- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jadikan “ANTI KORUPSI” Sebagai Cara dan Gaya Hidup Kita


TS
panggalobomba
Jadikan “ANTI KORUPSI” Sebagai Cara dan Gaya Hidup Kita

Quote:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadapi tantangan ke depan dalam mencegah korupsi yakni bagaimana menjadikan sikap anti korupsi bukan sebagai gaya hidup, melainkan sebagai cara hidup bagi individu dan institusi (pemerintah, penegak hukum, militer, bisnis, ormas, dan LSM). Sikap anti korupsi itu, sederhananya, berani menolak terlibat, menghalangi kemungkinan terjadinya, serta mengungkap dan melaporkan (kepada penegak hukum) kalau peristiwa korupsi sudah berlangsung. Dengan limitasi yang ada, sejauh ini KPK sebenarnya sudah berusaha keras ke arah itu. Upaya keras itu sayang kurang dikenali publik karena bias liputan media yang cenderung lebih suka mengekspos peristiwa terungkap dan tertangkapnya tersangka koruptor. Apalagi kalau yang jadi tersangkanya itu pesohor: pejabat, politisi, aparat penegak hukum, dan artis. Selain itu memang hasil dan dampak dari upaya pencegahan tersebut belum terasa menggigit. Kasus korupsi dengan modus yang sama kerap berulang. Itu pertanda pencegahan korupsi yang dikembangkan selama ini belum berhasil mengendalikan risiko korupsi ke tingkat minimal. Contoh menarik, seorang kepala daerah terbukti menyuap hakim untuk perkara korupsi dana bantuan sosial, padahal beberapa bulan sebelumnya ia menandatangani pakta integritas. Jelas pakta integritas sudah kehilangan roh dan kesaktiannya untuk mencegah korupsi.
Penyebabnya karena upaya pencegahan korupsi itu belum terstruktur, sistematis, dan masif. Terstruktur itu berkaitan peran KPK dalam bingkai upaya pencegahan secara keseluruhan. Sejauh ini memang perannya sentral, tetapi peran koordinatif dan orkestratifnya belum muncul. Sistematis berkaitan koneksi dan interkoneksi satu inisiatif pencegahan dengan inisiatif pencegahan lain. Malah yang paling penting dalam terma sistematis ini adalah bagaimana interkoneksi upaya pencegahan dengan isu yang sama sekali berbeda. Misalnya, bagaimana mengaitkan upaya mendorong perbaikan tata kelola pemerintah daerah dengan menggunakan kebijakan fiskal. Perspektif dan keterampilan inilah yang masih terasa kurang. Istilah masif berkaitan kedalaman dan keluasaan keterlibatan auktor dan mobilisasi sumber daya lain di luar KPK. Upaya pencegahan korupsi selama ini masih kurang 1) melibatkan organisasi warga, asosiasi profesi, serikat buruh, serikat tani, asosiasi bisnis, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, serikat jurnalis, dan lain-lain; dan 2) belum mengoptimalkan mobilisasi sumber daya (finansial dan nonfinansial) di luar KPK.
Upaya pencegahan korupsi itu butuh beragam keahlian yang tak mungkin bisa dipenuhi oleh kompetensi dan keahlian lima orang komisioner KPK. Serikat Pekerja PLN, misalnya, yang didalamnya berisi orang dengan berbagai keahlian, bisa didorong terlibat mencegah korupsi di sektor pengelolaan energi. Demikian juga Persatuan Insinyur Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain bisa didorong untuk tujuan yang sama. Pada tataran progmatik, desain dan menu pencegahan korupsi memang masih terbatas. Dengan sendirinya ini membatasi pilihan dan kemungkinan orang untuk bisa terlibat. Selain itu, daya resonansinya masih kurang. Resonansi itu bicara tentang bagaimana institusi non- KPK atau orang yang bukan aktivitas anti korupsi ikut terenyuh, tersentuh, kemudian tumbuh empati, dan akhirnya terlibat dalam upaya pencegahan korupsi. Rasanya tak mungkin sikap anti korupsi akan jadi cara hidup kalau itu diupayakan dengan cara yang masih sporadis, terfragmentasi, temporer, eksklusif, dan elitis. Bagaimana supaya pencegahan korupsi lebih terstruktur, sistematis, dan masif sehingga lebih berhasil guna?.
Pertama, mendorong dan mengorkestrasi gerakan sosial anti korupsi yang kuat dan efektif secara sektoral (bisnis/urusan) atau spasial/kewilayahan. Dorong organisasi warga, asosiasi profesi, asosiasi bisnis, serikat buruh, serikat tani, untuk mengembangkan gerakan anti korupsi di wilayah, bisnis, dan sektor masing-masing. Kedua, mendorong munculnya insentif fiskal yang merangsang pemerintah daerah (kota/ kabupaten/provinsi) untuk mengembangkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Pemerintah daerah yang sukses menjadikan tata kelolanya lebih partisipatif, transparan, akuntabel, dan patuh pada peraturan bisa mendapatkan tambahan anggaran, misalnya dalam bentuk dana alokasi umum atau dana alokasi khusus. Ketiga, mendorong inovasi sosial/kelembagan dan teknologi yang berkontribusi pada pencegahan korupsi. Nilai sosial dan cara hidup baru, tata kelola baru (dalam organisasi apa pun), yang kedap korupsi harus ditemukan dan dikembangkan. Keempat, mendorong budaya korporasi berintegritas dengan cara mengembangkan etika dan program pengendalian risiko korupsi di berbagai perusahaan, khususnya BUMN.
Kelima, mendorong integritas pengelolaan keuangan partai politik. Keenam, kerja-kerja jurnalisme investigatif sangat penting dalam mengembangkan gerakan sosial anti korupsi. Karena itu, KPK harus ikut ambil bagian penting dalam memperkuat jurnalisme investigatif. Ketujuh, manajemen pengetahuan gerakan anti korupsi. KPK harus ikut ambil bagian dalam membangun dan mengakumulasi badan pengetahuan tentang gerakan anti korupsi. Kalau mau memenangi pertarungan melawan korupsi, KPK juga harus dominan dan hegemonik dalam wacana anti korupsi. Semua poin tersebut sekadar contoh, yang mungkin bisa jadi inspirasi dalam mengembangkan program pencegahan korupsi di masa mendatang. Masih banyak opsi yang tersedia untuk memperkuat dan meningkatkan efektivitas pencegahan korupsi. Artinya, menjadikan sikap anti korupsi sebagai cara hidup bukanlah hal yang mustahil sehingga pemberantasa korupsi di negeri ini akan tercapai. Semoga!
Penyebabnya karena upaya pencegahan korupsi itu belum terstruktur, sistematis, dan masif. Terstruktur itu berkaitan peran KPK dalam bingkai upaya pencegahan secara keseluruhan. Sejauh ini memang perannya sentral, tetapi peran koordinatif dan orkestratifnya belum muncul. Sistematis berkaitan koneksi dan interkoneksi satu inisiatif pencegahan dengan inisiatif pencegahan lain. Malah yang paling penting dalam terma sistematis ini adalah bagaimana interkoneksi upaya pencegahan dengan isu yang sama sekali berbeda. Misalnya, bagaimana mengaitkan upaya mendorong perbaikan tata kelola pemerintah daerah dengan menggunakan kebijakan fiskal. Perspektif dan keterampilan inilah yang masih terasa kurang. Istilah masif berkaitan kedalaman dan keluasaan keterlibatan auktor dan mobilisasi sumber daya lain di luar KPK. Upaya pencegahan korupsi selama ini masih kurang 1) melibatkan organisasi warga, asosiasi profesi, serikat buruh, serikat tani, asosiasi bisnis, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, serikat jurnalis, dan lain-lain; dan 2) belum mengoptimalkan mobilisasi sumber daya (finansial dan nonfinansial) di luar KPK.
Upaya pencegahan korupsi itu butuh beragam keahlian yang tak mungkin bisa dipenuhi oleh kompetensi dan keahlian lima orang komisioner KPK. Serikat Pekerja PLN, misalnya, yang didalamnya berisi orang dengan berbagai keahlian, bisa didorong terlibat mencegah korupsi di sektor pengelolaan energi. Demikian juga Persatuan Insinyur Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain bisa didorong untuk tujuan yang sama. Pada tataran progmatik, desain dan menu pencegahan korupsi memang masih terbatas. Dengan sendirinya ini membatasi pilihan dan kemungkinan orang untuk bisa terlibat. Selain itu, daya resonansinya masih kurang. Resonansi itu bicara tentang bagaimana institusi non- KPK atau orang yang bukan aktivitas anti korupsi ikut terenyuh, tersentuh, kemudian tumbuh empati, dan akhirnya terlibat dalam upaya pencegahan korupsi. Rasanya tak mungkin sikap anti korupsi akan jadi cara hidup kalau itu diupayakan dengan cara yang masih sporadis, terfragmentasi, temporer, eksklusif, dan elitis. Bagaimana supaya pencegahan korupsi lebih terstruktur, sistematis, dan masif sehingga lebih berhasil guna?.
Pertama, mendorong dan mengorkestrasi gerakan sosial anti korupsi yang kuat dan efektif secara sektoral (bisnis/urusan) atau spasial/kewilayahan. Dorong organisasi warga, asosiasi profesi, asosiasi bisnis, serikat buruh, serikat tani, untuk mengembangkan gerakan anti korupsi di wilayah, bisnis, dan sektor masing-masing. Kedua, mendorong munculnya insentif fiskal yang merangsang pemerintah daerah (kota/ kabupaten/provinsi) untuk mengembangkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Pemerintah daerah yang sukses menjadikan tata kelolanya lebih partisipatif, transparan, akuntabel, dan patuh pada peraturan bisa mendapatkan tambahan anggaran, misalnya dalam bentuk dana alokasi umum atau dana alokasi khusus. Ketiga, mendorong inovasi sosial/kelembagan dan teknologi yang berkontribusi pada pencegahan korupsi. Nilai sosial dan cara hidup baru, tata kelola baru (dalam organisasi apa pun), yang kedap korupsi harus ditemukan dan dikembangkan. Keempat, mendorong budaya korporasi berintegritas dengan cara mengembangkan etika dan program pengendalian risiko korupsi di berbagai perusahaan, khususnya BUMN.
Kelima, mendorong integritas pengelolaan keuangan partai politik. Keenam, kerja-kerja jurnalisme investigatif sangat penting dalam mengembangkan gerakan sosial anti korupsi. Karena itu, KPK harus ikut ambil bagian penting dalam memperkuat jurnalisme investigatif. Ketujuh, manajemen pengetahuan gerakan anti korupsi. KPK harus ikut ambil bagian dalam membangun dan mengakumulasi badan pengetahuan tentang gerakan anti korupsi. Kalau mau memenangi pertarungan melawan korupsi, KPK juga harus dominan dan hegemonik dalam wacana anti korupsi. Semua poin tersebut sekadar contoh, yang mungkin bisa jadi inspirasi dalam mengembangkan program pencegahan korupsi di masa mendatang. Masih banyak opsi yang tersedia untuk memperkuat dan meningkatkan efektivitas pencegahan korupsi. Artinya, menjadikan sikap anti korupsi sebagai cara hidup bukanlah hal yang mustahil sehingga pemberantasa korupsi di negeri ini akan tercapai. Semoga!

Ada Benarnya Juga jika " CARA SEHARI-HARI KITA BERPRILAKU ANTI KORUP pasti akan menjadi KEBIASAAN dan BUDAYA. Lambat Laun akan menjadi GAYA HIDUP. Hal inilah harus TERDOKTRIN dalam OTAK MANUSIA INDONESIA. Semoga Saja Terwujud. AMin 

Spoiler for :
0
1.2K
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan