Menumpuk Utang di Bank Bisa Mengguncang Ekonomi Negara!
TS
agus.duitpintar
Menumpuk Utang di Bank Bisa Mengguncang Ekonomi Negara!
Quote:
Ketika lagi ngumpul sama teman-teman ane, seorang teman nyeletuk “Aahh, gimana caranya gue kabur dari utang kartu kredit. Males banget, bayarnya. Toh bank udah kaya!”
Saat itu sih ane diem aja karena gak mau terkesan menggurui. Tapi setelah beberapa kali mendengar komentar serupa, “Bank rese banget nagih-nagih pake debt collector. Ngapain sih? Mereka kan udah kaya!” dan celetukan-celetukan sejenis lainnya, ane jadi agak-agak gatel pengen komen juga. Kenapa?
Quote:
1. Namanya ngutang, ya harus bayar dong. Ini udah prinsip dasar dari yang namanya tanggung jawab. Kalo gak niat bayar ya jangan ngutang. Temen aja kesel kan pasti kalo utang gak dibayar?
2. Kredit macet jelas ngaruh dong ke kinerja bank secara keseluruhan.Coba kalo semua debitur yang minjem ke suatu bank berbarengan gandengan tangan dan sepakat ga mau bayar. Dijamin bank ga punya modal lagi untuk ngasih kredit.
3. Tumpukan utang bank secara kolektif bisa turut membuat ekonomi negara jatuh, seperti yang pernah terjadi di Korsel! In akibat dari NPL alias non performing loan makin tinggi. Apa itu? Akan dijelaskan lebih jauh.
Nah selengkapnya coba deh agan simak bahasan berikut:
Quote:
Penting diketahui:
1. NPL: Non Performing Loan -> indikator dalam menilal kinerja bank.
2. NPL tinggi -> bank bermasalah. NPL rendah -> bank sehat. Salah satu contoh konkret penyebab NPL tinggi adalah kredit macet, karena debitur yang gagal atau gak niat bayar.
3. Karenanya bank selalu menjaga angka NPL rendah…agar bisa senantiasa beroperasi.
NPL yang tinggi juga bisa merugikan kita sebagai debitur! "NPL ini lah itu lah...apa ngaruhnya sama ane?" Baca dulu gan.
Kenapa? Simpelnya sih gini aja. NPL tinggi bisa bikin modal bank makin kecil, seperti yang telah ane terangkan di atas. Ini artinya KPR, KTA, dan berbagai kredit yang bisa memudahkan agan-agan semua semakin susah diluluskan. Ya iya, wong gak balik modal dari debitur yang lain…hehehe
Faktor tingginya NPL emang banyak. Tapi kredit macet lah yang mesti diperhatikan benar-benar oleh peminjam alias debitur. Kalau satu-dua debitur yang gagal bayar sih gak masalah. Tapi kalau banyak?
Salah satu contoh nyata adalah macetnya pembayaran tagihan kartu kredit. Makanya BI berusaha menertibkan risiko kredit bermasalah dari kartu kredit dengan membatasi kepemilikan kartu kredit berdasarkan pendapatan.
Simak lengkapnya:
Spoiler for Selengkapnya:
Meski porsi kredit bersumber kartu kredit relatif kecil dibandingkan total kredit perbankan macam KPR atau KTA, tetap saja bisa bikin masalah serius. Ada lho pengalaman negara lain yang ekonominya guncang gara-gara utangan kartu kredit.
Nah, kalau di Indonesia sendiri, potensi risiko kredit bermasalah lumayan besar lho.Ukur saja dari tingkat NPL akhir tahun 4,26%. Padahal sesuai ketentuan, nilai NPL yang bisa ditolerir makismal 5%. Mepet banget kan!
Aplikasinya dengan membatasi kepemilikan kartu kredit berdasarkan pendapatan seseorang. Sumber
Karenanya, kita ga boleh asal menuduh bank ‘jahat’ ketika melakukan tindakan untuk mengurangi kredit macet. Jangan heran kalau bank ‘memaksa’ debitur melunasi kewajiban dengan cara:
Quote:
1.Menagih kepada debitur bermasalah atau yang telat membayar tagihan. Kadang kala di sini debt collector diterjunkan demi ‘memaksa’ debitur segera melunasi kewajibannya.
2. Bank bisa melelang aset yang dijaminkan debitur saat meminjam dana. Melelang aset ini jadi solusi bank mendapatkan dananya kembali yang dipinjamkan ke debitur. | Sumber
Oke, terus gimana ceritanya ekonomi negara bisa terguncang gara-gara ngemplang utang bank?
Tahun 2003 Korea Selatan pernah mengalami krisis ekonomi. Salah satu biang utamanya adalah utang kartu kredit yang muncul gara-gara penerbit (bank) kurang hati-hati memberi fasilitas kartu kredit.
Quote:
Kebanyakan nasabah kartu kredit di Korea, menurut Anwar, memiliki lebih dari satu kartu kredit. "Mereka gali lobang tutup lobang, utang pada satu kartu kredit lalu dibayar yang satu terus utang kartu kredit yang lain sehingga utangnya berlipat ganda dari pendapatannya," urai Anwar Nasution yang ketika itu menjabat sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Asal tau aja,pengalaman itu bisa terulang di Indonesia:
Spoiler for Krismon...serem ah gan:
Quote:
Masalah kredit macet di Indonesia bisa saja terlihat dari NPL kartu kredit. Pada tahun 2011, NPL kartu kredit atau nilai tagihan yang masuk kategori kurang lancar, diragukan, dan macet sebesar 4,26%. Angka itu lebih tinggi dari NPL rata-rata perbankan sebesar 2,55% maupun NPL kredit konsumsi di angka 1,85%.
Makanya disiplin menggunakan kredit, dan BERTANGGUNG JAWAB dengan utang yang dimiliki penting banget. Gak hanya buat kepentingan debitur sendiri, tapi juga untuk menjaga keberlangsungan ekonomi yang sehat di suatu negara.
Quote:
Sekian ane ngocehnya. Ane gak bermaksud menggurui atau memberatkan diri untuk pihak tertentu. Ini imbauan aja untuk kebaikan bersama:
1. Bijak dan bertanggung jawablah dalam berutang.Emang teori lebih gampang dari praktek. Apalagi kredit bank terkadang melenakan, gara-gara gak terasa bedanya mana yang emang duit sendiri, mana yang hasil utang. Apalagi kartu kredit!
Quote:
Jadi setuju sama pendapat Difi A Johansyah, Kepala Humas Bank Indonesia. Dia bilang cara paling mudah mengenal diri sendiri lewat penggunaan kartu kredit. Dalam kartu kredit ada unsur yang mewakili diri sendiri. Ada disiplin, kehati hatian, batas kemampuan, boros atau juga pelit, kesemberonoan, gemar menggampangkan dan bahkan juga ketololan.
2. Disiplin diri bukan hanya buat kita aja. Tapi buat kepentingan masyarakat luas dan kepentingan negara. Program kredit usaha rakyat lagi digalakkan, dan berpotensi memajukan usaha mikro dan kecil di Indonesia. Gak lucu kalo program ini jadi gak jalan gara-gara pihak-pihak debitur yang pada malas’ bayar?
Makanya, jangan mentang-mentang utangnya ke bank, mikirnya bank punya banyak duit, terus kabur. Seandainya orang kayak gitu jumlahnya mayoritas di Indonesia, wah bisa menggoyang ekonomi negara. Jangan digoyang ya!