- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengenal "Bintang Toedjoeh" Novel Pertama Indonesia


TS
ibnutiangfei
Mengenal "Bintang Toedjoeh" Novel Pertama Indonesia

Quote:
Mengenal "Bintang Toedjoeh" Novel Pertama Indonesia
Quote:

Kisah roman karya Lie Kim Hok ini menjadi tengara awal munculnya novel Indonesia yang pertama. "Thjit Liap Seng (Bintang Toedjoeh). Tjerita di negri Tjina pada djeman karadjaan Taj Tjheng Tiauw, Maha Radja Hamhong. Terkarang oleh jang mengaloewarken, Lie Kim Hok, 1886 ." (Claudine Salmon/Wikimedia)
Quote:
“Lie Kim Hok menulis novel Indonesia yang pertama,” ungkap Claudine Salmon. “Hal itu terjadi sekitar tiga puluh tahun sebelum roman berbahasa Indonesia karangan Marah Rusli: Sitti Nurbaya.”
Pada akhir abad ke-19, karya sastra Melayu-Tionghoa mulai berkembang di Hindia Belanda, yang berlanjut hingga 1945. Orang-orang Tionghoa menulisnya dalam bahasa Melayu pasar, umumnya untuk kalangan mereka sendiri.
Kisah ini diungkapkan oleh Claudine Salmon dalam kumpulan jurnalnya yang dibukukan dalam Sastra Indonesia Awal, Kontribusi Orang Tionghoa. Bukunya diterbitkan oleh École française d'Extrême-Orient dan Kepustakaan Populer Gramedia pada akhir 2010. Salmon merupakan Director of Research Emeritus at the French National Centre for Scientific Research (CNRS) di Paris, yang selama 40 tahun terakhir meneliti Tionghoa di Indonesia.
Salah satu pendorong dan gagasan perkembangan kesusastraan Melayu Tionghoa adalah munculnya penerbitan roman pada 1880-an di Jawa. Percetakan pertama milik orang Tionghoa baru muncul pada 1879. Sebelum periode ini, tampaknya roman Melayu-Tionghoa ditulis dalam bentuk manuskrip. Demikianlah asal-usul novel Melayu modern. Namun, sejak Indonesia merdeka, “kesusastraan tersebut terlupakan secara perlahan,” ungkap Salmon dalam bukunya.
Kisah roman karya Lie Kim Hok menjadi tengara asal-usul roman pertama di Nusantara. Sampulnya bertuliskan “Thjit Liap Seng (Bintang Toedjoeh). Tjerita di Negri Tjina pada djeman karadjaan Taj Tjheng Tiauw, Maha Radja Hamhong. Terkarang oleh jang mengaloewarken, Lie Kim Hok, 1886.” Salmon menyesalkan, cerita yang seharusnya menarik perhatian pembaca semasa itu pada kenyataannya kurang menuai sambutan.
Karya Lie ini terbit ketika masyarakat Tionghoa tengah berada dalam pengaruh budaya Barat yang menggerus cara hidup atau kebudayaan asal mereka. Novel setebal 500 halaman itu berlatar di Tiongkok, barangkali lebih mudah bagi Lie Kim Hok menjahit ceritanya ketimbang harus berlatar di Jawa.
Pada akhir abad ke-19, karya sastra Melayu-Tionghoa mulai berkembang di Hindia Belanda, yang berlanjut hingga 1945. Orang-orang Tionghoa menulisnya dalam bahasa Melayu pasar, umumnya untuk kalangan mereka sendiri.
Kisah ini diungkapkan oleh Claudine Salmon dalam kumpulan jurnalnya yang dibukukan dalam Sastra Indonesia Awal, Kontribusi Orang Tionghoa. Bukunya diterbitkan oleh École française d'Extrême-Orient dan Kepustakaan Populer Gramedia pada akhir 2010. Salmon merupakan Director of Research Emeritus at the French National Centre for Scientific Research (CNRS) di Paris, yang selama 40 tahun terakhir meneliti Tionghoa di Indonesia.
Salah satu pendorong dan gagasan perkembangan kesusastraan Melayu Tionghoa adalah munculnya penerbitan roman pada 1880-an di Jawa. Percetakan pertama milik orang Tionghoa baru muncul pada 1879. Sebelum periode ini, tampaknya roman Melayu-Tionghoa ditulis dalam bentuk manuskrip. Demikianlah asal-usul novel Melayu modern. Namun, sejak Indonesia merdeka, “kesusastraan tersebut terlupakan secara perlahan,” ungkap Salmon dalam bukunya.
Kisah roman karya Lie Kim Hok menjadi tengara asal-usul roman pertama di Nusantara. Sampulnya bertuliskan “Thjit Liap Seng (Bintang Toedjoeh). Tjerita di Negri Tjina pada djeman karadjaan Taj Tjheng Tiauw, Maha Radja Hamhong. Terkarang oleh jang mengaloewarken, Lie Kim Hok, 1886.” Salmon menyesalkan, cerita yang seharusnya menarik perhatian pembaca semasa itu pada kenyataannya kurang menuai sambutan.
Karya Lie ini terbit ketika masyarakat Tionghoa tengah berada dalam pengaruh budaya Barat yang menggerus cara hidup atau kebudayaan asal mereka. Novel setebal 500 halaman itu berlatar di Tiongkok, barangkali lebih mudah bagi Lie Kim Hok menjahit ceritanya ketimbang harus berlatar di Jawa.
Quote:
Lim Kim Hok. Lahir di Bogor pada Selasa, 1 November 1853, wafat di Batavia dalam usia 58 tahun pada Senin, 6 Mei 1912. (Wikipedia/Benny G. Setiono "Tionghoa dalam Pusaran Politik", TransMedia Pustaka, 2008 )
Quote:
Kisahnya bermula tentang nasib gadis kecil yang terlantar. Dia diantar bukan ke panti asuhan, melainkan di rumah tujuh mahasiswa. Si gadis pun diangkat anak dan dibesarkan oleh tujuh mahasiswa tadi. Mereka memanggilnya Thjit Liap Seng Nio—atau Nona Bintang Tujuh. Singkat kata, nestapa mendera kehidupannya hingga diselamatkan oleh seorang pedagang yang renta. “Tokoh-tokohnya yang memihak pada kaum lemah,” ungkap Salmon, “mirip sekali dengan pendekar-pendekar cerita-cerita silat.”
Lie Kim Hok adalah salah seorang penulis dan jurnalis Tionghoa yang turut berkontribusi dalam kesusastraan Indonesia. Dia berasal dari sebuah keluarga pecinan Bogor, yang lahir pada Selasa, 1 November 1853. Lie pernah mengenyam pengajaran dari para misionaris Eropa, namun tidak berminat untuk beragama Kristen. Dia mendirikan percetakan kedua di Bogor pada 1885, namun bertahan dua tahun saja. Beberapa roman terjemahan dari Tiongkok berhasil dia terbitkan. Tampaknya Lie memahami permintaan zaman, pada saat itu warga peranakan hanya tertarik tentang roman yang berlatar budaya leluhur mereka di Tiongkok. Anggota Tiong Hoa Hwe Koan ini wafat di Batavia dalam usia 58 tahun pada Senin, 6 Mei 1912.
Salmon mengisahkan, sejatinya Lie menulis roman Thjit Liap Seng dengan menyadur dua roman sekaligus. Roman yang mengilhaminya adalah Klaasje Zevenster karya Jacob van Lennep yang terbit pada 1886 dan Les Tribulations d’un Chinois en Chine karya Jules Verne yang terbit pada 1879. Dia menyusun kembali cerita dua roman tersebut secara bebas. Namun demikian, Lie memilih “menempatkan alur ceritanya di Tiongkok, agar lebih mudah menghindari kecaman orang Tionghoa-Indonesia,” tulis Salmon.
Demikianlah, pada 1880-an, awal kesusastraan Melayu-Tionghoa memang diramaikan dengan karya-karya sastra terjemahan Belanda atau Tiongkok. Awalnya roman terjemahan dari sastra Eropa dan Arab muncul dalam cerita bersambung di surat kabar berbahasa Melayu sejak 1860-an.
“Karya ini juga menunjukkan, ‘novel modern dalam bahasa Melayu yang pertama’ lahir di perbatasan tiga dunia budaya, yakni Melayu, Tionghoa, dan Prancis-Belanda,” ungkap Salmon. “Thjit Liap Seng suatu contoh untuk menghidupkan kembali ketionghoaan di tengah kemodernan.”
Agni Malagina, seorang sinolog dari Universitas Indonesia, mengatakan kepada saya bahwa para penulis Tionghoa sama pentingnya dengan penulis lain yang berkontribusi pada perkembangan sastra Indonesia. Orang Tionghoa menggunakan bahasa Melayu sebagai lingua franca untuk karya mereka, namun dengan susunan gramatikal yang masih terpengaruh tata bahasa Tiongkok. Mereka turut berperan dalam lintasan perkembangan sastra Indonesia, kata Agni.
“Mereka memang tampak seperti pionir, soalnya punya akses ke penerbit dan kapital,” ujar Agni. “Dan, mereka pandai karena banyak yang mengenyam pendidikan ala Eropa.” Sumber
Lie Kim Hok adalah salah seorang penulis dan jurnalis Tionghoa yang turut berkontribusi dalam kesusastraan Indonesia. Dia berasal dari sebuah keluarga pecinan Bogor, yang lahir pada Selasa, 1 November 1853. Lie pernah mengenyam pengajaran dari para misionaris Eropa, namun tidak berminat untuk beragama Kristen. Dia mendirikan percetakan kedua di Bogor pada 1885, namun bertahan dua tahun saja. Beberapa roman terjemahan dari Tiongkok berhasil dia terbitkan. Tampaknya Lie memahami permintaan zaman, pada saat itu warga peranakan hanya tertarik tentang roman yang berlatar budaya leluhur mereka di Tiongkok. Anggota Tiong Hoa Hwe Koan ini wafat di Batavia dalam usia 58 tahun pada Senin, 6 Mei 1912.
Salmon mengisahkan, sejatinya Lie menulis roman Thjit Liap Seng dengan menyadur dua roman sekaligus. Roman yang mengilhaminya adalah Klaasje Zevenster karya Jacob van Lennep yang terbit pada 1886 dan Les Tribulations d’un Chinois en Chine karya Jules Verne yang terbit pada 1879. Dia menyusun kembali cerita dua roman tersebut secara bebas. Namun demikian, Lie memilih “menempatkan alur ceritanya di Tiongkok, agar lebih mudah menghindari kecaman orang Tionghoa-Indonesia,” tulis Salmon.
Demikianlah, pada 1880-an, awal kesusastraan Melayu-Tionghoa memang diramaikan dengan karya-karya sastra terjemahan Belanda atau Tiongkok. Awalnya roman terjemahan dari sastra Eropa dan Arab muncul dalam cerita bersambung di surat kabar berbahasa Melayu sejak 1860-an.
“Karya ini juga menunjukkan, ‘novel modern dalam bahasa Melayu yang pertama’ lahir di perbatasan tiga dunia budaya, yakni Melayu, Tionghoa, dan Prancis-Belanda,” ungkap Salmon. “Thjit Liap Seng suatu contoh untuk menghidupkan kembali ketionghoaan di tengah kemodernan.”
Agni Malagina, seorang sinolog dari Universitas Indonesia, mengatakan kepada saya bahwa para penulis Tionghoa sama pentingnya dengan penulis lain yang berkontribusi pada perkembangan sastra Indonesia. Orang Tionghoa menggunakan bahasa Melayu sebagai lingua franca untuk karya mereka, namun dengan susunan gramatikal yang masih terpengaruh tata bahasa Tiongkok. Mereka turut berperan dalam lintasan perkembangan sastra Indonesia, kata Agni.
“Mereka memang tampak seperti pionir, soalnya punya akses ke penerbit dan kapital,” ujar Agni. “Dan, mereka pandai karena banyak yang mengenyam pendidikan ala Eropa.” Sumber
Quote:
Wah...novel pertama ternyata sudah ada di abad 18...kalo ane tahunya novel yg pertama itu ya sitti nurbaya dari pelajaran sekolah dulu...ternyata bukan
....semoga bisa menambah wawasan kita tentang sejarah sastra di Indonesia.

Quote:
Mampir ke trit ane yg lain:
Spoiler for Trit ane yg lain:
Berbagai Permainan Unik dan Aneh yang Pernah Dibuat dalam Bentuk Papan Permainan
[Mantabz Banget Dah] Inilah Dia, Penjahat Paling Bodoh dan Konyol
[Keren] Coffee Shop Bertemakan Laboratorium Kimia Ada di Turki
Jika Diperhatikan, Berbagai Hal Berikut Mirip Sekali dengan Donald Trump
Misteri Bagaimana Kunang-Kunang dapat Bercahaya Akhirnya Terungkap
[Social Experiment] Pemabuk Lebih Dihargai dari Tunawisma Anak Satu
Pasangan Online Berantem Gara-Gara Wajah di Foto Tak Sesuai dengan Aslinya
[Keren Gansis] Seni Memahat Di Ujung Pensil Karya Salavat Fidai
[Keren Plus Ngeri] Di Peru Ada Hotel Unik yang Menggantung Di Tebing
Desainer Grafis ini Mencocokkan Warna Pantone dengan Objek Kecil Di sekitarnya
[Inspirasi Bagi yang Mau Bikin Partai] Partai Politik Paling Aneh Di Dunia
Kontroversi Merek Pakaian GAP, Benarkah Singkatan dari Gay and Proud?
Berbagai Rilisan Musik Paling Unik yang Pernah Dilakukan oleh Musisi Indonesia
Mengenal BACA, Organisasi Moge Pelindung Anak Kecil Korban Penganiayaan
ECO WASH, Usaha Laundry Ramah Lingkungan ala Mahasiswa UMY
Seniman Graffiti Ini Senang Ngerjain yang Punya 'Kanvas'
Demam Terminator, Twitter Sarah Connor Kebanjiran Komen yang Salah Fokus
[Kabar Duka] Avril Lavigne Lumpuh Sejak Oktober 2014 Karena Digigit Kutu
Berbagai Hal yang Bisa Dilakukan Ketika Gansis Punya Minion
Lucunya Tingkah Overprotektif Orang India yang Konyol dan Kebangetan
Beginilah Jadinya Kalo Raptor di Jurassic World Diganti Binatang Lain
Mengenang Konser Bon Jovi 1995 di Jakarta, Akankah Kesuksesannya Terulang Lagi?
[Mantabz Banget Dah] Inilah Dia, Penjahat Paling Bodoh dan Konyol
[Keren] Coffee Shop Bertemakan Laboratorium Kimia Ada di Turki
Jika Diperhatikan, Berbagai Hal Berikut Mirip Sekali dengan Donald Trump
Misteri Bagaimana Kunang-Kunang dapat Bercahaya Akhirnya Terungkap
[Social Experiment] Pemabuk Lebih Dihargai dari Tunawisma Anak Satu
Pasangan Online Berantem Gara-Gara Wajah di Foto Tak Sesuai dengan Aslinya
[Keren Gansis] Seni Memahat Di Ujung Pensil Karya Salavat Fidai
[Keren Plus Ngeri] Di Peru Ada Hotel Unik yang Menggantung Di Tebing
Desainer Grafis ini Mencocokkan Warna Pantone dengan Objek Kecil Di sekitarnya
[Inspirasi Bagi yang Mau Bikin Partai] Partai Politik Paling Aneh Di Dunia
Kontroversi Merek Pakaian GAP, Benarkah Singkatan dari Gay and Proud?
Berbagai Rilisan Musik Paling Unik yang Pernah Dilakukan oleh Musisi Indonesia
Mengenal BACA, Organisasi Moge Pelindung Anak Kecil Korban Penganiayaan
ECO WASH, Usaha Laundry Ramah Lingkungan ala Mahasiswa UMY
Seniman Graffiti Ini Senang Ngerjain yang Punya 'Kanvas'
Demam Terminator, Twitter Sarah Connor Kebanjiran Komen yang Salah Fokus
[Kabar Duka] Avril Lavigne Lumpuh Sejak Oktober 2014 Karena Digigit Kutu
Berbagai Hal yang Bisa Dilakukan Ketika Gansis Punya Minion
Lucunya Tingkah Overprotektif Orang India yang Konyol dan Kebangetan
Beginilah Jadinya Kalo Raptor di Jurassic World Diganti Binatang Lain
Mengenang Konser Bon Jovi 1995 di Jakarta, Akankah Kesuksesannya Terulang Lagi?
Quote:
TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA
NANTIKAN TRIT ANE BERIKUTNYA
NANTIKAN TRIT ANE BERIKUTNYA
Diubah oleh ibnutiangfei 31-07-2015 06:41


nona212 memberi reputasi
1
2.6K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan