Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

selamat.cadasAvatar border
TS
selamat.cadas
Wawancara Dr (Can) Maruly Hendra Utama RI: Tempo Harus Minta Maaf Pada Megawati
JAKARTA- Seorang dosen Fakultas Sospol Universitas Lampung (Unila), pekan lalu melaporkan Majalah Tempo ke Bareskrim Mabes Polri Jakarta atas tulisan bernada fitnah dan pencemaran nama baik pada PDI-P dan elit pimpinannya. Dr (Can) Maruly Hendra Utama, Kandidat Doktor Sosiologi Politik Universitas Pajajaran (Unpad) ini semula akan maju sebagai calon Walikota Bandar Lampung dari PDI-P. Ia merasa dirugikan oleh laporan Majalah Tempo sehinga mengadukan kasus fitnah dan kabar bohong yang dilakukan majalah itu ke Bareskrim Mabes Polri.

Pada edisi Kamis 9 Juli 2015 Majalah Tempo menurunkan laporan utama berjudul “Kriminalisasi KPK.” Di halaman 28-31 Majalah Tempo edisi 13-19 Juli 2015 terdapat artikel berjudul “Jejak Kriminalisasi Yang Terekam” Di dalamnya, Tempo menulis bahwa kriminalisasi terhadap KPK memang terjadi. Dan kriminalisasi itu dilakukan oleh Wakil Sekjen PDI Perjuangan saat itu, Hasto Kristianto.

Pernyataan Tempo itu didasarkan atas bukti adanya rekaman tentang pembicaraan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristianto, dengan lima orang. Selain dengan petinggi kepolisian di Yogyakarta, salah satunya adalah dengan mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) AM Hendropriyono. Hal ini pertama kali diungkap Novel Baswedan di Mahkamah Konstitusi bahwa KPK memiliki rekaman bukti tentang kriminalisasi KPK pada periode Januari-Februari 2015 yang kemudian dibantah oleh pimpinan KPK.

Dari sejumlah sumber Tempo di KPK, mereka membenarkan keterangan Novel Baswedan di Mahkamah Konstitusi. Karena itu menurut Maruly laporan utama Majalah Tempo jelas memiliki tesis bahwa kriminalisasi terhadap KPK memang terjadi. Hal ini dimotori oleh Wakil Sekjen PDI Perjuangan saat itu, Hasto Kristianto, sebagai sebuah serangan balik PDI Perjuangan, karena pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri dihalang-halangi KPK setelah KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka rekening gendut.

Sehari kemudian, Jumat 10 Juli 2015, kata Maruly, di media sosial ramai beredar fotokopi selebaran lima halaman berisi transkrip hasil sadapan tersebut. Isi transkrip itu sama dengan bahan utama penulisan Majalah Tempo. Dengan demikian, boleh dikatakan, sumber dokumen Tempo sama seperti yang beredar di media social alias berasal dari selebaran.

Laporan utama Tempo tersebut menurut Maruly, selain sumir, terlalu penuh dengan prasangka buruk, tidak didasari oleh sebuah data dan fakta yang kuat dan solid. Artinya tulisan tersebut menimbulkan kesan kuat, bahwa PDI Perjuangan –melalui Hasto Kristianto yang sekarang menjabat sebagai Sekjen PDI Perjuangan— berperan aktif untuk melakukan kriminalisasi terhadap KPK, utamanya pada Abraham Samad dan Bambang Widjayanto.

Padahal, kata Maruly, hasil transkrip rekaman yang ada di fotokopi lima halaman yang beredar di media sosial itu yang menurut Majalah Tempo berasal dari sumber di KPK, pembicaraan Hasto itu tidak lengkap. Hanya penggal-penggal dari satu pernyataan ke pernyataan tanpa konteks yang jelas. Yang lebih dominan justru penafsiran penulis fotokopi selebaran itu bahwa kriminalisasi KPK itu memang terjadi dan dimotori oleh Hasto. Padahal isinya lebih banyak mencocok-cocokan penafsiran terhadap statemen singkat yang konon katanya merupakan hasil sadapan KPK tersebut. Setelah resmi mengadukan Tempo ke Bareskrim Mabes Polri, apa sebenarnya yang diinginkan Maruly? Berikut wawancara ekslusif tim Bergelora.com dengan mantan aktivis mahasiswa 1998 asal Lampung ini di Jakarta, Rabu (15/7).

Mengapa Anda melaporkan Majalah Tempo ke Polisi?


Jadi begini, pada hari Jumat, 10 Juli 2015 sore saya menerima telpon dari beberapa orang tim relawan saya di Bandar Lampung. Mereka melaporkan bahwa mereka kesulitan menjawab pertanyaan masyarakat pendukung perjuangan saya, apa benar berita di Majalah Tempo, yang menggambarkan bahwa PDIP adalah dalang dibalik kriminalisasi KPK? Apa benar PDI-P pro koruptor? Apa benar PDI-P anti KPK? Karena kesulitan menjawab pertanyaan itu, beberapa orang relawan mengajukan pengunduran diri dari tim saya meski sudah bekerja selama setahun lebih meyakinkan rakyat tentang perjuangan saya sebagai calon Walikota Bandar Lampung. Mereka mengaku kesulitan meyakinkan rakyat Lampung bahwa PDI-P mendukung KPK dan pro pemberantasan korupsi.

Kemudian, saya membeli majalah Tempo dan membaca laporan utama Tempo yang berjudul “Kriminalisasi KPK.” Wah kok begini laporannya? Kalau membaca laporan itu memang wajar orang awam akan langsung menyimpulkan bahwa PDI-P berada dibalik kriminalisasi KPK awal tahun lalu pada kasus Polri Versus KPK.

Apa saja kerugian akibat pemberitaan di Tempo tersebut?

Saya sudah berjuang untuk pencalonan Walikota Bandar Lampung bersama tim relawan saya selama setahun lebih. Saya bukan calon yang mengandalkan uang dalam perjuangan saya, karena saya tidak memiliki uang seperti calon-calon lain. Perjuangan saya didukung oleh tim relawan saya bersama rakyat dengan cara swadaya. Jadi perjuangan saya adalah perjuangan rakyat Bandar Lampung.

Sebelum mendaftar di PDI-Perjuangan saya berencana maju secara independen dan berhasil mendapatkan dukungan dari 30 ribu orang dengan bukti foto kopi KTP. Mereka adalah rakyat non-partisan. Sebelum mendaftar di PDI-Perjuangan saya meyakinkan mereka bahwa kita harus berjuang dengan PDI-P karena PDI-P satu-satunya partai yang masih bisa dipercaya oleh rakyat, selama ibu Megawati Soekarnoputri masih memimpin partai ini. Tidak mudah meyakinkan rakyat soal PDI-P, karena pengalaman rakyat di Bandar Lampung bicara lain. Tapi singkatnya saya mendapat persetujuan tim dan rakyat pendukung saya untuk maju mendaftar di PDI-P.
Namun, akibat pemberitaan Tempo tersebut, tim relawan saya dan rakyat yang sudah berjuang bersama saya, saat ini berbalik mempertanyakan saya, kok berani-berani masuk mencari dukungan pada partai yang seperti digambarkan oleh Majalah Tempo? Apakah saya juga sama dengan calon yang lain, akan menipu rakyat Bandar Lampung lagi? Kok saya berani berjanji PDI-P satu-satu partai yang pro rakyat?

Saya tidak bisa menghitung seberapa besar biaya material dan imaterial yang sudah dikeluarkan oleh relawan dan rakyat pendukung saya selama bekerja setahun lebih lalu. Bagaimana kalau setelah membaca Tempo, malah rakyat Bandar Lampung melaporkan saya ke polisi karena berbohong? Bagaimana kalau rakyat menuntut ganti rugi? Siapa yang akan tanggung jawab? Saya kah? PDI-P kah atau Majalah Tempo?

Bagaimana tanggapan Polisi terhadap laporan Anda?

Sejauh ini saya membaca di media massa pernyataan Kapolri bahwa saya disarankan mengadu ke Dewan Pers, tapi polisi juga tak bisa menolak laporan saya. Waktu diperiksa terakhir, saya dengar pak Budi Waseso dalam konferensi pers menegaskan akan menindaklanjuti. Oleh penyidik juga disampaikan bahwa berkas sudah sampai di meja penyidik pidana umum. Mereka akan mengontak saya dan saksi untuk menindaklanjuti pengaduan saya. Dengan kata lain, pengaduan saya tengah diproses. Alhamdulillah. Saya percaya kepemimpinan kepolisian saat ini akan objektif dan tegas dalam kasus saya ini.

Apakah Anda diperintahkan oleh PDI-P untuk melakukan laporan Polisi ini?

Sampai sekarang dari pertanyaan wartawan memang terkesan pers curiga saya melaporkan majalah Tempo atas perintah PDI-P atau oleh Sekjen PDI-P, Hasto. Atau Hendropriyono. Saya tegaskan sekali lagi, saya melaporkan Majalah Tempo atas inisiatif pribadi saya sebagai bakal calon Walikota Bandar Lampung dari PDI-P. Tidak ada yang menyuruh saya Saya melaporkan ke Polisi karena saya sebagai bakal calon Walikota dari PDI-P sudah dirugikan akibat pemberitaan Majalah Tempo itu yang sudah memfitnah para pemimpin PDIP, sejak Ketua Umum PDI-P, Sekjen PDI-P, sampai Hendropriyono. Akibatnya adalah rakyat mempertanyakan komitemn saya. Beberapa relawan saya mundur. Rakyat mencurigai saya dan kerja saya selama setahun sia-sia.

Sampai saat ini saya belum pernah dipanggil oleh PDI-P terkait dengan laporan polisi saya terhadap Tempo. Saya tahu sikap PDI-P dari pemberitaan di media massa. Memang ada beberapa orang yang menghubungi saya via telpon. Ada yang mengaku dari Hasto, tapi menelpon bukan dari nomor Hasto. Orang itu meminta agar saya mencabut laporan. Saya tanya bagaimana saya yakin apakah ini benar dari Hasto. Malah telpon dimatikan.

Ada seorang sahabat saya calon Bupati Pesisir Barat, Lampung, Oking Ganda Sasmita, yang mengaku baru sedang rapat dengan Hasto dan meminta agar saya mencabut laporan polisi. Saya bilang sudahlah, kalau Hasto memang berniat memanggil saya, dia tahu nomor saya. Kan saya siap menghadap. Saya melaporkan Tempo bukan hanya karena saya sudah dirugikan, tapi juga karena membela PDI-P yang telah menerima pencalonan saya. Bayangkan saya sejauh ini sudah melewati enam seleksi. Dan berapa uang yang saya keluarkan? Cuma Rp 3 juta. Itu pun untuk tes psikologi. Di PDI-P saya melihat dengan mata kepala sendiri tidak benar calon kepala daerah jadi ATM pengurus partai yang diharuskan membayar sekian ratus juta atau milyaran. Jadi tuduhan itu tidak benar. Karena buktinya saya nyaris tak keluar uang sama sekali.

Karena itu apa saya salah membela partai PDI-P, membela Bu Mega, Oom Hendro dan Hasto? Kalau tindakan saya membuat media dan sebagian elit politisi mencurigai PDIP maka kita harus jelaskan secara benar. Karena pemberitaan Majalah Tempo punya niat untuk menghancurkan partai masak kita diam. Kita kan punya harga diri. Saya punya harga diri, Partai punya harga diri, Ketua Umum punya harga diri. Ayo kita bela harga diri kita yang dizalimi atas nama kebebasan pers atas nama demokrasi. Demokrasi itu syaratnya berpolitik terbuka, transparan dan fair. Kita jangan menunggangi kebebasan pers menjadi kebebasan memfitnah nama baik orang dan partai politik, karena rakyat sekarang semakin cerdas.

Kalau takut dikatakan kita menzalimi media, lah yang sudah jelas-jelas jadi korban penzaliman itu kita, PDI-P, Ibu Megawati, Hasto, Hendropriyono, saya, tim relawan saya, dan rakyat Bandar Lampung kok. Makanya kita semua harus mematuhi hukum. Semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Ada Undang-undang Pers ada juga KUHP. Saya melapor polisi karena sudah dirugikan. Saya minta polisi periksa Tempo. Ini negara hukum, jangan berlindung di balik Undang-undang Pers dan mendesak saya ke Dewan Pers. Saya tidak mempersoalkan etika jurnalistik yang diributkan media. Saya mempersoalkan substansi berita. Saya juga tidak mau Undang-undang Pers digunakan oknum wartawan untuk berlindung dari tangan hukum. Karena Undang-undang Pers jangan jadi benteng perlindungan oknum wartawan untuk mencemarkan dan memfitnah nama baik seseorang dan partai politik. Dalam kasus Tempo misalnya, masakan media seprestisius Tempo bersumber dari selebaran lima halaman? Ceroboh sekali!

Saya sendiri bukan kader PDI-P. Saya hanya seorang dosen PNS yang ingin bekerjasama dengan PDI-P untuk bisa memperbaiki kota Bandar Lampung agar jadi kota yang lebih baik dengan cara menjadi Walikota. Saya memang bukan orang berduit yang bisa jor-joran bayar sana sini untuk bisa dapat dukungan.

Kabarnya surat rekomendasi untuk maju sebagai Walikota belum ditangan anda?

Iya saya kan sudah sebulan lebih disuruh tunggu di Jakarta oleh petugas di Teuku Umar, setelah CV saya diminta oleh ibu Megawati. Sampai saat ini saya tetap patuh menunggu surat keputusan rekomendasi yang ditanda-tangani oleh Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri.

Kalau akibat perjuangan saya melawan fitnah Tempo ini menyebabkan saya tidak mendapatkan surat rekomendasi dari Ibu Megawati, yah apa boleh buat! Saya sudah berjuang dan harus siap menerima segala risiko.

Bagaimana dengan penyataan Hasto agar Anda mencabut laporan Polisi?

Begini, PDI-P tentu punya pertimbangan sendiri untuk mendiamkan fitnah yang dilakukan oleh Tempo. Saya harus menghargai itu. Tapi saya sudah sampaikan bahwa saya sudah dirugikan oleh pemberitaan Tempo. Saya ingin agar hak saya untuk melapor juga dihargai. Mungkin Hasto dan DPP PDI-P tidak ingin saya dikaitkan dengan mereka. Saya tegaskan, saya melaporkan karena ada kerugian pada kerja-kerja saya sebagai bakal calon Walikota Bandar Lampung dari PDI-Perjuangan. Nama besar partai yang telah difitnah dalam tulisan Tempo itulah yang menyebabkan kerugian saya. Kalau bukan dari PDI-Perjuangan, maka saya tidak akan pernah mempersoalkan pemberitaan majalah Tempo.

Saya juga merasa aneh, partai sebesar PDI-P dizalimi orang, saya yang bukan kader membela penuh PDI-P,-- lah malah saya diminta oleh pimpinan PDIP untuk berhenti membela partainya. Saya sejak tahun 1996 sudah berjuang di dalam Komite Pembela Megawati (KPM) yang dipimpin oleh Dr. Ribka Tjiptaning. Saya bersama kawan-kawan saya membangun KPM di Jawa Barat. Pada waktu penyerbuan Markas PDIP, 27 Juli 1996 di Jakarta saya bersama kawan-kawan KPM ikut dikejar-kejar pasukan khusus Orde Baru karena membela Megawati Soekarnoputri dari. Jadi bukan barusan saja saya membela ibu Megawati dan PDI-P.

Perlu diketahui walaupun saya bukan kader atau anggota PDI-P tapi hati saya selalu dibimbing oleh pikiran dan perjuangan ibu Megawati. Jangan mengklaim bahwa Megawati adalah hanya milik kader dan anggota PDIP saja. Karena Megawati berjuang dan pernah jadi presiden maka Megawati adalah milik rakyat Indonesia, di dalam maupun di luar PDIP. Tugas kita semua, yang di dalam maupun di luar PDI-P menjaga kehormatan Ibu Megawati. Tempo sudah menzalimi ibu Megawati dengan menyebutkan rekaman sadapan yang berbunyi “Koordinasi di TU (Teuku Umar)”.

Jadi kalau saya disuruh mencabut laporan polisi saya, saya ingin itu merupakan perintah langsung dari Ibu Megawati Soekarnoputri. Walaupun sudah terbayang kerugian saya karena harus menghadapi tuntutan rakyat dan team saya d Bandar Lampung. Namun saya sebagai anak bangsa, siap tunduk tunduk pada perintah ibu ideologis saya, pemimpin bangsa ini, Megawati Soekarnoputri. Bagi saya Megawati Soekarnoputri adalah ibu bangsa. Sebagai anak yang sudah tidak memiliki ibu kandung, saya Maruly akan patuh pada ibu ideologis saya, Megawati Soekarnoputri.

Jadi apa tuntutan anda pada Tempo?

Saya minta polisi periksa Pemred Tempo. Kalau Tempo bersedia minta maaf, jangan meminta maaf pada saya. Minta maaflah pada PDI-P dan Megawati Soekarnoputri, karena beliau adalah pemimpin tertinggi dalam hirarki PDI-P. Supaya rakyat di Bandar Lampung clear dan tetap yakin pada PDI-P. Siapapun yang maju nanti, PDI-P harus menang. Tapi kalau Tempo tidak mau minta maaf, maka saya akan lanjutkan tuntutan ke semua ranah hukum. Supaya jangan lagi ada pihak yang mengatasnamakan kebebasan pers tapi merugikan orang lain.

Anda anti pada Majalah Tempo?


Siapa bilang saya anti Tempo? Asal anda tahu saja, ketika majalah Tempo dibreidel pada tahuni 1994, saya dan teman-teman aktivis mahasiswa turun ke jalan. Bahkan kami mengadakan aksi solidaritas mogok makan menolak pembredelan Majalah Tempo di halaman kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonedia di Jalan Dipenogoro, Jakarta. Salah satu tuntutan saya saat itu adalah kebebasan pers. Tapi setelah puluhan tahun sejak itu, setelah Soeharto jatuh, dan kebebasan pers terbuka, saya melihat kecendrungan pers semakin liberal.

Di bawah naungan Undang-undang Pers, oknum wartawan yang tidak bertanggungjawab mencoba berlindung dari jeratan pasal pidana di KUHP. Saya tidak menentang kebebasan pers. Yang saya tentang adalah oknum wartawan yang berlindung di balik kebebasan pers untuk menyerang dan memfitnah orang lain. Untuk edisi kali ini, Tempo benar-benar merosot mutu pemberitaannya. Karena telah melancarkan tuduhan serius bahwa PDI-P melakukan kriminalisasi terhadap KPK hanya berdasar selebaran. Ceroboh sekali!

Karena itu, bila laporan Tempo benar, kenapa mereka gentar dan meminta saya melapor ke Dewan Pers? Kalau mereka merasa memang laporannya benar, seharusnya mereka mendukung laporan saya ke polisi. Silahkan buktikan tuduhan Tempo bahwa kriminalisasi KPK itu benar dilakukan PDI-P di pengadilan. Sebab, menurut hukum, siapa yang menuduh harus membuktikan kebenaran tuduhannya di pengadilan. Secara terbuka. Karena semua orang sama di depan hukum. Tak terkecuali wartawan. (web warouw)

Sumber: http://www.bergelora.com/nasional/po...-megawati.html

wah bakal makin ramai kayaknya...
0
10.3K
169
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan