Kaskus

News

sukajajan69Avatar border
TS
sukajajan69
Indonesia bagai Bara dalam Sekam: Rupiah Terpuruk, Ekonomi Rakyat Ambruk
Indonesia bagai Bara dalam Sekam: Rupiah Terpuruk, Ekonomi Rakyat Ambruk


Indonesia bagai Bara dalam Sekam: Rupiah Terpuruk, Ekonomi Rakyat Ambruk


Rupiah terus melemah, dan tidak ada demo-demo mahasiswa maupun kritik intelektual secara massal karena tahu Jokowi-JK tidak kompeten. Semua membiarkan Indonesia terpuruk sampai ambruk. Semua warga menonton saja, Jokowi-JK mau kemana? Karena Jokowi-JK itu lemah dan tak kredibel, maka tidak ada yang tega mengkritiknya atau mengoreksinya. Paling media online dan media sosial. Negeri ni, akibatnya, bagai bara dalam sekam..

Bila ada yang tersenyum menghadapi kemerosotan nilai rupiah, dia mungkin berpenghasilan dalam dollar atau malah sudah frustrasi gak tau mau ngapain. Yang pasti kini makin banyak orang kuatir bahwa pemerintah terpaksa akan melakukan TMP, yang kerap dipelesetkan menjadi Taman Makam Perusahaan.

TMP sesungguhnya singkatan dari Tight Monetary Policy (Kebijakan Uang Ketat), adalah andalan rezim Suharto ketika perekonomian memanas. Tujuan kebijakan ini adalah untuk menekan laju inflasi akibat merosotnya nilai rupiah. Sedangkan wujudnya adalah penundaan atau pembatalan proyek-proyek pembangunan yang bisa menguras cadangan devisa nasional.

Sejarah mencatat, salah satu dampak paling kongkrit dari TMP adalah banyak perusahaan merugi bahkan sampai bangkrut. Pengangguran pun membludak. Sedangkan para konglomerat kesayangan pemerintah tetap santai. Maklum, mereka tahu pemerintah tak akan membiarkan pihak lain mendominasi proyek-proyek pembangunan dan kredit bank-bank BUMN.

Semua itu hanyalah bukti nyata bahwa wong cilik adalah penanggung beban terberat setiap kali terjadi kekisruhan ekonomi. Lihat saja, dalam daftar urutan orang terkaya di Indonesia, sejak zaman Suharto sampai sekarang isinya hampir semua orang yang itu-itu saja. Pendatang baru seperti Chairul Tanjung hanya minoritas sangat kecil. Mereka yang sudah lama menjadi langganan dalam daftar 20 orang terkaya Indonesia di antaranya adalah keluarga Eka Tjipta Widjaja, Prajogo Pangestu, Murdaya Poo, Anthoni Salim, dan Peter Sondakh.

Memang ada perbedaan antara zaman Suharto dengan sekarang. Dulu pengusaha berada di luar pemerintahan, dan menjadi ATM untuk memperkuat cengkeraman politik penguasa. Sekarang mereka justeru menjadi pemerintah itu sendiri. Maka gampang dipahami bila dalam penyelesaian kisruh nilai rupiah saat ini priroritas tertinggi diberikan kepada para pengusaha.

Nah, di tengah kemerosotan rupiah yang demikian tajam seperti sekarang, para industrialis kayu berorientasi ekspor tentu tersenyum lebar. Bagaimana tidak, hampir semua biaya produksi mereka dalam bentuk rupiah, sementara penghasilan berupa dollar AS. Dalam konteks ini perlu dicatat bahwa Indonesia saat ini dipimpin oleh seorang indutrialis kayu berorientas ekspor.

Maka wajar bila para petinggi pemerintah, di antaranya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, mencoba meyakinkan masyarakat bahwa merosotnya rupiah membawa hikmah bagi perekonomian nasional, yaitu meningkatnya ekspor. Sebuah sikap yang seolah masyarakat tidak tahu bahwa hampir semua kebutuhan primer, yaitu sandang, pangan dan papan mengandung komponen impor. Komponen impor dalam kebutuhan sekunder seperti hiburan dan sebagainya bahkan lebih tinggi lagi.

Dengan ketergantungan yang masih tinggi pada komponen impor, wajar kalau rakyat mulai resah karena biaya hidup bakal melesat kalau nilai tukar rupiah terus merosot. Apalagi kemampuan pemerintah dalam memasok uang ke pasar juga makin terbatas akibat kerugian besar-besar yang diderita oleh perusahaan tambang mineral dan batubara berorientasi ekspor, plus merosotnya produksi dan harga minyak.

Kemerosotan harga minyak bahkan telah memaksa pemerintah menurunkan target Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 141,3 triliun menjadi Rp Rp 269,1 trilliun dalam APBN-P 2015. Penurunan target tersebut, menurut Keuangan, terutama disebabkan oleh rendahnya harga minyak yang hanya akan berlangsung selama beberapa bulan. Sayang dia tak menjelaskan bagaiamana kalau ternyata rendahnya harga minyak berlangsung lebih lama, dan produksi minyak nasional terus merosot.

Sampai bulan lalu produksi minyak Indonesia adalah 790 ribu barel/hari, sementara realisasi produksi tahun lalu adalah 794.250 barel/hari. Runyamnya lagi, Pertamina juga sudah menyatakan mengalami kerugian US$ 35 juta (Rp 240 miliar) hanya di Januari lalu. Penyebab kerugian itu, menurut Dirut Pertamina Dwi Seotjipto, adalah karena pemerintah menurunkan harga BBM (.- See more at: http://indonesianreview.com/gigin-pr...upiah#sthas...)

Dalam situasi seperti di atas, Jokowi tak hanya harus tampil untuk meyakinkan masyarakat bahwa dia memiliki kemampuan untuk membebaskan Indonesia dari krisis rupiah, dan lebih berpihak kepada rakyat. Sayangnya 8 kebijakan yang akan diumumkan Jumat ini tak ada yang bersifat gerak cepat. (K/indonesian review)


Source: disini

Komen: "Ayo Jok, abis pertalite launching, kapan premium mau dikurangi pasokannya?, wong cilik bakal kena hajar bertubi tubi nih, gas naik, subsidi listrik 450VA & 900Va dicabut, September the Fed mau naikin suku bunga loh, Jadi USD bakal jadi berapa nih? ............. hancur lah negeriku ini"


Indonesia bagai Bara dalam Sekam: Rupiah Terpuruk, Ekonomi Rakyat Ambruk
0
4.5K
51
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan