- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Lapangan bola itu kini


TS
cacing87
Lapangan bola itu kini
"Weuy kadieu oper bolana, weuy"
Teriakan-teriakan itu terdengar dari sekumpulan anak-anak yang sedang bermain bola di sore hari. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat, bertanda magrib akan segera tiba. Anak-anak kampung itu masih asyik memperebutkan bola lalu memasukannnya ke gawang kecil. Gawang itu pembatasnya hanyalah sendal jepit.
Lapangan merah masyarakat sekitar menyebutnya begitu, lapangan bola yang terletak di tengah-tengah perumahan penduduk itu selalu ramai saat sore hari. Anak-anak sampai dewasa berkumpul di lapangan merah untuk bermain bukan hanya sepakbola, ada yang bermain sepeda, anak perempuan bermain ajleng-ajlengan sedangkan anak-anak yang hobi bola bermain secara bergiliran. Orang Dewasa mendapatkan jatah bermain jam 5 sore, sedangkan anak-anak kecil kebagian bermain jam 3 terkadang ada yang bermain jam 1 siang.
Setiap musim kemarau akan tiba lapang merah akan menjadi tuan rumah pagelaran turnamen-turnamen besar yang diselenggarakan oleh Karang Taruna Desa. Lapangan itu di tutup layaknya stadion, sebelum pertandingan akan dimulai. Panitia membewarakan terlebih dahulu dengan berkeliling kampung dan desa menggunakan mobil bahwa di sore hari ada pertandingan.
Sore harinya, orang-orang berbondong-bondong berdatangan dari kampung seberang atau Desa lain melihat pertandingan di lapang merah. Panitia dengan sigap sudah menyiapkan tiket dan bonus sebungkus rokok sebagai sponsor menemani menonton pertandingan.
Gue masih ingat saat itu berumur 8 - 9 tahun. Ibu adalah anggota PKK di Desa, beliau waktu itu masih muda sekitar umuran 20 atau 25 tahunan. Maklum ibu gue menikah muda. Setiap ada event di lapangan merah, beliau selalu ikut serta, entah sebagai penjaga karcis ataupun panitia konsumsi. Iyak ibu gue senang dan bahagia menjadi panitia walau katanya beliau kadang dibayar hanya dengan makan bakso bersama bareng panita lainnya.
Setiap sore diwaktu itu adalah hiburan bagi gue. Ada event turnamen bola ataupun tidak lapangan merah adalah tempat bermain yang menyenangkan bagi gue. Bermain bola, bermain sepeda, bermain layangan semua gue lakuin di lapangan merah. Iyak. masa kecil gue hampir setengahnya di lapangan merah itu setiap sore.
Beranjak dewasa event turnamen bola di lapangan merah makin terkikis. sudah jarang, Tapi untuk hiburan rakyat lapangan merah masih ramai. Terkadang dari perusahaan rokok menggelar layar tancap saat malam minggu, ada juga komedi putar yang datang setiap habis panen padi.
Gue selalu ketiban rejeki saat ada hiburan rakyat, entah itu layar tancap atau komedi putar, gue selalu jualan koran saat ada layar tancap dan jaga parkir saat ada komedi putar. Ah. lapang merah memang selalu memberikan gue kesenangan.
"Hahahaahaha asup.... Huhuhuhuhuh.."
Terdengar kembali teriakan anak-anak kecil yang bermain di lapang merah itu, mereka tertawa senang saat temannya mencetak gol dan meledek teman-temannya yang kalah.
Gue mentap langit sore, sebentar lagi suara adzan magrib akan berkumandang. Iyak tak lama kemudian anak-anak yang bermain bola itu bubar satu persatu. Adzan magrib adalah peluit akhir permainan mereka.
Ingatan gue kembali ke masa kecil, saat itu persis seperti anak-anak yang bermain. Gue dan teman-teman saat terdengar adzan magrib, masing-masing membubarkan diri pertanda pertandingan usai.
Kini lapang merah itu sepi, tak terdengar lagi teriakan anak-anak yang bermain bola
Iyak, saat gue liburan kerja. Sore-sore gue melongok tempat bermain saat kecil. Tak ada lari-larian anak-anak kecil, tak ada teriakan, tak ada yang bermain sepeda, tak ada cewek gebetan waktu kecil yang nonton saat gue bermain bola. yang ada hanya dua ayam yang sedang mencari makan.
Miris hati kecil ini saat melihat lapangan merah itu saat gue dewasa dia tak ada sepakbola, tak ada anak kecil yang berlari mengejar bola, yang berkelahi dan menangis.
Zaman semakin maju, teknologi semakin canggih, anak kecil sekarang lebih senang bermain dengan gadget dan berkendara motor ngebut-ngebut saat sore hari. Kadang bermain di warnet atau menghabiskan waktu di tempat rental playstation. Terkadang gue ingin kembali ke masa dimana gue kecil. Bermain bola sore hari dan menunggu gebetan pulang sekolah agama melewati lapang merah itu. Iyak dulu gue saat kecil punya gebetan dan setiap pulang sekolah agama gebetan gue itu pulang melewati lapang merah. Hati gue pun bersorak saat mata melihat dia berada dipinggir lapang melihat gue memainkan sikulit bundar. Ah andai ....lagunya Gigi.
Saat tim gue kalah, mata gue selalu memandang ke arah selatan
melihat langit persis seperti di photo ini
Gue dulu punya pacar orang selatan, entah sugesti darimana setiap gue bermain bola, jika tim gue kalah dan gue ikut bermain, gue selalu memandang langit ke arah selatan dan membayangkan bahwa pacar gue sedang menonton gue bermain bola. Setelah itu semangat gue kembali menggebu walau akhirnya tim gue kalah juga.
Teman sepermainan gue hampir sebagian sudah menikah dan mempunyai anak, hanya beberapa teman seangkatan gue yang belum menikah dan masih sering bermain bola di lapangan merah itu. itupun dua tiga tahun yang lalu. Sekarang seperti yang terlihat digambar. Sepi.
Gue beranjak dari tempat duduk setelah lama menatap setiap sudut lapangan merah itu. Batin gue berkecamuk. Ingatan gue berputar mengingat setiap detil yang gue lakuin bersama dilapangan ini. Menarik nafas dan menghembuskannya adalah emosi sedih yang tidak bisa gue keluarkan lewat air mata.
Teriakan-teriakan itu terdengar dari sekumpulan anak-anak yang sedang bermain bola di sore hari. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat, bertanda magrib akan segera tiba. Anak-anak kampung itu masih asyik memperebutkan bola lalu memasukannnya ke gawang kecil. Gawang itu pembatasnya hanyalah sendal jepit.
Lapangan merah masyarakat sekitar menyebutnya begitu, lapangan bola yang terletak di tengah-tengah perumahan penduduk itu selalu ramai saat sore hari. Anak-anak sampai dewasa berkumpul di lapangan merah untuk bermain bukan hanya sepakbola, ada yang bermain sepeda, anak perempuan bermain ajleng-ajlengan sedangkan anak-anak yang hobi bola bermain secara bergiliran. Orang Dewasa mendapatkan jatah bermain jam 5 sore, sedangkan anak-anak kecil kebagian bermain jam 3 terkadang ada yang bermain jam 1 siang.
Setiap musim kemarau akan tiba lapang merah akan menjadi tuan rumah pagelaran turnamen-turnamen besar yang diselenggarakan oleh Karang Taruna Desa. Lapangan itu di tutup layaknya stadion, sebelum pertandingan akan dimulai. Panitia membewarakan terlebih dahulu dengan berkeliling kampung dan desa menggunakan mobil bahwa di sore hari ada pertandingan.
Sore harinya, orang-orang berbondong-bondong berdatangan dari kampung seberang atau Desa lain melihat pertandingan di lapang merah. Panitia dengan sigap sudah menyiapkan tiket dan bonus sebungkus rokok sebagai sponsor menemani menonton pertandingan.
Gue masih ingat saat itu berumur 8 - 9 tahun. Ibu adalah anggota PKK di Desa, beliau waktu itu masih muda sekitar umuran 20 atau 25 tahunan. Maklum ibu gue menikah muda. Setiap ada event di lapangan merah, beliau selalu ikut serta, entah sebagai penjaga karcis ataupun panitia konsumsi. Iyak ibu gue senang dan bahagia menjadi panitia walau katanya beliau kadang dibayar hanya dengan makan bakso bersama bareng panita lainnya.
Setiap sore diwaktu itu adalah hiburan bagi gue. Ada event turnamen bola ataupun tidak lapangan merah adalah tempat bermain yang menyenangkan bagi gue. Bermain bola, bermain sepeda, bermain layangan semua gue lakuin di lapangan merah. Iyak. masa kecil gue hampir setengahnya di lapangan merah itu setiap sore.
Beranjak dewasa event turnamen bola di lapangan merah makin terkikis. sudah jarang, Tapi untuk hiburan rakyat lapangan merah masih ramai. Terkadang dari perusahaan rokok menggelar layar tancap saat malam minggu, ada juga komedi putar yang datang setiap habis panen padi.
Gue selalu ketiban rejeki saat ada hiburan rakyat, entah itu layar tancap atau komedi putar, gue selalu jualan koran saat ada layar tancap dan jaga parkir saat ada komedi putar. Ah. lapang merah memang selalu memberikan gue kesenangan.
"Hahahaahaha asup.... Huhuhuhuhuh.."
Terdengar kembali teriakan anak-anak kecil yang bermain di lapang merah itu, mereka tertawa senang saat temannya mencetak gol dan meledek teman-temannya yang kalah.
Gue mentap langit sore, sebentar lagi suara adzan magrib akan berkumandang. Iyak tak lama kemudian anak-anak yang bermain bola itu bubar satu persatu. Adzan magrib adalah peluit akhir permainan mereka.
Ingatan gue kembali ke masa kecil, saat itu persis seperti anak-anak yang bermain. Gue dan teman-teman saat terdengar adzan magrib, masing-masing membubarkan diri pertanda pertandingan usai.
Kini lapang merah itu sepi, tak terdengar lagi teriakan anak-anak yang bermain bola
Iyak, saat gue liburan kerja. Sore-sore gue melongok tempat bermain saat kecil. Tak ada lari-larian anak-anak kecil, tak ada teriakan, tak ada yang bermain sepeda, tak ada cewek gebetan waktu kecil yang nonton saat gue bermain bola. yang ada hanya dua ayam yang sedang mencari makan.
Miris hati kecil ini saat melihat lapangan merah itu saat gue dewasa dia tak ada sepakbola, tak ada anak kecil yang berlari mengejar bola, yang berkelahi dan menangis.
Zaman semakin maju, teknologi semakin canggih, anak kecil sekarang lebih senang bermain dengan gadget dan berkendara motor ngebut-ngebut saat sore hari. Kadang bermain di warnet atau menghabiskan waktu di tempat rental playstation. Terkadang gue ingin kembali ke masa dimana gue kecil. Bermain bola sore hari dan menunggu gebetan pulang sekolah agama melewati lapang merah itu. Iyak dulu gue saat kecil punya gebetan dan setiap pulang sekolah agama gebetan gue itu pulang melewati lapang merah. Hati gue pun bersorak saat mata melihat dia berada dipinggir lapang melihat gue memainkan sikulit bundar. Ah andai ....lagunya Gigi.
Saat tim gue kalah, mata gue selalu memandang ke arah selatan
melihat langit persis seperti di photo ini
Gue dulu punya pacar orang selatan, entah sugesti darimana setiap gue bermain bola, jika tim gue kalah dan gue ikut bermain, gue selalu memandang langit ke arah selatan dan membayangkan bahwa pacar gue sedang menonton gue bermain bola. Setelah itu semangat gue kembali menggebu walau akhirnya tim gue kalah juga.
Teman sepermainan gue hampir sebagian sudah menikah dan mempunyai anak, hanya beberapa teman seangkatan gue yang belum menikah dan masih sering bermain bola di lapangan merah itu. itupun dua tiga tahun yang lalu. Sekarang seperti yang terlihat digambar. Sepi.
Gue beranjak dari tempat duduk setelah lama menatap setiap sudut lapangan merah itu. Batin gue berkecamuk. Ingatan gue berputar mengingat setiap detil yang gue lakuin bersama dilapangan ini. Menarik nafas dan menghembuskannya adalah emosi sedih yang tidak bisa gue keluarkan lewat air mata.
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 1 suara
23
2
100%
1
0%
0
2.4K
25


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan