- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Persebaya 1927 Palsu!


TS
wong.edan.utd10
Persebaya 1927 Palsu!
Kumpulan berita
PSSI Sebut Pengaturan Skor Konsekuensi Logis di Sepak Bola
PSSI klaim telah berusaha melakukan proteksi terhadap pertandingan dari aksi pengaturan skor.
sumur1
sumur2
sumur3
sumur4
Berlanjut dibawah

Quote:
Metrotvnews.com, Jakarta: Ketua umum PSSI terpilih La Nyalla Mattalitti menegaskan bahwa Persebaya 1927 adalah palsu. Hal itu dijelaskannya secara berapi-api dalam acara "Suporter Bertanya, PSSI Menjawab", Minggu 5 Juli di Komplek Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
"Persebaya 1927 Saleh Mukadar itu adalah yang palsu. Kalau ada bonek ( suporter Persebaya) yang tidak setuju silahkan datang ke sini biar saya jelaskan," tegas La Nyalla berbicara dalam acara "Suporter Bertanya, PSSI Menjawab", Minggu (5/7/2017).
Tak bisa dipungkiri salah satu penyebab gagal bergulirnya Liga Indonesia 2015 adalah karena permasalahan legalitas yang dimiliki Persebaya Surabaya. Seperti diketahui, Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) sempat tidak meloloskan verifikasi Persebaya Surabaya dan Arema Cronus karena perkara legalitas klub.
Hal tersebutlah yang kemudian memberatkan PT. Liga Indonesia (PT.LI) selaku operator turnamen untuk tetap melanjutkan kompetisi. Padahal, BOPI sempat merestui agar Liga Indonesia tetap bergulir dengan 16 klub atau tanpa Persebaya dan Arema.
La Nyalla yang menjabat sebagai komisaris Persebaya pada musim sebelumnya langsung meluruskan masalah legalitas tersebut. Menurutnya BOPI yang dalam hal ini perpanjangan tangan Kemenpora telah mempermainkannya. Persebaya 1927 diakuinya telah dibeli karena kepengurusan sebelumnya yang dipimpin Saleh Mukadar tidak mampu menangani Persebaya 1927.
"Saleh Mukadar itu sudah tidak mampu membiayai Persebaya 1927, hingga akhirnya saya yang lunasi hutang-hutangnya. Bahkan sampai sekarang dia secara pribadi masih berhutang kepada saya Rp100 juta," ungkap La Nyalla
"Kalau tidak dibayar, biarlah saya minta kepada Allah SWT agar dosa saya ketika jadi preman dilimpahkan untuk Saleh Mukadar," tandasnya.
"Persebaya 1927 Saleh Mukadar itu adalah yang palsu. Kalau ada bonek ( suporter Persebaya) yang tidak setuju silahkan datang ke sini biar saya jelaskan," tegas La Nyalla berbicara dalam acara "Suporter Bertanya, PSSI Menjawab", Minggu (5/7/2017).
Tak bisa dipungkiri salah satu penyebab gagal bergulirnya Liga Indonesia 2015 adalah karena permasalahan legalitas yang dimiliki Persebaya Surabaya. Seperti diketahui, Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) sempat tidak meloloskan verifikasi Persebaya Surabaya dan Arema Cronus karena perkara legalitas klub.
Hal tersebutlah yang kemudian memberatkan PT. Liga Indonesia (PT.LI) selaku operator turnamen untuk tetap melanjutkan kompetisi. Padahal, BOPI sempat merestui agar Liga Indonesia tetap bergulir dengan 16 klub atau tanpa Persebaya dan Arema.
La Nyalla yang menjabat sebagai komisaris Persebaya pada musim sebelumnya langsung meluruskan masalah legalitas tersebut. Menurutnya BOPI yang dalam hal ini perpanjangan tangan Kemenpora telah mempermainkannya. Persebaya 1927 diakuinya telah dibeli karena kepengurusan sebelumnya yang dipimpin Saleh Mukadar tidak mampu menangani Persebaya 1927.
"Saleh Mukadar itu sudah tidak mampu membiayai Persebaya 1927, hingga akhirnya saya yang lunasi hutang-hutangnya. Bahkan sampai sekarang dia secara pribadi masih berhutang kepada saya Rp100 juta," ungkap La Nyalla
"Kalau tidak dibayar, biarlah saya minta kepada Allah SWT agar dosa saya ketika jadi preman dilimpahkan untuk Saleh Mukadar," tandasnya.
PSSI Sebut Pengaturan Skor Konsekuensi Logis di Sepak Bola
PSSI klaim telah berusaha melakukan proteksi terhadap pertandingan dari aksi pengaturan skor.
Quote:
Suara.com - Direktur Hukum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Aristo Pangaribuan menyebut pengaturan skor adalah konsekuensi logis dalam industri persepakbolaan, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain seperti Eropa.
"Pengaturan skor adalah konsekuensi logis mengingat ada orang-orang yang mau merusak sistem dengan mengatur sebuah pertandingan demi tujuan meraup keuntungan," ujarnya dalam acara "Suporter Bertanya? PSSI Menjawab" di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (5/7/2015).
Menurut dia, PSSI sejauh ini telah berusaha melakukan proteksi terhadap pertandingan yang diikuti oleh klub-klub anggotanya, namun yurisdiksi PSSI hanya terbatas pada pihak-pihak yang masuk dalam sistem organisasi melingkupi klub, manajer, pemain, pelatih, dan ofisial.
"Yang menjadi masalah kalau 'fixers' (pelaku pengaturan skor) ini berasal dari orang-orang di luar sistem," katanya.
Ia menjelaskan bahwa PSSI telah melakukan beberapa upaya proteksi salah satunya bekerjasama dengan lembaga riset asal Swiss, Sport Radar, untuk menganalisis pola-pola skor pertandingan dan kemudian menginvestigasi jika kemudian ditemukan potensi kecurangan.
Jika benar-benar terbukti melakukan kecurangan, maka pihak-pihak yang berada di dalam sistem organisasi PSSI akan mendapat sanksi dari Komite Disiplin.
"Sebagai contoh, PSSI pernah mengeluarkan sanksi berupa larangan beraktivitas seumur hidup untuk manajer dan pelatih PSIS Semarang karena terbukti melakukan praktik 'sepak bola gajah' dalam pertandingan melawan PSS Sleman pada Oktober 2014," katanya.
Terkait dengan pengusutan dan sanksi bagi pihak-pihak lain di luar sistem, menurut Aristo, pihaknya telah berkoordinasi dengan kepolisian karena hal tersebut sudah masuk ke ranah hukum pidana.
Dugaan pengaturan skor pertandingan sepak bola Indonesia di ajang nasional dan internasional dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh seseorang berinisial BS yang mengaku sebagai pelaku "match fixing" dalam kurun waktu 2000 hingga 2015.
Dalam laporan polisi yang dibuat pada 16 Juni 2015 itu disebutkan penyuapan periode 2000-2010 menggunakan dana APBD. Sedangkan dana penyuapan periode 2010-2015 berasal dari investor Malaysia berinisial DAS.
Tim advokasi BS juga memperdengarkan rekaman perbincangan pengaturan skor pertandingan timnas U-23 di SEA Games 2015 antara BS dengan seseorang yang diduga bandar judi atau investor dari Malaysia.
Berkaitan dengan rekaman tersebut, Aristo mengklaim bahwa bukti itu masih sangat prematur.
"Itu sebenarnya hanya tebak-tebakan skor tapi ditampilkan seolah-olah sebagai bukti pengaturan skor. Ini jelas menyakiti hati publik dan seluruh 'stakeholders' sepak bola," tuturnya.
Pria berkacamata itu juga terus menjalin koordinasi bukan hanya dengan polisi sebagai penegak hukum tetapi juga dengan induk organisasi olahraga serta para suporter untuk membantu pengungkapan praktik-praktik pengaturan skor ini.
Hal itu sejalan dengan pernyataan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang mengimbau masyarakat yang mengetahui dan memiliki data tentang pengaturan skor di sepak bola Indonesia untuk memberikan informasi pada kepolisian guna membantu penyelidikan.
"Silakan masyarakat yang punya data, serahkan kepada kami. Kami akan menyelidiki," kata Badrodin di Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Pria yang sembelumnya menjabat sebagak Wakapolri tersebut meyakini polisi bisa mengungkap mafia pengatur skor pertandingan sepak bola nasional dan bisa menangkap pelakunya karena Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pernah menangani kasus pengaturan skor di Eropa dan menangkap pelakunya di Indonesia.
Polisi Spanyol meminta bantuan Polri untuk menangkap pelaku pengaturan skor di Negeri Matador yang lari ke Indonesia.
"Kita pernah bantu polisi Spanyol untuk menangkap pelaku pengaturan skor di Eropa. Ini kita sudah pernah tangkap dan kita serahkan ke polisi Spanyol," kata dia. (Antara)
"Pengaturan skor adalah konsekuensi logis mengingat ada orang-orang yang mau merusak sistem dengan mengatur sebuah pertandingan demi tujuan meraup keuntungan," ujarnya dalam acara "Suporter Bertanya? PSSI Menjawab" di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (5/7/2015).
Menurut dia, PSSI sejauh ini telah berusaha melakukan proteksi terhadap pertandingan yang diikuti oleh klub-klub anggotanya, namun yurisdiksi PSSI hanya terbatas pada pihak-pihak yang masuk dalam sistem organisasi melingkupi klub, manajer, pemain, pelatih, dan ofisial.
"Yang menjadi masalah kalau 'fixers' (pelaku pengaturan skor) ini berasal dari orang-orang di luar sistem," katanya.
Ia menjelaskan bahwa PSSI telah melakukan beberapa upaya proteksi salah satunya bekerjasama dengan lembaga riset asal Swiss, Sport Radar, untuk menganalisis pola-pola skor pertandingan dan kemudian menginvestigasi jika kemudian ditemukan potensi kecurangan.
Jika benar-benar terbukti melakukan kecurangan, maka pihak-pihak yang berada di dalam sistem organisasi PSSI akan mendapat sanksi dari Komite Disiplin.
"Sebagai contoh, PSSI pernah mengeluarkan sanksi berupa larangan beraktivitas seumur hidup untuk manajer dan pelatih PSIS Semarang karena terbukti melakukan praktik 'sepak bola gajah' dalam pertandingan melawan PSS Sleman pada Oktober 2014," katanya.
Terkait dengan pengusutan dan sanksi bagi pihak-pihak lain di luar sistem, menurut Aristo, pihaknya telah berkoordinasi dengan kepolisian karena hal tersebut sudah masuk ke ranah hukum pidana.
Dugaan pengaturan skor pertandingan sepak bola Indonesia di ajang nasional dan internasional dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh seseorang berinisial BS yang mengaku sebagai pelaku "match fixing" dalam kurun waktu 2000 hingga 2015.
Dalam laporan polisi yang dibuat pada 16 Juni 2015 itu disebutkan penyuapan periode 2000-2010 menggunakan dana APBD. Sedangkan dana penyuapan periode 2010-2015 berasal dari investor Malaysia berinisial DAS.
Tim advokasi BS juga memperdengarkan rekaman perbincangan pengaturan skor pertandingan timnas U-23 di SEA Games 2015 antara BS dengan seseorang yang diduga bandar judi atau investor dari Malaysia.
Berkaitan dengan rekaman tersebut, Aristo mengklaim bahwa bukti itu masih sangat prematur.
"Itu sebenarnya hanya tebak-tebakan skor tapi ditampilkan seolah-olah sebagai bukti pengaturan skor. Ini jelas menyakiti hati publik dan seluruh 'stakeholders' sepak bola," tuturnya.
Pria berkacamata itu juga terus menjalin koordinasi bukan hanya dengan polisi sebagai penegak hukum tetapi juga dengan induk organisasi olahraga serta para suporter untuk membantu pengungkapan praktik-praktik pengaturan skor ini.
Hal itu sejalan dengan pernyataan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang mengimbau masyarakat yang mengetahui dan memiliki data tentang pengaturan skor di sepak bola Indonesia untuk memberikan informasi pada kepolisian guna membantu penyelidikan.
"Silakan masyarakat yang punya data, serahkan kepada kami. Kami akan menyelidiki," kata Badrodin di Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Pria yang sembelumnya menjabat sebagak Wakapolri tersebut meyakini polisi bisa mengungkap mafia pengatur skor pertandingan sepak bola nasional dan bisa menangkap pelakunya karena Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pernah menangani kasus pengaturan skor di Eropa dan menangkap pelakunya di Indonesia.
Polisi Spanyol meminta bantuan Polri untuk menangkap pelaku pengaturan skor di Negeri Matador yang lari ke Indonesia.
"Kita pernah bantu polisi Spanyol untuk menangkap pelaku pengaturan skor di Eropa. Ini kita sudah pernah tangkap dan kita serahkan ke polisi Spanyol," kata dia. (Antara)
Quote:
Suara.com - Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menuding Kemenpora sebagai dalang dari batalnya pertandingan antara Persipura melawan Pahang FA dalam laga Piala AFC pada 26 Mei lalu.
Sekretaris Jenderal PSSI Aswan Karim, di Jakarta, Minggu (5/7/2015), mengatakan penyebab batalnya pertandingan itu karena tiga orang pemain Pahang FA yang tidak bisa didatangkan ke Indonesia bukan sebatas terganjal masalah visa namun karena ada syarat administrasi baru yang disyaratkan oleh Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) pascakonflik PSSI-Kemenpora.
"Tiga pemain tidak bisa mendapatkan visa karena tambahan syarat administratif yaitu surat rekomendasi dari BOPI yang sebelumnya tidak pernah ada. Itu merupakan syarat birokratif pasca ricuhnya persepakbolaan nasional," ujarnya dalam acara "Suporter Bertanya? PSSI Menjawab".
Ia pun menegaskan bahwa PSSI selaku organisasi tertinggi sepak bola Indonesia telah berupaya mengurus segala syarat-syarat yang dibutuhkan agar pemain dari Pahang FA bisa tetap berlaga di Indonesia namun kesulitan memperoleh surat rekomendasi dari BOPI itu membuat pertandingan harus dibatalkan.
"Ini bukan pertama kalinya kami mengurus pertandingan yang melibatkan klub negara lain, jadi sebelum ada ketentuan baru itu kami tidak pernah kesulitan mendapatkan izin dari Dirjen Imigrasi (untuk mendatangkan pemain)," ujarnya.
Terkait dengan ketentuan baru tersebut, mantan Ketua BOPI Haryo Yuniarto menjelaskan bahwa BOPI seharusnya menjalankan fungsinya untuk memberi bantuan pada "stakeholders" olahraga apapun untuk melancarkan jalannya pertandingan yang sifatnya internasional.
Namun, menurut dia, kewenangan BOPI rupanya telah melenceng dari fungsi yang seharusnya.
"BOPI jelas mendapat instruksi dari kementerian dalam hal ini jajaran baru Kemenpora yang tidak paham sistem keolahragaan sehingga tingkah polahnya justru mempersulit pelaksanaan pertandingan," katanya.
Sikap Dirjen Imigrasi yang tidak mengeluarkan izin bagi pemain asing untuk datang ke Indonesia, menurut Haryo, tidak bisa disalahkan karena Dirjen Imigrasi sebagai bagian dari pemerintah berkewajiban menjaga kebijakan dari elemen pemerintah lain yaitu Kemenpora.
"Imigrasi menjaga institusi pemerintah, jadi dia juga menjaga kebijakan Kemenpora yaitu syarat baru surat dari BOPI itu," tuturnya.
Ia pun mengaku sempat membantu tim PSSI memperoleh rekomendasi dari BOPI tersebut sebelum pertandingan Persipura-Pahang FA dijalankan, namun karena kendala birokrasi, surat tersebut urung diperoleh tepat waktu.
"Jumat harusnya surat sudah keluar tapi personel BOPI yang menangani surat tersebut tidak ada di tempat, akhirnya surat baru didapat hari Sabtu padahal pada hari itu Dirjen Imigrasi tutup sehingga prosesnya terlambat," kata Haryo.
Atas batalnya pertandingan karena masalah visa tersebut, AFC kemudian memutuskan Persipura Jayapura kalah "walk-over" (WO) dari Pahang FA dengan skor 3-0. (Antara)
Sekretaris Jenderal PSSI Aswan Karim, di Jakarta, Minggu (5/7/2015), mengatakan penyebab batalnya pertandingan itu karena tiga orang pemain Pahang FA yang tidak bisa didatangkan ke Indonesia bukan sebatas terganjal masalah visa namun karena ada syarat administrasi baru yang disyaratkan oleh Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) pascakonflik PSSI-Kemenpora.
"Tiga pemain tidak bisa mendapatkan visa karena tambahan syarat administratif yaitu surat rekomendasi dari BOPI yang sebelumnya tidak pernah ada. Itu merupakan syarat birokratif pasca ricuhnya persepakbolaan nasional," ujarnya dalam acara "Suporter Bertanya? PSSI Menjawab".
Ia pun menegaskan bahwa PSSI selaku organisasi tertinggi sepak bola Indonesia telah berupaya mengurus segala syarat-syarat yang dibutuhkan agar pemain dari Pahang FA bisa tetap berlaga di Indonesia namun kesulitan memperoleh surat rekomendasi dari BOPI itu membuat pertandingan harus dibatalkan.
"Ini bukan pertama kalinya kami mengurus pertandingan yang melibatkan klub negara lain, jadi sebelum ada ketentuan baru itu kami tidak pernah kesulitan mendapatkan izin dari Dirjen Imigrasi (untuk mendatangkan pemain)," ujarnya.
Terkait dengan ketentuan baru tersebut, mantan Ketua BOPI Haryo Yuniarto menjelaskan bahwa BOPI seharusnya menjalankan fungsinya untuk memberi bantuan pada "stakeholders" olahraga apapun untuk melancarkan jalannya pertandingan yang sifatnya internasional.
Namun, menurut dia, kewenangan BOPI rupanya telah melenceng dari fungsi yang seharusnya.
"BOPI jelas mendapat instruksi dari kementerian dalam hal ini jajaran baru Kemenpora yang tidak paham sistem keolahragaan sehingga tingkah polahnya justru mempersulit pelaksanaan pertandingan," katanya.
Sikap Dirjen Imigrasi yang tidak mengeluarkan izin bagi pemain asing untuk datang ke Indonesia, menurut Haryo, tidak bisa disalahkan karena Dirjen Imigrasi sebagai bagian dari pemerintah berkewajiban menjaga kebijakan dari elemen pemerintah lain yaitu Kemenpora.
"Imigrasi menjaga institusi pemerintah, jadi dia juga menjaga kebijakan Kemenpora yaitu syarat baru surat dari BOPI itu," tuturnya.
Ia pun mengaku sempat membantu tim PSSI memperoleh rekomendasi dari BOPI tersebut sebelum pertandingan Persipura-Pahang FA dijalankan, namun karena kendala birokrasi, surat tersebut urung diperoleh tepat waktu.
"Jumat harusnya surat sudah keluar tapi personel BOPI yang menangani surat tersebut tidak ada di tempat, akhirnya surat baru didapat hari Sabtu padahal pada hari itu Dirjen Imigrasi tutup sehingga prosesnya terlambat," kata Haryo.
Atas batalnya pertandingan karena masalah visa tersebut, AFC kemudian memutuskan Persipura Jayapura kalah "walk-over" (WO) dari Pahang FA dengan skor 3-0. (Antara)
Quote:
Metrotvnews.com, Jakarta: Ketua umum The Jakmania Richard Achmad Supriyanto menekankan ia bersama ribuan anggotanya tidak akan mentah-mentah melakukan aksi untuk menuntut Kemenpora mencabut surat pembekuan PSSI. Ia mengklaim lebih mengedepankan penyelesaian kisruh melalui cara kekeluargaan atau lewat dialog.
"Kami masih menunggu konfirmasi pihak klub untuk terlibat langsung dalam kisruh sepak bola ini, dan sampai saat ini klub juga belum memberikan jawaban itu. Sejauh ini, kami menginginkan penyelesaian kisruh melalui dialog," kata Richard berbicara dalam acara "Suporter Bertanya, PSSI Menjawab" di Jakarta, Minggu (5/7/2017).
"Kalau memang dibutuhkan dan mendesak baru kami akan turun ramai-ramai," tambahnya.
Pernyataan Richard tersebut tidak lain adalah buntut dari usulan Djamal Aziz selaku exco PSSI. Sebelumnya, ia sempat mengimbau agar The Jak Mania mau turun ke jalan dan menuntut Kemenpora agar mencabut surat pembekuan PSSI. Klik: Djamal Aziz Minta The Jak Mania Turun ke Jalan
Sejauh ini anggota The Jak Mania sudah mencapai 72 orang yang lokasinya tersebar di seluruh Jabodetabek. Jika benar keinginan PSSI itu dituruti, tak mustahil jika ketertiban umum bakal terganggu.
"Kami masih menunggu konfirmasi pihak klub untuk terlibat langsung dalam kisruh sepak bola ini, dan sampai saat ini klub juga belum memberikan jawaban itu. Sejauh ini, kami menginginkan penyelesaian kisruh melalui dialog," kata Richard berbicara dalam acara "Suporter Bertanya, PSSI Menjawab" di Jakarta, Minggu (5/7/2017).
"Kalau memang dibutuhkan dan mendesak baru kami akan turun ramai-ramai," tambahnya.
Pernyataan Richard tersebut tidak lain adalah buntut dari usulan Djamal Aziz selaku exco PSSI. Sebelumnya, ia sempat mengimbau agar The Jak Mania mau turun ke jalan dan menuntut Kemenpora agar mencabut surat pembekuan PSSI. Klik: Djamal Aziz Minta The Jak Mania Turun ke Jalan
Sejauh ini anggota The Jak Mania sudah mencapai 72 orang yang lokasinya tersebar di seluruh Jabodetabek. Jika benar keinginan PSSI itu dituruti, tak mustahil jika ketertiban umum bakal terganggu.
sumur1
sumur2
sumur3
sumur4
Berlanjut dibawah
0
5.9K
Kutip
62
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan