- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Begini Perjuangan Agus Pulung Meraih Julukan Profesor Muda di Kanada


TS
nihilistic
Begini Perjuangan Agus Pulung Meraih Julukan Profesor Muda di Kanada

Quote:
Jakarta - Usianya masih 32 tahun dan tergolong muda untuk disebut 'profesor', Agus Pulung Sasmito pun bercerita tentang perjuangannya. Dia kini telah menjalankan tugas sebagai pengajar dan peneliti di McGill University di Kanada.
Bukan perjuangan yang mudah untuk meraih prestasi seperti Agus. Harus ada dorongan dari dalam diri yang kuat untuk terus ingin tahu dan mengeksplorasi hal-hal baru.
"Perjalanan pendidikan saya sebenarnya terbilang biasa-biasa saja seperti anak-anak desa di daerah pegunungan Wonosobo pada umumnya. Pendidikan dasar saya diawali dari sebuah SD negeri desa di SDN Kalibeber 1 yang kemudian dilanjutkan di SMP negeri kecamatan, SMP N 1 Mojotengah dan SMA negeri kabupaten di SMAN 1 Wonosobo. Lulus SMA tahun 2001, kebetulan saya mendapat undangan untuk melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada melalui jalur tanpa tes; penjaringan bibit unggul daerah (PBUD)," tutur Agus saat berbagi inspirasi dengan detikcom, Selasa (7/7/2015).
Proses perkuliahan tak banyak dibeberkan oleh dia. Hingga akhirnya tahun 2005 dia meraih gelar sarjana teknik.
"Alhamdulillah bisa menamatkan pendidikan S1 pada Desember 2005 dengan skripsi tentang desain energi panas bumi. Kemudian tahun 2006 melanjutkan S2 ke Jurusan Teknik Mesin di National University of Singapore (NUS) melalui beasiswa penuh dari ASEAN University Network/South East Asia Engineering Education Development-Network (AUN/SEED-Net) dan NUS Research Scholarship," ujar dia.
Kemudian pada tahun kedua dia ditawari oleh pembimbingnya untuk langsung 'loncat' ke jenjang doktoral tanpa harus menyelesaikan magister. Thesis yang baru dia susun itu pun berubah menjadi proposal S3.
"Program Direct PhD dari S1 langsung ke S3 merupakan hal yang umum di beberapa universitas di Singapura, US, UK, Kanada, dan lain-lain. Tahun 2010 akhirnya saya bisa menyelesaikan disertasi tentang sel bahan bakar energi hidrogen," kata dia.
Kemudian pada saat menunggu ujian disertasi ketika ambil S3, Agus menjadi peneliti di pusat teknologi mineral, metal dan mineral di Singapura. Akhirnya pada Maret 2011 dia sudah kantongi ijazah doktor.
Tahun berikutnya dia memutuskan untuk pindah ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab sekaligus melanjutkan penelitian pos doktoral di Masdar Institute. Penelitiannya itu fokus pada energi baru dan terbarukan di bawah bimbingan Massachusetts Institute of Technology (MIT) Amerika selama 1.5 tahun.
"Ketika berada di Abu Dhabi, saya mulai mencari lowongan dosen (professorship) dan mengirimkan lamaran ke tiga universitas; Khalifa University (Abu Dhabi), Aalto University (Finlandia) dan McGill University (Kanada). Setelah melewati berbagai macam proses seleksi yang cukup ketat, Alhamdulillah, ketiga-tiganya diterima," ungkap pemuda kelahiran Wonosobo ini.
Dia menyebut bahwa Khalifa University menawarkan gaji dan fasilitas yang sangat wah, Aalto University menawarkan posisi dosen (professorship) yang lebih tinggi sebagai profesor madya (associate prof), dan McGill University menawarkan fasilitas riset kelas dunia. McGill juga sudah sangat mapan (berdiri sejak 1821) dan masuk di top 21 universitas dunia.
"Akhirnya, untuk mengembangkan karir menuju riset kelas dunia, saya memutuskan untuk menerima tawaran sebagai Professor muda di Jurusan Teknik Pertambangan dan Material McGill University yang merupakan jurusan pertambangan tertua di Amerika utara," kata dia.
Lalu apakah ini berarti Agus merupakan profesor termuda di Indonesia?
"Kalau dibilang professor termuda, saya malahan tidak tahu itu. Sebenarnya banyak anak-anak muda hebat dari Indonesia yang berjaya di luar negeri dan mungkin lebih muda dari saya. Ada adik kelas saya di UGM dan NUS namanya Dr. Jundika Candra Kurnia yang sekarang mengajar di University Technology Petronas Malaysia, umurnya tiga tahun lebih muda dari saya malahan," sebut Agus.
"Saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua guru-guru saya mulai dari guru TK, SD, SMP, SMA, S1 sampai S3, juga guru mengaji di kampung, yang semuanya telah sangat berjasa mendidik saya professionally dan personally. Semua pencapaian ini juga tak bisa lepas dari peran kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan, doa dan usaha tanpa henti," lanjut dia.
Bukan perjuangan yang mudah untuk meraih prestasi seperti Agus. Harus ada dorongan dari dalam diri yang kuat untuk terus ingin tahu dan mengeksplorasi hal-hal baru.
"Perjalanan pendidikan saya sebenarnya terbilang biasa-biasa saja seperti anak-anak desa di daerah pegunungan Wonosobo pada umumnya. Pendidikan dasar saya diawali dari sebuah SD negeri desa di SDN Kalibeber 1 yang kemudian dilanjutkan di SMP negeri kecamatan, SMP N 1 Mojotengah dan SMA negeri kabupaten di SMAN 1 Wonosobo. Lulus SMA tahun 2001, kebetulan saya mendapat undangan untuk melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada melalui jalur tanpa tes; penjaringan bibit unggul daerah (PBUD)," tutur Agus saat berbagi inspirasi dengan detikcom, Selasa (7/7/2015).
Proses perkuliahan tak banyak dibeberkan oleh dia. Hingga akhirnya tahun 2005 dia meraih gelar sarjana teknik.
"Alhamdulillah bisa menamatkan pendidikan S1 pada Desember 2005 dengan skripsi tentang desain energi panas bumi. Kemudian tahun 2006 melanjutkan S2 ke Jurusan Teknik Mesin di National University of Singapore (NUS) melalui beasiswa penuh dari ASEAN University Network/South East Asia Engineering Education Development-Network (AUN/SEED-Net) dan NUS Research Scholarship," ujar dia.
Kemudian pada tahun kedua dia ditawari oleh pembimbingnya untuk langsung 'loncat' ke jenjang doktoral tanpa harus menyelesaikan magister. Thesis yang baru dia susun itu pun berubah menjadi proposal S3.
"Program Direct PhD dari S1 langsung ke S3 merupakan hal yang umum di beberapa universitas di Singapura, US, UK, Kanada, dan lain-lain. Tahun 2010 akhirnya saya bisa menyelesaikan disertasi tentang sel bahan bakar energi hidrogen," kata dia.
Kemudian pada saat menunggu ujian disertasi ketika ambil S3, Agus menjadi peneliti di pusat teknologi mineral, metal dan mineral di Singapura. Akhirnya pada Maret 2011 dia sudah kantongi ijazah doktor.
Tahun berikutnya dia memutuskan untuk pindah ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab sekaligus melanjutkan penelitian pos doktoral di Masdar Institute. Penelitiannya itu fokus pada energi baru dan terbarukan di bawah bimbingan Massachusetts Institute of Technology (MIT) Amerika selama 1.5 tahun.
"Ketika berada di Abu Dhabi, saya mulai mencari lowongan dosen (professorship) dan mengirimkan lamaran ke tiga universitas; Khalifa University (Abu Dhabi), Aalto University (Finlandia) dan McGill University (Kanada). Setelah melewati berbagai macam proses seleksi yang cukup ketat, Alhamdulillah, ketiga-tiganya diterima," ungkap pemuda kelahiran Wonosobo ini.
Dia menyebut bahwa Khalifa University menawarkan gaji dan fasilitas yang sangat wah, Aalto University menawarkan posisi dosen (professorship) yang lebih tinggi sebagai profesor madya (associate prof), dan McGill University menawarkan fasilitas riset kelas dunia. McGill juga sudah sangat mapan (berdiri sejak 1821) dan masuk di top 21 universitas dunia.
"Akhirnya, untuk mengembangkan karir menuju riset kelas dunia, saya memutuskan untuk menerima tawaran sebagai Professor muda di Jurusan Teknik Pertambangan dan Material McGill University yang merupakan jurusan pertambangan tertua di Amerika utara," kata dia.
Lalu apakah ini berarti Agus merupakan profesor termuda di Indonesia?
"Kalau dibilang professor termuda, saya malahan tidak tahu itu. Sebenarnya banyak anak-anak muda hebat dari Indonesia yang berjaya di luar negeri dan mungkin lebih muda dari saya. Ada adik kelas saya di UGM dan NUS namanya Dr. Jundika Candra Kurnia yang sekarang mengajar di University Technology Petronas Malaysia, umurnya tiga tahun lebih muda dari saya malahan," sebut Agus.
"Saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua guru-guru saya mulai dari guru TK, SD, SMP, SMA, S1 sampai S3, juga guru mengaji di kampung, yang semuanya telah sangat berjasa mendidik saya professionally dan personally. Semua pencapaian ini juga tak bisa lepas dari peran kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan, doa dan usaha tanpa henti," lanjut dia.
SUMUR
Salut dah buat agus, ente gantenk juga

orang cerdas tempatnya emang bukan di indon
Diubah oleh nihilistic 09-07-2015 21:16
0
3.4K
Kutip
20
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan