Quote:
Jakarta - Ada aturan daerah yang melarang pembangunan gereja selain GIDI dan rumah ibadah lainnya.Namun hal ini tak pernah mendapat persetujuan Kementerian Dalam Negeri. Bahkan kini sedang diusut Polri.
Di sejumlah pemberitaan, Bupati Tolikara Usman Wanimbo mengatakan ada peraturan daerah (Perda) yang menyatakan hanya kelompok Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang boleh membangun tempat ibadah di wilayah Kabupaten Tolikara, Papua. Perda tersebut diklaim sudah disepakati dengan DPRD sejak tahun 2013. Perda itu disebut usulan gereja GIDI.
Sementara Presiden Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Dorman Wandikmbo mengatakan, kasus di Tolikara bukan bentuk larangan beribadah umat Islam. Namun ia menyebut, kedatangan puluhan pemuda gereja pada umat Islam yang akan melangsungkan Salat Id dengan maksud memberitahukan peraturan daerah tersebut serta surat resmi gereja soal larangan penggunaan pengeras suara karena dinilai dapat mengganggu satu seminar internasional di tempat yang berlokasi sekitar 250 meter dari lokasi ibadah.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan terkait Perda tempat ibadah di Tolikara, Papua, tidak pernah sampai ke Kemendagri. Saat ini, masalah tersebut sedang diteliti oleh Polri.
"Tidak ada peraturan apa-apa. Itu urusan Kapolri. Kapolri sedang mengusut latar belakang, aktor, dan sebagainya," kata Tjahjo di Gedung BNPP, komplek IPDN Jl Ampera Raya, Jakarta, Senin (27/6/2015).
Secara pribadi, Tjahjo merasa heran dengan polemik Perda ini. Pasalnya, jika dipersoalkan dalam larangan pembangunan tempat ibadah di Tolikara, namun di daerah tersebut ada masjid dan musala.
"Saya sendiri belum tahu isi Perda itu bagaimana. Papua itu tidak pernah begini. Rukun puluhan tahun. Kalau ada Perda itu, mengapa ada masjid, musala di sana?" tuturnya.
Lanjutnya, terkait isi Perda yang justru menimbulkan polemik, Tjahjo mengatakan jika Kemendagri akan menyeleksi secara ketat. Mestinya, Perda yang sudah dilaporkan ke Kemendagri namun bisa memunculkan polemik akan dihapus.
"Perda itu kan aspirasi masyarakat. Dibahas bisa lewat pemerintah daerah, dibahas bersama, bimbingan teknis, ada studi banding, perda diputuskan, dilaporkan ke kemendagri untuk minta persetujuan," ujarnya.
Dia menjelaskan dari ratusan Perda, baru 139 yang dibatalkan Kemendagri karena isinya dianggap bertentangan. "Misalnya Perda memperbolehkan makan nasi goreng, oleh kami, kami kembalikan. Misalnya nasi goreng, tapi ini isinya apa? Kalau enggak pas, ya kami anggap tidak sah," ujarnya.
(hty/mad)
detikcom
ini perda sudah ada dari tahun 2013, kok nggak ada satupun kaum pluralis atau lembaga HAM yang ribut. Ini level kabupaten loh, bukan level desa

bahkan PGI atau KWI saja nggak ada suaranya

itu gereja advent ditutup dan jemaatnya dipaksa pindah ke gereja GIDI, tapi ga ada yang teriak toleransi
giliran ahmadiyah, bahkan yang diluar islam kaya PGI sama KWI komentar semua
