Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yogiyogiyogiAvatar border
TS
yogiyogiyogi
Perjalanan ke Bruges, Belgia. Fairytale Comes True. (Set Film Pee-Kay)
PROJECT EUROPE - BRUGES: GET LOST IN THE FAIRY TALE.


Perjalanan ke Bruges, Belgia. Fairytale Comes True. (Set Film Pee-Kay)


Close your eyes and picture this, a 17th century small town, with an endless cobblestone street, thousands of medieval european bricked wall house stands in every corner of your sights, surrounded by large charming canals, where you can hear the haunting bells from a clock tower beautifully echoed every single hours. A town which let you wonders whether Hansel and Gretel or Cinderella may jump and cross the road in front of your sight. Imagine a town where you can seize the day inspired by all these views, writing your own fairytale and get lost into the history. There you have it.. Welcome to Bruges, Belgium.


Bruges terletak di utara Belgia, merupakan salah satu kota terpenting di daerah West flandersyang namanya sudah tidak asing dikalangan para Traveler, namun masih terjaga dari rute-rute menjemukan para pelaksana tur yang seringnya memandang sebelah kota klasik Eropa, menukarnya dengan destinasi lain yang favorable untuk scope masyarakat pada umumnya. Bruges merupakan sebuah epitomi dari kota kecil yang masih terjaga kualitasnya, masih menyembunyikan kecantikannya hanya pada mereka yang berani untuk menjelajah, si cantik yang bersembunyi. Bruges, yang dinobatkan sebagai Venice on the north, dan merupakan world heritage of UNESCO, masih tegak berdiri, menutup diri dari hiruk pikuk metropolitan, sambil memamerkan kecantikannya yang mampu menginspirasi mereka yang sangsi dengan keindahan. Oh boy, how we would never regret our decision to spent a night here.

Kami tiba di di tengah larutnya malam, 2 jam perjalanan dengan kereta dari Brussels, ibu kota Belgia yang ramai dan metropolis. Udara dingin yang menusuk menyambut kami dibawah temaram lampu remang-remang yang menambah kesunyian malam di kota ini. Bus yang kami tumpangi membawa kami mengelilingi Bruges yang sudah terlelap di bawah gelapnya malam. Seperti kota hantu, jalanan tampak kosong dan sunyi, seolah-olah menyiapkan kejutan mistis bagi mereka yang berani berjalan tanpa lentera. Vampir-vampir haus darah seakan bersembunyi dengan tapak-tapak kaki yang menghantam semu, siap menerkam mangsa. 20 menit perjalanan dari stasiun, kamipun tiba di St. Christopher bauhaus hostel, yang terletak di pinggir kota tua Bruges, dan tampak mencolok dibawah kegelapan malam di kota ini. Lampu terang didepan hostel menyambut kami dengan ramah, mempersilakan kami masuk ke area Bar hostel yang sangat luas, hangat, dan dipenuhi oleh traveler-traveler berusia muda yang sedang asyik berbincang-bincang dan menghangatkan diri, seraya meneguk belgian beer yang katanya one of the best beer in Europe. Setelah menaruh tas di kamar, we decide to join the crowds. Mengisi perut dan menghangatkan diri, mengekstensikan rasa lelah seharian dengan semua absurditas dari Brussels, sambil mendengar kesan-kesan dari mereka yang telah menghabiskan hari di Bruges, mendengar seluruh deskripsi mereka mengenai betapa cantiknya kota ini, dan kesan mereka akan sebuah kota kecil Medieval yang masih mampu menginspirasi pelancong-pelancong kelas kakap yang sedikit pesimis dengan Bruges, yang kini namanya mulai menjadi primadona di buku-buk dan catatan perjalanan. Kamipun tidak sabar untuk segera menjalani esok hari, to get lost on the fairytale.

Fajar pun tiba, membangunkan kami yang masih dilanda jet lag di hari kedua Euro trip. Setelah puas menyantap sarapan dari hostel yang bisa dibilang cukup mewah dan fancy (bar hostel didekorasi dengan asitektur bernuansa kayu-kayuan khas eropa zaman dahulu, menambah kekentalan atmosfer medieval di kota ini), kamipun keluar untuk mulai menjelajah Bruges, disambut dengan cuaca dingin yang menusuk dan angin yang berhembus kencang tiap waktunya. Langit mendung menghiasi jalanan yang sepi di pagi hari, tampaknya hujan akan turun bertalu-talu tak lama lagi.
Spoiler for Suasana jalanan Bruges di pagi hari, sunyi senyap dari aktivitas pagi yang umum ditemui:


Bruges masih sunyi dan lapang di pagi yang seharusnya dipenuhi dengan lalu lalang orang-orang yang memulai aktivitas. Satu dua mobil buatan eropa meluncur dengan pelan, beberapa sepeda melintas dengan lengang, biarawati tampak berjalan membawa belanja sayur-mayur yang tampak segar, Bruges benar-benar seperti kota yang ditinggalkan, membawa geram saya untuk memanggil para penduduk, meski tampak sejumlah mobil terparkir di tepi-tepi jalan dengan rapi. Sesuai dengan advis pengurus hostel, “in Bruges, you need no extensive itinerary, you just need to get lost and enjoy”, maka kami berjalan kaki tanpa rencana, ke arah pusat kota tua yang jaraknya dapat ditempuh dengan 15 menit berjalan dari hostel. Belum apa-apa, kami sudah terkagum-kagum dengan pemandangan disekitar, sejauh mata memandang, jalanan masih terbuat dari untaian batu-batu tua, rumah-rumah bergaya medieva; berjejer penuh kharisma menyambut kami. Setiap sudutnya menghasilkan gambar yang spektakuler untuk kamera apapun, hanya berdiri di dinding sebuah rumah, snap! you’ll have a good picture for your social media account. That’s how picturesque Bruges is. Kota yang tidak getir untuk menunjukkan kelihaiannya dibawah sorot kamera.

Spoiler for Kombinasi modernisasi dan romansa masa lalu yang berpadu dengan baik di Bruges:

Spoiler for Red bricks and bicycle:

Spoiler for Barisan rumah-rumah yang didesain dengan arsitektur medieval gothic disetiap sudut Bruges:

Spoiler for Toko boneka yang terkesan creepy dan misterius di salah satu etalase:


Pemandangan yang mengesankan kami temui ketika melintasi kanal pertama di Bruges, lebar, tenang, dan mempesona berpadu dengan pepohonan oak yang masih gundul dan poles barisan rumah yang berwarna kelabu. Teringat film Pee Kayyang beberapa bulan terakhir populer di Indonesia. Beberapa adegan di film yang dibintangi oleh Aamir khan memang mengambil setting disini. Saya teringat, adegan ketika si Anushka Sharma menelusuri kanal-kanal di Bruges dengan sepeda, sambil bernyanyi dan menari ala India, berlenggok dengan fasih menyiulkan lagu cinta untuk si kekasih sembari melewati kanal-kanal yang mempesona. And yes, it exceed our ecxpectation. Terkadang, foto atau gambar di film tidak secantik kenyataannya, tapi untuk kanal Bruges, kecantikannya memang sesuai dengan perspektif film. Bahkan lebih, visual kanal di Bruges dan segarnya udara beraroma sungai yang saya hirup benar-benar patut untuk disanjung, membuat kita bangga untuk menyaksikannya secara langsung.
Spoiler for Enchanting views of Brugee Canal:

Spoiler for Me, capturing the beauty of the canal:


Perjalanan kemudian kami lanjutkan ke pusat kota, atau Market Square Bruges. Di perjalanan, bunyi lonceng berbunyi memantul di telinga kami, alunan yang singkat namun seolah menyihir kami kembali ke abad pertengahan, ketika raja masih dihormati, dan para pria berbangga dengan status kesatria. Oh khayalan yang tinggi dan semu pikirku, namun tak terindahkan ketika kami berada didalam kota yang penuh magis seperti ini.

Berbeda dengan Brussels, meskipun Bruges telah menjadi epitomi destinasi liburan, tidak tampak keramaian yang menyesakkan di pusat kotanya. Para wisatawan memang tampak berkerumun di beberapa spot, namun dengan jumlah yang tidak mengganggu suasana sakral abad pertengahan ini. Market square tampak lapang, di tengah tampak berdiri patung Jan Breydeldan Pieter de Connick, pemipin Belgia yang gugur di Battle of the golden Spurs. Di sisi selatan tampak barisan rumah-rumah bergaya medieval gothic yang berwarna-warni, khas abad pertengahan, yang dibawahnya kini dijadikan restoran kelas tinggi, tourist trap bagi mereka yang tidak mempelajari fundamental traveling sebelum berangkat. Jejeran rumah-rumah berwarna warni ini menjadi salah satu spot foto favorit di Bruges. Sayang, angin kemudian bertiup makin kencang tanpa henti, sehingga kami tidak bisa berlama-lama mengagumi dan menelusuri tiap lekuk di area ini.
Spoiler for Saya, rumah-rumah medieval gothic, hujan.:


Bunyi lonceng kembali terdengar, lebih membahana dari sebelumnya. Sumber bunyi yang lantang ini ternyata berasal dari sebuah menara batu tinggi setinggi 83 meter yang menjulang berwarna coklat, didesain dengan gaya Medieval gothic, menjadikan landmark ini kokoh sebagai salah satu bangunan tertinggi di Bruges. Kamipun tertarik untuk masuk kedalam menara, yang ternyata dikenal dengan nama Belfry Tower, atau Halletorrenoleh para penduduk lokal, menjadi kebanggan penduduk sejak dibangun ditahun 1240, delapan abad lalu.

Untuk masuk ke Belfry tower dan naik ke puncakya, kami harus membayar tiket seharga 6 euro dan menunggu sekitar 15 menit, disebabkan adanya batasan jumlah pengunjung sebanyak 70 orang saja untuk naik keatas menara, yang menurut saya merupakan sebuah regulasi yang baik untuk mempreservasi menara tua ini agar terjaga dari katastropi yang bisa disebabkan oleh overload jumlah wisatawan. Setelah beberapa selang waktu menunggu, kamipun mulai masuk kedalam menara dan menaiki 366 anak tangga yang sangat menguras tenaga dan membuat ngilu otot-otot ekstremitas yang sudah lama tidak dipaksa untuk berolahraga. Tangga ke atas menara masih dipertahankan sejak delapan abad lalu, terbuat dari kayu, curam, dan sempit. Tangga hanya bisa memberikan jalan untuk seorang saja, sehingga kami harus berdempet-dempetan dengan penuh kehati-hatian ketika berpapasan dengan pengunjung lain yang terlihat lelah setelah menaiki ratusan anak tangga. Kami berhenti di beberapa tingkatan menara, yang memaparkan hikayat si menara yang usianya sudah berabad-abad ini. Sungguh, saya cukup tercengang menerima fakta bahwa dibalik bentukannya yang kokoh, menara ini sudah pernah mengalami beberapa kali kerusakan, bahkan sempat luluh lantah setelah kebakaran hebat di tahun 1280, sebelum akhirnya direstorasi untuk kembali hidup ditengah central hall. Menara ini sendiri merupakan sebuah simbol penting dan multifungsi bagi kehidupan masyarakat di Bruges. Selain sebagai penanda waktu, menara ini bertugas sebagai pusat observasi, yang merupakan lini pertama untuk setiap pengumuman penting di kota, mulai dari kebakaran hingga pada peristiwa-peristiwa keagamaan hingga politik. Menariknya, sejumlah bel di menara dimainkan dengan carillon, sebuah alat seperti keyboard yang dimainkan untuk membunyikan bel. Bel-bel dimenara berbunyi seperti notasi, membunyikan melodi ketika sebuah partitur musik dimainkan, sehingga pada occasion tertentu, menara akan memainkan sejumlah lagu-lagu tradisional eropa pada hari-hari khusus seperti minggu atau market days.
Spoiler for The Belfry tower in the background:

Spoiler for Konstruksi di dalam Belfry Tower:


Setelah puas menaiki tangga yang semakin lama kecuramannya semakin membuat linu, kami tiba di puncak, kehabisan napas seperti ikan yang terlempar ke surut pasang, megap-megap untuk berusaha tetap hidup (hiperbola). Panorama 360 derajat yang tersuguh diatas menara membuat takjub mata kami, seluruh kota tampak rapi tersusun, seolah-olah keluar dari buku dongeng Hans Christian Andersen. Atap-atap rumah sewarna kemerahan, berbaris seperti lego ditengah kabut yang menyelimuti hari yang gelap. Tampak kanal-kanal kecil membelah jalanan bruges, memberi kehidupan untuk kota kecil yang dizamannya terkenal sebagai jalur penting perdagangan di utara Eropa barat. Bruges melintang sejauh mata memandang, menyajikan panorama hebat dan memberi bukti mengenai kecantikan eropa di masa lampau. Tak lama, hujan kemudian turun dengan deras, menerpa wajah kami yang masih terpukau memeriksa tiap sudut kota yang semakin berselimut dalam kelabu langit dan hujan. Maka kami pun memutuskan untuk kembali ke dataran bumi, yang basah diguyur hujan yang deras di siang ini.
Spoiler for Market Square dari puncak Tower:

Spoiler for Bruges, popped from the story book:

Spoiler for The church of our lady, berdiri tegak di kejauhan:


Sedikit pengalaman buruk terjadi ketika kami sudah dibawah menara, dan saya memutuskan untuk duduk di sisi gerbang untuk beristirahat sejenak. Seorang pria paruh baya didepan saya tiba-tiba berbalik dengan geram, menuduh saya sebagai copet yang hendak mengambil dompetnya. Sontak, sayapun balas geram, menjawab dengan sinisme dan sarkasme karena dituduh tanpa alasan. Si pria paruh baya menuduh manuver saya untuk duduk dibelakangnya, mengasumsikan bahwa belakangan ini para pencopet gemar berselubung dalam bentuk turis usia 20an. Luapan kalimat-kalimat kurang mengenakkan terlintas dikepala saya, mulai yang berbau rasisme, tuduhan yang tidak berdasar, hingga ancaman untuk melaporkan polisi karena mencemarkan nama baik (yang sebenarnya hanya ancaman kosong belaka), namun logisme saya lebih memilih untuk meninggalkan orang ini, sambil bergumam “whatever” ketika ia tetap mengomel semakin jauh mengenai maraknya pencopet di Bruges. Sungguh, mood saya yang sudah dibangun sejak tadi dengan keindahan dan mistikalitas Bruges agak jatuh terpuruk setelah dituduh sebagai pencopet oleh orang yang saya tidak kenal. Oh, mimpi apa saya semalam.

Seorang teman pernah bercerita, di Belgia hujan bisa turun kapanpun dimanapun, even in the middle of a summer day. Sungguh tidak mengejutkan sekembalinya ke Market Square, hujan sudah turun dengan cukup deras, diikuti dengan hembusan angin yang kencang, mampu menerbangkan dan mengoyakkan payung kami ketika diarahkan ke arah angin. Maka kami segera bersembunyi dibalik lorong-lorong jalan untuk menghindari hembusan angin yang tak kunjung bersimpati. Jalanan kota tampak cukup melankolis di bawah derasnya hujan, toko-toko coklat yang berjejer di sudut jalanan seperti oase yang mampu menghangatkan para pejalan yang mendamba rasa hangat. Kami kemudian memutuskan untuk terus berjalan, berjalan ke arah gereja Church of our lady, dengan puncak menara bata bangunan ini mencapai 401,25 kaki yang artinya menjadi menjadi salah satu menara bata tertinggi di dunia dan merupakan salah satu landmark kota yang terkenal. Namun kami urung untuk memasuki gereja, setelah kelelahan menaiki tangga di belfry. Kami memilih untuk berlindung disebuah kedai panini yang tampak ramai dengan anak-anak sekolahan yang bercengkrama sambil menyantap makan siang sepulang sekolah, finally we see locals in Bruges. Kami semua memesan coklat hangat, yang terasa nikmat setelah membeku dan kebasahan dibawah hujan yang menderu-deru di siang ini.
Spoiler for Kereta kuda di tengah poros jalan raya:

Spoiler for Bruges alley, on the rain shower:


Satu jam kemudian, hujan akhirnya berhenti membasahi penjuru kota, maka kami segera keluar untuk menikmati satu jam terakhir sebelum kembali ke Brussels untuk mengejar Bus yang rencananya akan membawa kami ke destinasi selanjutnya, Paris. Kami sekali lagi mengitari kanal utama kota, duduk-duduk dipinggir kanal, sambil mengamati angsa-angsa yang berbaris rapi terapung di tengah kanal. Bruges memang layak untuk dinikmati dengan tenang dan perlahan, kota ini merupakan sumber inspirasi untuk mereka yang mendambakan realisme kisah-kisah masa kecil buatan Hans Christian Andersententang desa-desa kuno eropa, tempat Hansel dan Gretel bisa muncul dari sebuah lorong yang tersembunyi dan Cinderella bisa melintas dengan sepatu kacanya dibalik jalan-jalan cobblestone yang bersembunyi dibawah langkah kaki modernisasi. Bruges seperti lahir dari negeri dongeng, mampu memberikan inspirasi bagi para manusia-manusia artistik yang sedia untuk menghabiskan berhari-hari membuat sebuah opus dan syair tentang eropa kuno dan romantisme masa lalunya. Bruges is… simply stunning.

Spoiler for The perks of being a swan:

Spoiler for Canals after rain:


Advis untuk mengunjungi Bruges:


  • Tiket kereta bisa di beli on the spot di Stasiun Brussels, pilih youth ticket (under 25) untuk dapat diskon setengah harga hingga 18 euro PP.
  • Menginaplah di St. Christopher Bauhaus Hostel, selain harganya yang murah (18 euro per room), akomodasinya juga cukup nyaman, terutama area bar nya yang sangat cozy dan menyajikan free breakfast yang bisa saya bilang lumayan. Selain itu, tersedia free walking tour dari hostel yang katanya cukup recommended.
  • Untuk menuju hostel dari stasiun Bruges, ambil bus nomor 6 atau 16 didepan stasiun yang akan tiba 50 meter dari hostel, tiket bisa dibeli didalam bus.
  • Di Bruges, tidak perlu untuk membuat itinerary to-do yang spesifik, nikmati saja tiap sudut kota nya.. sangat menginspirasi dan tentunya gratis.
  • Makanan di bruges harganya mahal, menyiapkan makan siang dengan berbelanja di grocery store akan jauh lebih hemat.
  • You really need to come and spent a night here in Bruges, before it’s getting overcrowded and lost its charm.




Tulisan-tulisan perjalanan saya selama 31 hari mengelilingi Benua Eropa dapat agan baca di thread ane:
31 DAYS EURO TRIP (23/3/15-23/4/15) - 9 COUNTRIES, 16 DESTINATIONS

Tulisan ini bisa juga dibaca di blog saya: PROJECT EUROPE: Bruges - Get Lost In The Fairytale
0
2.8K
30
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan