Polemik permintaan Polri agar Kopassus melatih anggota Brimob memunculkan berbagai spekulasi. Pengamat politik Muhammad Huda mencurigai, upaya Brimob itu bagian dari upaya Brimob untuk mendapatkan ‘proyek’ pemberantasan terorisme.

“Di Indonesia itu terorisme menjadi ajang proyek. Bisa jadi Brimob menjadikan terorisme proyek juga. Sebelumnya sudah dipegang Densus 88. Untuk itu Brimob minta pelatihan dari Kopassus,” ungkap Huda kepada intelijen (30/07).

Menurut Huda, pernyataan Kapolri Badrodin Haiti yang meminta Kapassus melatih Brimob merupakan sikap yang salah. Brimob bukan untuk berperang di medan tempur tetapi untuk menghadapi kerusuhan. “Kalau Brimob sampai dilatih Kopassus itu sangat salah. Brimob itu untuk menghadapi perusuh,” tegas Huda.

Huda menegaskan, bahwa Brimob dibentuk untuk menghadapi kejahatan intensitas tinggi, seperti perampokan bersenjata, teror, dan konflik sosial. Perbedaan fungsi antara Brimob dan juga TNI tersebut harus ditampakkan agar tak menimbulkan kerancuan.

“Jadi latihannya untuk menghadapi kejahatan dengan intensitas tinggi, misalnya kecepatan dalam penyelidikan, penyidikan untuk mengungkap perkara, juga latihan mengamankan gejolak sosial, demonstrasi dan sebagainya,” tegasnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti meminta Kopassus melatih satuan Brimob. Hal ini dilakukan agar satuan tersebut lebih mahir menangkap teroris di area-area yang sulit terjangkau seperti hutan, gunung, dan perbukitan.

Meski sudah ada pasukan Detasemen Khusus 88 Antiteror di kepolisian, tapi Badrodin tetap ingin Brimob dilatih Kopassus. Menurutnya, Brimob lebih cocok untuk pelacakan teroris di hutan ketimbang Densus 88.

“Densus 88 tidak diperuntukkan di hutan, bagaimana bisa survival, mereka sehari dua hari turun, kapan kami ngejarnya,” ujar Badrodin di kompleks Istana Negara (27/07).

Sumber gan: www.intelijen.co.id