- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bersatu Padu Membangun Stabilitas Pangan Nasional


TS
panggalobomba
Bersatu Padu Membangun Stabilitas Pangan Nasional

Quote:
Pemerintah harus menyatukan langkah dan mengonsolidasikan upaya memperkuat ekonomi. Aksi yang mendesak ialah mempercepat belanja dan penyerapan anggaran yang masih tersendat-sendat, mempercepat gerakan pembangunan infrastruktur, dan memberikan pesan positif kepada pasar. Pemerintahan yang tepat memang harus siap menanggung risiko atas kebijakan yang pahit di awal-awal, tetapi mendatangkan manfaat jangka panjang. Namun, itu tidak berarti mengabaikan sama sekali katup pengaman jangka pendek. Utamakan investasi yang menyerap banyak tenaga kerja. Selalu pula mengevaluasi investasi demi menjaga efektivitasnya dalam mendorong perekonomian. Investasi proyek-proyek pembangunan infrastruktur harus dipercepat bagaimanapun caranya, asalkan tidak masuk kantong pribadi. Peluang untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi tetap besar. Proyek-proyek infrastruktur digembar-gemborkan akan mampu mendorong laju perekonomian. Kebijakan mempermudah investasi digalakkan untuk menarik lebih banyak investor. Namun di sisi lain, penyerapan belanja modal di pemerintah belum mengalami perbaikan. Sudah sewajarnya pemerintah senantiasa menghembuskan optimisme. Namun, optimisme yang tidak disertai dasar yang kuat hanya akan menjadi angin sejuk yang lewat di luar ruang tertutup berhawa panas.
Tingkat Inflansi
Tidak dapat dimungkiri masalah mendesak yang dihadapi pemerintah saat ini ialah bagaimana menjinakkan inflasi. Jika melihat faktor musiman, tingkat inflasi dipastikan kembali naik di Juni hingga Juli yang merupakan periode Ramadan dan perayaan Lebaran. Patut diakui, cukup sulit bagi pemerintah untuk menahan laju inflasi di dua bulan ke depan. Sudah lazim terjadi harga bahan pangan akan naik mengikuti tingginya permintaan. Apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pada Mei 2015 mencapai 0,5% atau tertinggi dalam tujuh tahun terakhir dalam bulan yang sama. Inflasi itu dipicu kenaikan harga bahan makanan. Namun, kondisi itu bukan berarti membuat pemerintah boleh pasrah dan membiarkan inflasi melonjak dengan alasan itu merupakan siklus tahunan. Alasan seperti itu sama halnya ketika pemerintah selalu menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebab ketika nilai tukar rupiah dan bursa saham melemah. Padahal, faktor domestik tidak sedikit memberikan andil. Kini, pemerintah memperoleh momen untuk bergerak untuk mengendalikan penyebab inflasi. Momen pengendalian harga kali ini ialah bertepatan dengan perombakan di tubuh Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). Lembaga itu, melalui perwakilan di daerah, bekerja sama erat dengan pemerintah daerah mengatasi lonjakan inflasi yang berhubungan dengan pangan di wilayah setempat. Koordinasi intens dan harmonis dengan pemda amat penting karena penyebab kenaikan harga kerap bersifat endemik. Misalnya, kekurangan stok udang bisa memicu inflasi tinggi di Cirebon. Pasalnya, udang banyak dipakai untuk bahan membuat kerupuk udang dan taucho udang, makanan yang bisa disebut sebagai pangan utama di Cirebon.
Melambungnya Harga Bahan Pangan
Ironi terbesar bangsa Indonesia adalah ketika sumber agraria yang sangat melimpah yang dimiliki tidak kunjung mampu menghadirkan kedaulatan pangan bagi jutaan rakyat. Bahan pangan ada dan diproduksi sekitar 46% rakyat yang menjadi petani, namun selalu dikuasai tangan-tangan jahat/mafia para pemburu rente. Tengoklah saban menjelang hari besar keagamaan, harga pangan selalu membubung hingga tidak terjangkau oleh rakyat kebanyakan. Rakyat melihat ada bahan pangan di depan mata, tetapi tidak kuasa membelinya. Harga sejumlah bahan pangan, seperti beras, telur, daging, dan cabai, terus naik serta belum bisa sepenuhnya dikendalikan. Kejadiannya pun persis beberapa pekan menjelang Ramadan tiba. Pemerintah memang terus berusaha memenangi pertempuran melawan pemburu rente pangan, tetapi harus diakui hingga kini jejak kemenangan masih jauh.
Dukungan Semua Pihak
Rencana Menteri Perdagangan untuk memperpendek waktu penyimpanan pangan di tingkat pedagang dari semula tiga bulan menjadi kurang dari waktu itu harus didukung semua elemen pemerintahan. Tegakkan aturan dan sanksi sebagaimana telah diamanatkan di dalam UU untuk menunjukkan tangan negara memang kuasa menjerat para mafia. Pada saat yang bersamaan, segera terbitkan peraturan presiden yang berisi beleid tentang pengendalian harga pangan sebagai patokan referensi harga. Perpres tersebut harus menjadi panduan bagi pemangku kepentingan di sektor pangan agar harga tidak selalu dimainkan. Beri hukuman yang berat kepada para pemburu rente karena aksi yang mereka lakukan tidak kalah jahat jika dibandingkan dengan tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkoba. Lakukan pula langkah all-out membenahi jalur distribusi bahan pangan dengan memanfaatkan seluruh moda yang ada, baik darat, laut, maupun udara. Jangan melulu menggantungkan jalur distribusi yang sudah ada lewat darat. Dengan langkah serempak tersebut, tangan negara akan makin kukuh dan lambat laun para penjahat pangan akan terjerat. Kalau di sektor energi, khususnya migas, kuasa negara mulai tampak, mestinya hal serupa juga bisa dilakukan di sektor pangan.
Mengasah Kejelian Bulog
Pemerintah berkomitmen memperkuat kelembagaan Bulog dan menjadikannya sebagai ujung tombak pengendalian harga pangan. Sesuai dengan namanya, Bulog tidak hanya bertanggung jawab untuk menstabilkan harga beras, tetapi juga bahan pangan lainnya. Tidak perlu berlama-lama, maka jadikan momen Ramadan dan Lebaran tahun 2015 sebagai titik awal mengasah Bulog menjadi ujung tombak pengendalian harga pangan. Payung hukum dan aturan-aturan turunan untuk merealisasikan fungsi tersebut jangan sampai tertahan. Itu termasuk perangkat pengawasan yang ketat agar Bulog tidak keluar dari rel dan dimanfaatkan sebagai kasir untuk keperluan golongan penguasa. “Ingat, menjadi kewajiban pemerintah memastikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat berupa pangan, sandang, dan papan dengan harga terjangkau”. Apalah artinya stok mencukupi jika harganya terlampau mahal. Buat apa ada Bulog bila kendali harga pangan berada di tangan para spekulan yang menguasai stok? bukan omongan yang mengenyangkan perut rakyat, melainkan sikap tegas dan realisasi komitmen dan janji-janji.
Tingkat Inflansi
Tidak dapat dimungkiri masalah mendesak yang dihadapi pemerintah saat ini ialah bagaimana menjinakkan inflasi. Jika melihat faktor musiman, tingkat inflasi dipastikan kembali naik di Juni hingga Juli yang merupakan periode Ramadan dan perayaan Lebaran. Patut diakui, cukup sulit bagi pemerintah untuk menahan laju inflasi di dua bulan ke depan. Sudah lazim terjadi harga bahan pangan akan naik mengikuti tingginya permintaan. Apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pada Mei 2015 mencapai 0,5% atau tertinggi dalam tujuh tahun terakhir dalam bulan yang sama. Inflasi itu dipicu kenaikan harga bahan makanan. Namun, kondisi itu bukan berarti membuat pemerintah boleh pasrah dan membiarkan inflasi melonjak dengan alasan itu merupakan siklus tahunan. Alasan seperti itu sama halnya ketika pemerintah selalu menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebab ketika nilai tukar rupiah dan bursa saham melemah. Padahal, faktor domestik tidak sedikit memberikan andil. Kini, pemerintah memperoleh momen untuk bergerak untuk mengendalikan penyebab inflasi. Momen pengendalian harga kali ini ialah bertepatan dengan perombakan di tubuh Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). Lembaga itu, melalui perwakilan di daerah, bekerja sama erat dengan pemerintah daerah mengatasi lonjakan inflasi yang berhubungan dengan pangan di wilayah setempat. Koordinasi intens dan harmonis dengan pemda amat penting karena penyebab kenaikan harga kerap bersifat endemik. Misalnya, kekurangan stok udang bisa memicu inflasi tinggi di Cirebon. Pasalnya, udang banyak dipakai untuk bahan membuat kerupuk udang dan taucho udang, makanan yang bisa disebut sebagai pangan utama di Cirebon.
Melambungnya Harga Bahan Pangan
Ironi terbesar bangsa Indonesia adalah ketika sumber agraria yang sangat melimpah yang dimiliki tidak kunjung mampu menghadirkan kedaulatan pangan bagi jutaan rakyat. Bahan pangan ada dan diproduksi sekitar 46% rakyat yang menjadi petani, namun selalu dikuasai tangan-tangan jahat/mafia para pemburu rente. Tengoklah saban menjelang hari besar keagamaan, harga pangan selalu membubung hingga tidak terjangkau oleh rakyat kebanyakan. Rakyat melihat ada bahan pangan di depan mata, tetapi tidak kuasa membelinya. Harga sejumlah bahan pangan, seperti beras, telur, daging, dan cabai, terus naik serta belum bisa sepenuhnya dikendalikan. Kejadiannya pun persis beberapa pekan menjelang Ramadan tiba. Pemerintah memang terus berusaha memenangi pertempuran melawan pemburu rente pangan, tetapi harus diakui hingga kini jejak kemenangan masih jauh.
Dukungan Semua Pihak
Rencana Menteri Perdagangan untuk memperpendek waktu penyimpanan pangan di tingkat pedagang dari semula tiga bulan menjadi kurang dari waktu itu harus didukung semua elemen pemerintahan. Tegakkan aturan dan sanksi sebagaimana telah diamanatkan di dalam UU untuk menunjukkan tangan negara memang kuasa menjerat para mafia. Pada saat yang bersamaan, segera terbitkan peraturan presiden yang berisi beleid tentang pengendalian harga pangan sebagai patokan referensi harga. Perpres tersebut harus menjadi panduan bagi pemangku kepentingan di sektor pangan agar harga tidak selalu dimainkan. Beri hukuman yang berat kepada para pemburu rente karena aksi yang mereka lakukan tidak kalah jahat jika dibandingkan dengan tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkoba. Lakukan pula langkah all-out membenahi jalur distribusi bahan pangan dengan memanfaatkan seluruh moda yang ada, baik darat, laut, maupun udara. Jangan melulu menggantungkan jalur distribusi yang sudah ada lewat darat. Dengan langkah serempak tersebut, tangan negara akan makin kukuh dan lambat laun para penjahat pangan akan terjerat. Kalau di sektor energi, khususnya migas, kuasa negara mulai tampak, mestinya hal serupa juga bisa dilakukan di sektor pangan.
Mengasah Kejelian Bulog
Pemerintah berkomitmen memperkuat kelembagaan Bulog dan menjadikannya sebagai ujung tombak pengendalian harga pangan. Sesuai dengan namanya, Bulog tidak hanya bertanggung jawab untuk menstabilkan harga beras, tetapi juga bahan pangan lainnya. Tidak perlu berlama-lama, maka jadikan momen Ramadan dan Lebaran tahun 2015 sebagai titik awal mengasah Bulog menjadi ujung tombak pengendalian harga pangan. Payung hukum dan aturan-aturan turunan untuk merealisasikan fungsi tersebut jangan sampai tertahan. Itu termasuk perangkat pengawasan yang ketat agar Bulog tidak keluar dari rel dan dimanfaatkan sebagai kasir untuk keperluan golongan penguasa. “Ingat, menjadi kewajiban pemerintah memastikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat berupa pangan, sandang, dan papan dengan harga terjangkau”. Apalah artinya stok mencukupi jika harganya terlampau mahal. Buat apa ada Bulog bila kendali harga pangan berada di tangan para spekulan yang menguasai stok? bukan omongan yang mengenyangkan perut rakyat, melainkan sikap tegas dan realisasi komitmen dan janji-janji.

Seharusnya sih begitu bersatu, tp kini realitanya mementingkan diri sendiri. Payahhh 

0
816
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan