantara”, kalau ternyata didukung penuh oleh muktamar, maka sudah bisa diprediksikan NU ke depan akan kehilangan jati dirinya. NU tidak akan lagi menjadi NU Aswaja, tapi akan menjadi NU Liberal dan pro-Syiah, dan lain-lain. Mereka sengaja memanipulasi NU dan tidak ada yang bisa merusak NU kecuali dari dalam tubuh NU sendiri. Warga Nahdliyin akan diseret kepada kebencian terhadap Arab dan hal-hal yang berbau Arab. Umat Islam akan dikucilkan dari Arabisme, sehingga pada akhirnya hilanglah syariat Islam dan sunnah-sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah kehidupan umat Islam.

Usaha pencalonan kembali Kiai Said Aqil Siradj oleh pendukung-pendukungnya. Figur seperti Said Aqil sudah jelas-jelas tidak membawa manfaat bagi NU selama kepemimpinannya, bahkan telah membawa mudharat bagi NU selama ini, namun masih diberi peluang untuk tampil kembali. Umat Nahdliyin harus sadar dan insaf, tidak boleh terperosok ke dalam lubang dua kali. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : ” Artinya, “Seseorang mukmin tidak boleh tersengat dua kali dalam satu lubang.” Tapi sebagian warga nahdliyin nampaknya tak mau merenung dan mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman peristiwa yang terjadi. Mata, telinga dan hati sudah tak mampu lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Nasihat dan fatwa ulama shalih yang semestinya menjadi panutan nyatanya malah berubah menjadi ocehan dan celaan oleh sebagian elit NU. Akankah NU hancur oleh elitnya sendiri yang telah bernafsu sejak lama ingin menjualnya kepada musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya?

Untuk mengembalikan NU dari khittahnya, memurnikan kembali ajaran-ajaran Aswaja sebagaimana tuntunan KH Hasyim Asy’ari, maka sosok seperti KH Idrus Ramli adalah sangat pantas untuk memimpin NU. Dan memang, sudah saatnya Kiai Idrus diperjuangkan oleh para Habaib, Kiai Struktural dan Kultural dari kalangan ‘NU Garis Lurus’ agar NU selamat dan tetap tegak dan tegar berkibar di atas panji-panji

Kiai Idrus adalah sosok calon Ketum NU yang sudah jelas punya platform dan misi penegakan dan pemurnian serta pelestarian ajaran-ajaran Aswaja NU. Walhasil arena muktamar NU ini betul-betul merupakan pertarungan antara haq dengan batil.
http://www.salam-online.com/2015/08/...u-liberal.html


Dua Arus di Muktamar NU, Kubu Gus Solah-Hasyim Tolak AHWA
KAMIS, 30 JULI 2015 | 22:01 WIB

TEMPO.CO, Jombang - Menjelang dimulainya Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, suasana makin menghangat. Setelah Kamis siang, 30 Juli 2015, Pengurus Wilayah NU Jawa Timur menyatakan mendukung mekanisme pemilihan melalui musyawarah mufakat, tak lama kemudian kubu pendukung duet KH Salahudin Wahid dan KH Hasyim Muzadi bersikap sebaliknya.

Seolah merespon PWNU Jawa Timur, di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Salahudin alias Gus Solah serta Hasyim mengumpulkan pendukungnya dalam waktu yang sama. Salah seorang pendukung Gus Solah, Andi Jamaro Dulung, mengklaim bahwa 190 Pengurus Cabang dan 29 Pengurus Wilayah NU menolak pemilihan Rais Aam secara musyawarah mufakat melalui sembilan orang formatur yang dibentuk atau lazim disebut ahlul halli wal ‘aqdi (AHWA)

“Yang hadir di Tebuireng dan sepakat menolak AHWA sudah masuk 1.426 peserta dari 190 PCNU dan 29 PWNU,” kata Andi Jamaro. Andi merupakan salah satu Ketua PBNU dua periode di era kepemimpinan KH Hasyim Muzadi.

Secara bahasa, ahlul halli wal ‘aqdi berarti orang-orang yang berwenang melepaskan (halli) dan mengikat (‘aqdi). Disebut ‘mengikat’ karena keputusannya mengikat orang-orang yang mengangkat mereka. Adapun disebut ‘melepaskan’ karena mereka bisa tidak memilih atau melepaskan orang-orang tertentu yang tidak disepakati.

Andi menilai keputusan mekanisme pemilihan Rais Aam oleh AHWA di luar forum Muktamar melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU. Sebab menentukan mekanisme seperti itu, menurutnya, menjadi wewenang forum Konferensi Besar NU yang membahas masalah organisasi.

Sedangkan Musyawarah Nasional NU hanya berwenang membahas masalah agama dan kebangsaan. “AHWA yang diputuskan oleh Munas adalah keputusan yang melanggar hukum,” katanya.

Hal yang sama dikatakan Gus Solah. Menurutnya, meski mekanisme pemilihan Rais Aam sudah diputuskan dalam Munas maupun Konbes, tetap harus dimintai persetujuan di dalam Muktamar sebagai forum tertinggi di NU. "Tidak mungkin keputusan forum di bawahnya otomatis dijalankan dalam Muktamar,” ujarnya.

Gus Solah mengaku bahwa pada prinsipnya setuju mekanisme apa pun yang ditempuh dalam pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU, baik langsung maupun musyawarah mufakat. “Tapi itu harus dibahas di Muktamar dulu,” katanya.

Dalam Munas dan Konbes NU yang dilakukan sebelum Muktamar, PBNU memutuskan pemilihan Rais Aam melalui musyawarah mufakat oleh sembilan orang yang diusulkan PCNU dan PWNU. Sedangkan pemilihan Ketua Umum PBNU (tanfidziyah) tetap melalui pemilihan langsung.
http://nasional.tempo.co/read/news/2...yim-tolak-ahwa

-----------------------------

Pertarungan perebutan kekuasaan di struktur elit kepemimpinan NU (khususnya di Rois Am) antara kubu "NU Khittah 1926" vs "NU-Libs". Kelompok "NU-Libs" yang saat ini berkuasa di PBNU dan Pemerintahan, kayaknya dengan sistem AHWA (sistem Formatur) yang terdiri dari 9 orang Ulama NU yang dipilih semua Cabang NU se Indonesia, kelompok "NU-Libs" yakin bisa melanggengkan kelompok mereka. Sistem AHWA ini memang baik, selama tim formatur ini tak "masuk angin" . Yang dicemaskan kalau ada politik uang bermain dalam arena, meski tak ada jaminan bahwa sistem AHWA itupun tak lepas dari permainan fulus di dalam pemilihan 9 anggotanya kelak.

Tapi dugaan kuat bahwa tim formatur itu akan "masuk angin" justru yang paling banyak dicemaskan kebanyakan warga NU saat ini karena kentalnya nuansa politik kekuasaan bermain di Muktamar NU kali ini. Diduga kelompok 'status quo' yang di motori Ketua PBNU saat ini (Aqil Siradj) dan Menteri Agama (Lukman Hakim Saifuddin) dengan metode AHWA ini, akan tetap bisa "mengatur" agar kelompok mereka yang kembali berkuasa di PBNU kelak. Penolakan banyak Ulama NU di daerah (terutama Jatim), kabarnya karena "kiblat" kelompok 'status quo' ini yang berbau Liberal itu. Nah hooo ....
Diubah oleh ts4l4sa 01-08-2015 17:42
0
3.9K
29
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan