Kaskus

News

shopishieldsAvatar border
TS
shopishields
CHINA: Ekonomi Jeblog, Pemerintah Naikkan Income Penduduknya via Main Saham!
Bursa China, Gelembung yang Dipellihara
Oleh Bloomberg Business, Jum’at, 10 Juli 2015

CHINA: Ekonomi Jeblog, Pemerintah Naikkan Income Penduduknya via Main Saham!

Kejatuhan indeks saham China menimbulkan pertanyaan kenapa regulator tak banyak mengambil langkah pencegahan sebelumnya. Ketua Komisi Pengaturan Pasar Modal China (CSRC) CSRC Xiao Gang telah memperingatkan investor agar tidak mengekor pergerakan pasar yang sedang mengalami lonjakan secara membabi buta. Tapi semua itu tak mencukupi mencegah bencana yang menghapus US$3,2 triliun nilai aset itu.

"Regulator seharusnya bisa lebih agresif dalam mengawasi perdagangan margin dan aturan jaminan saham," kata Andrew Wood, analis BMI Research berpusat di Singapura yang merupakan unit usaha Fitch Ratings, Kamis 9 Juli. "Sudah begitu jelas bahwa pasar sudah tampak tidak beres pada awal tahun ini."

Investor individu di China yang jumlahnya membludak sejak akhir 2014, terlihat dari pembukaan jutaan rekening perdagangan saham baru dalam enam bulan ini, memang memanfaatkan kelonggaran fasilitas utang margin untuk masuk ke pasar modal dan menimbun portofolio. Emiten juga melakukan hal yang sama dengan menggunakan saham perusahaan mereka sendiri untuk mendapatkan pinjaman dari bank.

CCRS hanya seperti berdiri mematung menyaksikan semua fenomena itu ketika media setempat kebanyakan membicarakan hal positif mengenai pasar modal yang oleh pemerintah China telah dijadikan sebagai alat untuk menciptakan kemakmuran rakyat. Bahkan jika itu berarti munculnya periode kenaikan indeks saham secara berlebihan, melonjak 55% sejak awal tahun, diikuti koreksi tajam, kemudian anjlok lebih dari 30% dalam tiga pekan.

"Ketika kebijakan pemerintah adalah memanfaatkan gelembung pasar saham untuk mendongkrak kekayaan rumah tangga, maka yang bisa dilakukan CSRC hanyalah meregulasi pasar saham," kata Chen Zhiwu, guru besar keuangan Universitas Yale University dan mantan penasihat kabinet pemerintahan China.

Pada Kamis kemarin indeks saham di China kembali membalik dengan kenaikan tertinggi dalam satu hari sejak 2009, setelah tiga pekan lesu dan sejak akhir pekan lalu mengalami anjlok tajam. Indeks Saham Gabungan Shanghai naik 5,2% ke 3.887 pada perdagangan Jumat 10 Juli siang pukul 13.55 waktu setempat setelah pada Kamis 9 Juli menguat 5,8%. Jangan lupakan suspensi perdagangan terhadap lebih dari 1.300 saham emiten yang menyumbang 40% kapitaliasai pasar.

Ini adalah dampak dari larangan pemegang saham utama untuk menjual sahamnya selama enam bulan ke depan dan mendorong perbankan untuk memperpanjang fasilitas pinjaman yang berjaminkan saham. Badan usaha milik negara juga didorong untuk melakukan pembelian kembali saham, sekaligus langkah 21 sekuritas besar mengumpulkan 120 miliar yuan untuk menahan jatuhnya harga saham.

Saham lain yang masih bebas diperjualbelikan akan langsung mengalami penghentian transaksi ketika harganya jatuh melampaui 10%. Semua langkah itu merupakan kebalikan dari segala upaya yang telah dijalankan pemerintah China untuk mendorong pertumbuhan pasar modal. Ketika regulator sedang menyiapkan perbaikan sistem untuk penawaran saham perdana, tiba-tiba proses IPO ini dihentikan.

Sebelum bencana terjadi, CSRC sebagai regulator juga telah melonggarkan persyaratan pinjaman margin untuk nasabah sekuritas untuk membeli saham. Bank Rakyat China mungkin telah mendorong munculnya mania saham dengan memangkas suku bunga dan rasio cadangan modal perbankan. Akibatnya, orang rela berutang untuk bermain saham. Mei lalu, bank sentral itu bahkan merilis laporan stabilitas finansial yang menyinggung pasar modal, hal yang jarang dilakukan, yang isinya bahwa mereka ingin mendukung "pengembangan pasar yang stabil dan sehat."

CSRC sebetulnya sudah pernah mencoba melakukan pengendalian pasar. Misalnya, mencegah tiga sekuritas menambah rekening pembiayaan margin pada Januari lalu. Namun, kebijakan itu memicu kejatuhan pasar dalam sehari. Setelah itu tak ada langkah lanjutan yang signifikan sampai 12 Juni, ketika indeks saham mencapai puncaknya, saat CSRC menetapkan batas atas untuk fasilitas pinjaman margin dan short selling.

Seharusnya regulator bisa melakukan lebih banyak hal untuk memperketat fasilitas pinjaman untuk spekulasi saham, terutama untuk saham emiten kecil yang sangat volatil. Masalahnya, itu bertentangan dengan kebijakan media yang dikendalikan pemerintah, salah satunya Kantor Berita Xinhua, yang terus memanas-manasi investor dengan berbagai pemberitaan positif mengenai pasar modal. "Serangkaian artikel pro-pasar dari Xinhua selama setahun ini telah menyita perhatian pembaca agar mereka tak melewatkan apa yang dianggap sebagai kepastian," kata Andrew Wood, merujuk pada iming-iming keuntungan besar dari bermain saham.
http://www.businessweekindonesia.com...a#.VaHdbV-qqko


Pendapatan Penduduk Merosot Semenjak Export Jeblog:
Ekspor impor Cina menurun tajam
Sejak 2009, untuk pertama kalinya ekspor turun dalam dua bulan berturut-turut.
7 April 2014

Ekspor dan impor Cina menurun tajam, yang menjadi petunjuk tambahan dari melambannya perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Ekspor turun 6,6% Bulan Maret dibandingkan periode yang sama tahun lalu sementara impor turun sampai 11,3%. Dengan demikian maka untuk pertama kalinya sejak tahun 2009 dalam dua bulan berturut-turut ekspor Cina menurun.

Penurunan ekspor pada Februari umumnya disebabkan oleh menurunnya permintaan pasar pada musim liburan Tahun Baru Cina yang menyebabkan banyak bisnis dan pabrik tutup.
Dan para pengamat memperkirakan akan terjadi peningkatan ekspor maupun impor pada bulan Maret, yang ternyata tidak terjadi.

Statistik perdagangan Maret itu juga meningkatkan keprihatinan atas perekonoman Cina, yang juga memperlihatkan perlambatan di sektor manufaktur dan eceran. Pekan lalu Bank Dunia sudah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Cina menjadi 7,6%, atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,7%.

Pemerintah Beijing sudah mengumumkan paket stimulus mini untuk mendorong pertumbuhan, antara lain anggaran yang lebih besar untuk prasarana kereta api dan pembebasan pajak untuk usaha-usaha kecil.
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2..._china_economy


Investor Amatir Mendominasi Pasar Modal China
Rabu, 01 April 2015

Ada kisah yang begitu terkenal saat Joseph Kennedy, seorang pengusaha dan investor, langsung memerintahkan menjual sahamnya menjelang Depresi Hebat 1929 setelah seorang bocah penyemir sepatunya berbagi tips bermain saham. Jika seorang penyemir sepatu saja membeli saham, pikir ayah dari Presiden John F. Kennedy itu, maka pasar pasti sedang menuju kejatuhan. Nah, data dari Survei Keuangan Rumah Tangga China, survei skala besar yang mengukur pendapatan dan aset keluarga di negeri itu yang dipimpin Profesor Li Gan dari Fakultas Keuangan dan Ekonomi Universitas Southwestern, memberikan informasi mendalam yang bisa menjelaskan fenomena reli kenaikan indeks saham di pasar modal China baru-baru ini.

Dari penelitian terhadap 4.000 rumah tangga yang menjadi responden pada survei akhir 2014 lalu, terungkap bahwa kelompok terbesar investor di pasar modal China memiliki tingkat pendidikan di bawah sekolah menengah atas dengan kepemilikan aset relatif rendah. Lebih dari dua per tiga investor saham berhenti sekolah saat duduk di bangku SMA, yang berarti berkisar pada usia 15 tahun. Lebih dari 30% dari mereka berhenti sekolah di usia 12 tahun atau kurang. Kekayaan investor baru ini sekitar separuh dari investor pasar modal yang sudah ada.

Sebetulnya sudah ada indikasi kuat bahwa lonjakan 78% pada indeks saham China dalam setahun ini lebih banyak didorong oleh momentum dibandingkan fundamental ekonomi maupun kinerja emiten. Jumlah rekening perdagangan saham baru melonjak, begitu pula volume perdagangannya. Sedangkan, harapan akan pertumbuhan ekonomi dan laba yang lebih tinggi tak terasa. Survei terbaru ini menambahkan kesan bahwa reli kenaikan indeks saham di China ini lebih banyak didorong oleh para investor yang tak berpengalaman, meskipun bukan berarti bahwa hal itu tak bisa berkelanjutan. China memiliki populasi besar dengan tingkat tabungan rumah tangga yang juga tinggi dengan pilihan investasi yang terbatas. Survei ini bukan berarti bahwa arah pergerakan pasar kemudian menjadi sulit diprediksi dan rentan terhadap pembalikan arah mendadak dan perubahan sentimen.

Survei itu menegaskan mengenai tumbuhnya minat warga untuk berinvestasi saham ketika sektor properti sedang lesu. Responden yang memiliki banyak rumah, harapan akan kenaikan harga saham lebih besar dibandingkan untuk propertinya. Ini menambahkan bukti bahwa spekulan yang semula menjadi pendorong kenaikan harga properti sudah keluar. Secara teori, pergeseran investasi dari properti menuju saham adalah perkembangan positif. Sektor properti China sudah dalam kondisi kelebihan pasokan. Seperti disampaikan oleh Gubernur Bank Rakyat China Zhou Xiaochuan, kenaikan indeks saham membuat dunia usaha lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan. Tapi yang jelas, reli kenaikan harga saham yang tak berkesinambungan dengan para investor ritelnya merugi juga tak memberi manfaat.
http://www.businessweekindonesia.com...a#.VaIE1F-qqko


Suspensi Bursa China Terkait Utang
Oleh Bloomberg Business, Kamis, 09 Juli 2015

Sejak suspensi pertama kali diberlakukan pada Senin 6 Juli sore untuk 200 emiten, sampai saat ini regulator bursa efek di China sudah membekukan sementara perdagangan saham 1.331 perusahaan. Rupanya, suspensi itu diberlakukan karena permintaan emiten itu sendiri demi mencegah harga saham mereka terjun bebas mengingat sebagian saham digunakan untuk jaminan utang.

Suspensi membuat US$2,6 triliun atau 40% dari total kapitalisasi pasar di bursa China daratan tak bisa disentuh oleh investor, langkah yang tampaknya memang diperlukan mengingat kejatuhan indeks saham terus berlanjut. Pada penutupan perdagangan Rabu 8 Juli, Indeks Saham Gabungan Shanghai masih anjlok 5,9% atau 32% di bawah puncak rekor 5.166 yang dicapai pada 12 Juni lalu. Upaya investor melunasi utang margin, meminjam uang untuk investasi saham dalam jangka pendek, memberi dorongan tambahan untuk aksi jual besar-besaran yang paling parah di China ini.

Investor individu di China yang jumlahnya membludak sejak akhir 2014, terlihat dari pembukaan jutaan rekening perdagangan saham baru dalam enam bulan ini, memang memanfaatkan kelonggaran fasilitas utang margin untuk masuk ke pasar modal dan menimbun portofolio. Namun, yang tak banyak diketahui adalah, perusahaan China sendiri juga melakukan hal yang sama dengan menggunakan saham mereka sendiri untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Itu berarti bahwa mereka akan mengalami kerugian atau harus menambah jumlah saham yang dijadikan jaminan utang ketika harga saham terus anjlok.

"Saham disuspensi oleh emiten sendiri karena banyak yang memiliki utang bank dengan jaminan saham yang oleh banknya sendiri mungkin ingin dilikuidasi, mengikuti langkah para pemain margin," kata Nick Lawson dari Deutsche Bank, kemarin. Analis dari Nomura Holdings menyebut bahwa "sejumlah pinjaman bank telah diperpanjang yang terkait dengan saham perusahaan terdaftar di bursa sebagai jaminannya."

Berapa angka pasti saham yang dijadikan leverage oleh perusahaan itu memang tak jelas, namun tim analis Nomura memperkirakan jumlahnya mungkin bisa mencapai 500 sampai 600 miliar yuan (US$80-90 miliar). Tampaknya memang banyak, namun itu hanya setara dengan 1% dari total utang korporasi di China.

Namun, dinamikanya bisa dipelajari dari masalah yang menimpa perusahan energi di Amerika Serikat ketika harga minyak mentah anjlok. Banyak pengebor di formasi shale memiliki utang bank yang menggunakan jaminan nilai dari cadangan minyak dan gas mereka. Ketika tahun lalu harga minyak mulai turun, fasilitas kredit itu kemudian ditera ulang dengan nilai yang lebih rendah, membatasi jumlah kredit yang bisa disalurkan ke perusahaan energi. Hal ini juga memberi tekanan lebih besar kepada perusahaan energi yang sudah kesulitan dengan harga minyak yang rendah.

Bagi bank, cara termudah untuk menghentukan siklus ini adalah pembatasan kredit kepada perusahaan yang harga sahamnya terus turun, menimbulkan masalah lebih lanjut bagi perusahaan itu. Karena itu, perusahaan yang tak mau mengalami tekanan ini akhirnya meminta regulator untuk menghentikan sementara perdagangan sahamnya. Regulator kemudian mengeluarkan kebijakan terbaru pada Rabu, melarang eksekutif perusahaan menjual saham miliknya untuk enam bulan ini.
http://www.businessweekindonesia.com...g#.VaIC5l-qqko


Absurditas Bursa China
Oleh Bloomberg Business, Kamis, 09 Juli 2015

Berapa sesungguhnya nilai perusahan China? Ini adalah pertanyaan yang sulit dijawab di tengah kejatuhan paling parah yang menimpa indeks saham bursa efek Shanghai dan Shenzhen, diikuti Hong Kong yang ikut terdampak. Apalagi untuk negara dengan investor individu yang merupakan penggerak lebih dari 80% transaksi harian di bursa saham.

Ketika Beijing melancarkan berbagai intervensi untuk menahan kejatuhan lebih dalam dari pasar modal dengan kapitalisasi US$6,5 triliun itu dan suspensi perdagangan saham lebih dari 1.300 emiten, analis tak bisa lagi mengandalkan harga saham sebagai indikator nilai sebuah perusahaan di perekonomian terbesar kedua dunia itu. Peristiwa ini terjadi hanya kurang dari dua tahun setelah Partai Komunis China bertekad memberikan peran lebih besar kepada pasar dalam perekonomian, bagian dari reformasi terbesar China sejak 1990-an.

Dengan kebijakan penyelamatan bursa yang didesain untuk menghentikan kejatuhan harga saham yang selama tiga pekan ini telah menghapus US$3,2 triliun kapitalisasi pasar, hasil akhirnya mungkin justru bakal lebih buruk. Para investor masih berlomba-lomba menjual saham pada Rabu 8 Juli dan investor asing meneruskan pelarian modal panas di hari ketiga yang merupakan rekor saat Indeks Saham Gabungan Shanghai kembali anjlok 5,9%.

"Pasar telah mengalami kegagalan," kata Hao Hong, strategist China di Bocom International Holdings Company yang berkantor di Hong Kong. "Pasarnya terdistorsi karena kita terus mengubah aturan."

Ketika rekor tertinggi indeks saham Shanghai yang dicapai pada 12 Juni lalu akhirnya runtuh, pemerintahan Presiden Xi Jinping menjalankan intervensi untuk mencegah agar kejatuhan harga saham tidak menggerus kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinannya. China saat ini memiliki lebih dari 90 juta investor individu, sebuah konstituen yang lebih besar dibandingkan anggota Partai Komunis China.

Otoritas China telah menunda proses penawaran saham perdana, membatasi spekulasi oleh pelaku short sell lewat indeks berjangka, mendorong sekuritas membeli saham dan badan usaha milik negara juga melakukan pembelian kembali saham mereka sendiri sekaligus mempertahankan kepemilikan saham yang dipegangnya. Puncaknya, regulator bursa membolehkan pembekuan perdagangan saham 1.331 perusahaan.

"Ini sungguh absurd," kata Tsutomu Yamada, analis pasar Kabu.com Securities Company di Tokyp. "Ini menunjukkan seberapa banyak kepalsuan di pasar. Mereka yang ingin menjual saham akan terus ingin menjual. Ketika perdagangan saham dibuka lagi, bayangkan berapa banyak aksi jual yang akan terjadi."

Intervensi pemerintah telah mendorong relasi harga saham historis ke tingkat yang ekstrem. Indeks berjangka CSI 300 di China, salah satu kontrak yang paling banyak ditransaksikan di dunia, anjlok ke rekor diskon harga dibandingkan dengan indeks saham pada Selasa 7 Juli. Menurut Jasper Lawler, analis CMC Markets di London, ini merupakan pertanda bahwa pialang derivatif memandang tingginya harga saham itu hanyalah artifisial belaka setelah diberlakukannya suspensi perdagangan saham secara massal dan berbagai langkah Beijing untuk menahan harga saham.

Perusahaan minyak PetroChina Company yang selama ini pergerakan sahamnya selalu sejalan dengan tren di bursa China pada umumnya, kini memimpin kenaikan harga di antara saham perusahaan minyak lain bahkan ketika Indeks Saham Gabungan Shanghai anjlok. Penyebabnya adalah pesanan beli dari dana investasi negara, mengubah PetroChina menjadi perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar kedua setelah Apple Incorporated pada Selasa kemarin.

Distorsi ini mungkin akan menular ke bursa Hong Kong ketika investor juga mulai melepas portofolio untuk melindungi posisi investasi mereka di bursa China daratan menurut Tony Chu, manajer investasi RS Investment Management Company yang mengelola aset US$20 miliar dari wilayah otonom itu. Perbedaan harga antara saham dual-listing di bursa Shanghai dan Hong Kong, yang perdagangannya melalui kanal Shanghai-Hong Kong Stock Connect didominasi investor internasional, berada dalam posisi paling lebar sejak 2009. "Masalah utamanya adalah, intervensi pemerintah jelas menimbulkan lebih banyak keburukan dibandingkan kebaikan," kata Chu. "Benar-benar ada kepanikan di pasar."

Tentu China bukan satu-satunya pasar dengan sejarah intervensi negara. Selama krisis finansial Asia 1998, pemerintah Hong Kong membeli saham senilai US$15 miliar guna mengganjal pasar agar tidak jatuh semakin dalam. Di Amerika Serikat, Komisi Pengawas Pasar Modal juga pernah melarang aksi short sell secara termporer untuk beberapa saham ketika pecah krisis finansial global 2008. Goldman Sachs Group menyebut langkah penyelamatan bursa di China ini akan berjalan. Kinger Lau, strategist bank raksasa itu yang berkantor di Hong Kong, memprediksi Indeks CSI 300 yang berkapitalisasi besar akan mengalami reli naik 27% dalam 12 bulan ke depan ketika kepercayaan investor membaik dan langkah pelonggaran moneter mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di China.
http://www.businessweekindonesia.com...a#.VaIE0V-qqko

------------------------------------

Bagaimana kalau pendapatan penduduk negara anda tiba-tiba jeblog gara-gara expor industri merosot tajam karena pasar konsumen di Amerika Serikat dan Eropa jatuh miskin akibat krsis keuangan yang menimpa negara-negara itu semenjak 2008 lalu? Padahal, 60% pemasukan PDP (GDP) negara anda berasal dari kegiatan export-import itu? Susahlah tentunya.

Apalagi pendapatan penduduk anda yang jumlah mencapai 1,4 miliar manusia itu, sudah terlanjur cukup tinggi selama ini berkat pertumbuhan fantastis sektor riel di negara anda, khususnya sektor industri manufaktur yang berorientasi export.

Solusi untuk menghindari semua itu, Negara bisa saja merekayasa Pasar Modal yang ada dibawah otorisasi mereka, dengan cara memperlunak syarat-syarat bermain saham di Bursa Saham, agar penduduk yang awam yang tadinya kebanyakannya adalah buruh kasar atau ibu rumah tangga, bahkan anak SMP dan SMA, bisa terlibat aktif di lantai Bursa itu. Itulah inti yang terjadi di China saat ini sampai terjadi ledakan di Bursa Saham mereka minggu lalu itu.

Pertanyaannya hanya satu, apa bijak sebuah kebijakan daripada elit politik yang memanfaatkan cara-cara seperti itu untuk "menina-bobokkan" rakyatya sendiri, yang berakhir dengan sangat tragis? Setidaknya US$ 3,25 triliun uang mereka lenyap begitu saja hanya dalam 3 hari saja, dimana 80% daripada investor di bursa-bursa China itu, ternyata adalah individu rumah tangga? Modal asing, percaya atau tidak, yang ikut bermain disana ternyata hanya sekitar 1,5% saja.


Diubah oleh shopishields 12-07-2015 13:48
0
4.7K
45
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan