- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
BERTAHAN DALAM KEHANCURAN - CERBUNG


TS
rbrow32
BERTAHAN DALAM KEHANCURAN - CERBUNG
TS baru belajar nulis. Sebelumya hanya penggemar film. Maaf jika nulisnya masih kacau
Aku masuk ke rumah dan mencari handphone. Aku mendial nama Ibu berkali-kali tapi tak ada signal. Ku berlari dan mengambil HP nenekku dan sama saja. Nafas kembali tak terkendali, seketika emosiku naik dan aku banting handphone yang aku genggam. “Oh Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi.” Tubuhku mulai lemas dan gemetaran lagi. Aku mulai menangis lagi, ketakutan, keputus asaan. “Vi, tenang. Kita tak boleh putus asa.” Kak Yudi masuk bersama Andi, tetanggaku yang masih berumur 10 tahun. Dia tak lebih baik dari aku kondisinya. Sepertinya dia masih shock dan dari tadi hanya terdiam saja dengan pandangan kosong. Dia melihat seluruh sahabatnya meninggal di sekolahan. Ya Saat kejadian terjadi dia masih dalam kegiatan belajar mengajar. Letak SD masih di dalam kampung kami. Ketika dia kembali ke rumah semua keluarganya juga meninggal. Diantara kami bertiga hanya Kak Yudi yang begitu tenang, dia berumur 30 Tahun namun belum bekeluarga. Dia hanya tinggal bersama Ibunya dan yang posisinya juga masih bekerja pada jam itu. Sehingga dia juga masih belum tau apakah ibunya masih hidup atau tidak. “Vi, kamu harus tenang.” Kak Yudi mencoba menenangkanku lagi. “Vi kamu mau kemana?” Aku berlari menuju mobil,
“Aku harus pergi, aku harus tau keadaan Ibu, Ayah dan adik. Kunci.. kunci... ” aku kembali masuk mencari kunci. Kak Yudi menarik lenganku dan menatap mataku tajam. “Dengarkan kakakmu, kendalikan dirimu. Kamu duduk dulu, lihat Andi, dia butuh kita, dan kakak butuh kamu. Kita harus tetap bersama.” Kak Yudi ke dapur mengambil air mineral dan di berikan kepadaku dan Andi.
Bersambung...
Quote:
Dasar Cerita:
Cerita ini tentang bertahan hidup setelah perang dunia ke 3 yang hancur setelah bom, senjata kimia dll memporak porandakan bumi. Hanya segelintir orang yang mampu bertahan dan mencoba untuk melanjutkan kehidupan. Namun gejolak mulai terjadi ketika sifat dasar manusia untuk memperoleh kekuasaan menimbulkan konflik-konflik yang tak ada hentinya.
Cerita ini tentang bertahan hidup setelah perang dunia ke 3 yang hancur setelah bom, senjata kimia dll memporak porandakan bumi. Hanya segelintir orang yang mampu bertahan dan mencoba untuk melanjutkan kehidupan. Namun gejolak mulai terjadi ketika sifat dasar manusia untuk memperoleh kekuasaan menimbulkan konflik-konflik yang tak ada hentinya.
Quote:
Spoiler for post1:
Aku pikir ini adalah dunia setelah kiamat, keadaan yang begitu kacau sebelum kejadian ini berubah menjadi sunyi. Tubuhku merebah dan lurus memandang langit yang begitu cerah. Dari sadarku aku terdiam cukup hanya untuk memandangi awan yang bergerak pelan. Sayup sayup aku mendengar seseorang memanggil namaku, “Vivi, vi, sadar sadar !,” ku berpaling ke arah suara itu datang. Aku masih setengah bingung dan ku lihat itu kak Yudi, anak dari kakak Ibuku.
“kak Yudi, apa yang terjadi?” dengan suara beratku. Kemudian aku di bantu kakakku untuk duduk, tiba-tiba pusing dan aku bersandar di tangan kak Yudi. “Alhamdulillah ya Allah,” air mata kak Yudi menetes dengan raut wajah yang bahagia. Itu tak berlangsung lama dan tiba tiba wajah kak Yudi berubah menjadi sedih. Aku melihat di sekitar dan melihat tubuh yang bergelatakan di jalanan. “kak, apa yang terjadi?” kuulangi bertanya karena masih bingung dengan semuanya. Kak Yudi duduk, diam saja dengan kepala tertunduk dan tangan yang lemas. “kak?” ku tegaskan lagi tapi kak Yudi masih tidak merespon. Perlahan dengan sedikit terhuyung ku putuskan untuk beranjak menghampiri nenekku yang tergeletak tak jauh dari tempatku. “Mbah, tangi tangi..!” wajahnya sangat pucat dan aku mulai cemas. Ku goyangkan badannya tetap taka ada respon. Ku ulangi lagi dengan lebih kuat, tetap tak ada respone. Aku semakin cemas, aku mulai berteriak, “Mbah...!” ku pegang leher nenekku apa masih ada denyut nadinya. Dingin dan tak terasa sama sekali. Dia tak bernafas. Seketika aku histeris tak kuat menahan kesedihan ini. Nenekku meninggal. Aku masih terus menangis hingga kak Yudi datang memelukku.
Aku dan kak Yudi menyusuri kampung berharap menemukan lainnya yang masih hidup. Dan dari penduduk satu kampungku tersisa 3 orang yang masih hidup, termasuk aku. Di tengah kebingungan kami, kami mencoba untuk menenangkan diri dulu sebelum memutuskan tindakan apa yang bakal kami lakukan. Kita mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum semua keaddaan menjadi seperti ini.
Hari berlangsung seperti biasanya, aku menginput data-data tentang penjualan senapan karena aku berbisnis online senapan. Di depan TV nenekku berkomentar tentang apa yang terjadi di luar negeri yang sedang kisruh terjadinya perang dunia ke 3 hingga aku pun kena celotehannya. “Nduk, kapan kwe nikah? Iki lo perang wis mulai, adewe ora reti suk bakale kepiye. Koe yo wis 25 tahun. Ora pengen ngrasakke koyo kanca-kancamu?.” Aku mengehentikan kesibukanku di depan laptop dan menghampiri nenekku. Kupeluk nenekku dengan tersenyum kecil dan aku kembali melanjutkan pekerjaanku. Aku tak ingin berdebat dengan nenekku di pagi itu. Jam menunjukkan pukul 10 pagi, saat itu kita hanya berdua karena Ayah dan Ibuku pergi bekerja sejak subuh dan adik sudah berangkat kuliah. Diluar terdengar ramai, aku penasaran dan melihat dari kaca. Udara menjadi coklat kemerahan. Warga keluar rumah menuju jalan dan saling menanyakan ke yang lainnya mengapa udara berubah seperti ini. “Vi enek opo?” nenek yang penasaran ikut keluar. Dari kejauhan terdengar suara minta tolong, “tolong anakku pingsan..!” aku berlari menuju Ibu Bekti dan mencoba melihat keadaan anaknya. Baru aku periksa denyut anaknya tiba-tiba bu Bekti jatuh dengan badan kejang-kejang dan keluar cairan dari mulut dan hidungnya. Aku panik, kulihat di sekitar hampir semua orang mengalami hal serupa. Aku berlari menuju nenekku dan belum sampe setengah jalan aku mulai merasakan pusing dan susah bernafas. Nenekku hilang dari pandanganku dan saat itulah aku mulai tak sadarkan diri.
“kak Yudi, apa yang terjadi?” dengan suara beratku. Kemudian aku di bantu kakakku untuk duduk, tiba-tiba pusing dan aku bersandar di tangan kak Yudi. “Alhamdulillah ya Allah,” air mata kak Yudi menetes dengan raut wajah yang bahagia. Itu tak berlangsung lama dan tiba tiba wajah kak Yudi berubah menjadi sedih. Aku melihat di sekitar dan melihat tubuh yang bergelatakan di jalanan. “kak, apa yang terjadi?” kuulangi bertanya karena masih bingung dengan semuanya. Kak Yudi duduk, diam saja dengan kepala tertunduk dan tangan yang lemas. “kak?” ku tegaskan lagi tapi kak Yudi masih tidak merespon. Perlahan dengan sedikit terhuyung ku putuskan untuk beranjak menghampiri nenekku yang tergeletak tak jauh dari tempatku. “Mbah, tangi tangi..!” wajahnya sangat pucat dan aku mulai cemas. Ku goyangkan badannya tetap taka ada respon. Ku ulangi lagi dengan lebih kuat, tetap tak ada respone. Aku semakin cemas, aku mulai berteriak, “Mbah...!” ku pegang leher nenekku apa masih ada denyut nadinya. Dingin dan tak terasa sama sekali. Dia tak bernafas. Seketika aku histeris tak kuat menahan kesedihan ini. Nenekku meninggal. Aku masih terus menangis hingga kak Yudi datang memelukku.
Aku dan kak Yudi menyusuri kampung berharap menemukan lainnya yang masih hidup. Dan dari penduduk satu kampungku tersisa 3 orang yang masih hidup, termasuk aku. Di tengah kebingungan kami, kami mencoba untuk menenangkan diri dulu sebelum memutuskan tindakan apa yang bakal kami lakukan. Kita mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum semua keaddaan menjadi seperti ini.
Hari berlangsung seperti biasanya, aku menginput data-data tentang penjualan senapan karena aku berbisnis online senapan. Di depan TV nenekku berkomentar tentang apa yang terjadi di luar negeri yang sedang kisruh terjadinya perang dunia ke 3 hingga aku pun kena celotehannya. “Nduk, kapan kwe nikah? Iki lo perang wis mulai, adewe ora reti suk bakale kepiye. Koe yo wis 25 tahun. Ora pengen ngrasakke koyo kanca-kancamu?.” Aku mengehentikan kesibukanku di depan laptop dan menghampiri nenekku. Kupeluk nenekku dengan tersenyum kecil dan aku kembali melanjutkan pekerjaanku. Aku tak ingin berdebat dengan nenekku di pagi itu. Jam menunjukkan pukul 10 pagi, saat itu kita hanya berdua karena Ayah dan Ibuku pergi bekerja sejak subuh dan adik sudah berangkat kuliah. Diluar terdengar ramai, aku penasaran dan melihat dari kaca. Udara menjadi coklat kemerahan. Warga keluar rumah menuju jalan dan saling menanyakan ke yang lainnya mengapa udara berubah seperti ini. “Vi enek opo?” nenek yang penasaran ikut keluar. Dari kejauhan terdengar suara minta tolong, “tolong anakku pingsan..!” aku berlari menuju Ibu Bekti dan mencoba melihat keadaan anaknya. Baru aku periksa denyut anaknya tiba-tiba bu Bekti jatuh dengan badan kejang-kejang dan keluar cairan dari mulut dan hidungnya. Aku panik, kulihat di sekitar hampir semua orang mengalami hal serupa. Aku berlari menuju nenekku dan belum sampe setengah jalan aku mulai merasakan pusing dan susah bernafas. Nenekku hilang dari pandanganku dan saat itulah aku mulai tak sadarkan diri.
Quote:
Spoiler for post2:
“Aku harus pergi, aku harus tau keadaan Ibu, Ayah dan adik. Kunci.. kunci... ” aku kembali masuk mencari kunci. Kak Yudi menarik lenganku dan menatap mataku tajam. “Dengarkan kakakmu, kendalikan dirimu. Kamu duduk dulu, lihat Andi, dia butuh kita, dan kakak butuh kamu. Kita harus tetap bersama.” Kak Yudi ke dapur mengambil air mineral dan di berikan kepadaku dan Andi.
Bersambung...
Diubah oleh rbrow32 14-07-2015 22:23
0
1.3K
Kutip
3
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan