STEP 1: HAPUS
Hal pertama yg mesti dilakukan adalah menghapus, ya menghapus sistem MOS itu sendiri! Tiadakan MOS, pokoknya minggu MOS silahkan saja siba di rumah. Ini adalah langkah radikal yg penting dan perlu jika ingin intitusi pendidikan kita meningkat lebih baik. Seperti yg agan tahu, praktek MOS yg tidak jauh dari 3 poin yg telah diutarakan sebelumnya ada salah satunya karena sistem
"balas dendam"
. Senior yg menjadi panitia MOS lantas memaksakan senioritasnya kepada junior di bawahnya, pada dasarnya mereka juga pernah melalui dan merasakan hal itu. So, praktek buruk MOS seperti mata rantai yg tidak akan pernah putus, kecuali ada langkah kuat untuk benar2 memutuskannya. Rantai MOS ini berputar melilit sekolah2, maka dari itu mesti ada yg memutuskan rantainya kemudian dibuang jauh2, bukan diputus lantas disambung lagi.
Quote:

Tidak perlu ke penjara hanya untuk melihat orang diperlakukan tidak manusiawi.
Lantas apakah mesti dihapus selamanya? Tentu tidak. Setidaknya sampai "dendam" senior junior tersebut sudah tidak tercium lagi oleh para siswa yg baru masuk. Menurut ane, 2 tahun ajaran baru pun cukup dengan menghentikan MOS tersebut untuk sementara waktu agar praktek MOS yg nista tidak lagi jadi momok menyeramkan bagi para siba, kalau perlu dihentikan sampai 3 tahun ajaran baru malah lebih bagus

. Intinya, 2 sampai 3 tahun ajaran baru MOS benar2 tidak ada campur tangan senior. Ini solusi langkah pertama!
Untuk mengisi kekosongan orientasi siswa, ane rasa bisalah diisi oleh para guru dengan memperkenalkan nama2 guru yg ada atau menjelaskan lokasi2 utama di sekolah seperti perpustakaan, lab komputer, kantin, dll. Bisa juga dengan mengkaji poin2 dari daftar apa saja yg bisa menjadi pelanggaran untuk para siswa di sekolah tersebut dihadapan para murid, ketimbang hanya membagikan lembaran2 daftar pelanggaran yg pada akhirnya cuma jadi kertas sampah dalam tas

. Kalau guru tidak bisa, maka biarkan saja siba berada di rumah selama seminggu penuh, hitung2 untuk mempersiapkan perangkat dan alat2 sekolah mereka lebih matang lagi. Mereka juga boleh diberikan keleluasaan untuk datang ke sekolah melihat ruangan dan koridor sekolah mereka yg baru, tanpa rasa tertekan oleh kehadiran senior.
Quote:
Orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah untuk dididik, bukan dibunuh! Pikirkan!
Hal sama juga berlaku untuk OSPEK, biarlah OSPEK dihapuskan untuk sementara waktu. Ane pribadi bersyukur waktu OSPEK kemarin kami tidak diambil oleh senior, senior cuma mengarahkan sedikit saja kepada maba. Malah namanya bukan lagi OSPEK, tapi POPSDIK. Kami para maba justru ditempah oleh tentara

, bukan senior. Waktu POPSDIK kemarin kita dikirim ke institusi kemiliteran begitu selama beberapa hari, diajak training dan simulasi beberapa medan yg sejujurnya seperti permainan outbound, makan bareng teman2 satu pleton, terakhir malam perenungan diajak cium bendera merah putih sembari mengingat jasa pahlawan dan orang tua. Kalau hukuman tentu ada, badan ane juga sakit2an waktu disuruh push-up malam2 (salah pleton ane juga sih

), tapi pastinya lebih baik dibanding harus di ospek senior, disiplinnya lebih dapat malah disana tidak ada yg sok senioritas, bullying dsb, justru tentaranya dalam mendidik tegas berwibawa.
Kembali lagi, menurut ane sama sekali tidak ada yg rugi kalau MOS atau OSPEK benar2 dihapuskan sementara waktu, bukankah justru yg merugikan itu kalau MOS yg sekarang ini terus dipertahankan dan dijalankan?

Hapuskan saja dulu MOS ini. Barulah setelah sejarah kelam praktek MOS yg kemarin itu benar2 dilupakan, maka didatangkanlah konsep MOS yg lebih segar, intelek, dan memiliki faktor kebaruan! (ane ngomongnya udah kyak pak Anies Baswedan

). Intinya, rantai kemarin kita putus, kita buang, kemudian kita ganti dengan rantai baru.
Setuju? STEP 2: KONSEP
Setelah tahap penghapusan, dilanjutkan dengan langkah merumuskan konsep. Ini merupakan langkah paling penting, selain tidak melupakan fakta bahwa 3 langkah yg ane jabarkan ini sama2 penting. Setelah sistem MOS hilang dalam beberapa dekade (kelamaan yah

), maksudnya dalam beberapa semester, sudah saatnya membuat lagi konsep MOS yg lebih
fresh, bukan membangunkan sistem MOS yg pernah hidup kemarin, tapi benar2 diganti dan dimatangkan secara konseptual

. Awalnya sub titile poin ini ane mau tulis "KONSEP BARU", tapi akhirnya ane tulis "KONSEP" saja,
why?Karena praktek MOS yg kemarin itu dari awal namanya konsep saja memang tidak punya, jadi untuk apa ditulis konsep baru kalau konsep lama saja tidak pernah ada.
Sekarang sebelum membahas konsep apa yg bagus dalam pikiran ane, kita bahas dulu sistem MOS yg sudah hilang itu (ceritanya sudah hilang dalam kronologi waktu tulisan ini

). Sewaktu ane masih SMP, bagaimana konsep MOS-nya? Dua kata:
GAK JELAS! Sewaktu ane MOS, bisa dikatakan konsepnya benar2 tidak jelas kalau tidak dibilang tidak ada. Kami yg siba cuma dikumpulkan dalam ruangan kelas masing2, yg mana sebelumnya udah didandani pita2 warna warni macam pelangi (jadi ingat komunitas

) kemudian para senior yg maksimalnya 5 orang mulai masuk dan berbicara yg tidak jelas dan tidak penting.
Jadi ada senior ane yg gayanya bencis alias melambai2 gitu (entah mengapa kalo ane pikir yg satu ini mungkin dia lagi girang2nya sama legalisasi LGBT kemarin

), terkadang suruh kita ngikutin dia joget2 sebagai hukuman, kadang pula kita dibawa untuk memperkenalkan diri di kelas lain. Selanjutnya, cuma menghabiskan waktu dengan tidak produktif. Malah senior kami kadang gak tahu harus ngapain sambil ngomong: "
pada bosan ya? jadi mau ngapain nih?" lha ente panitianya kok malah nanya ke kita.
Quote:
Kegiatan2 konyol dicetuskan senior untuk membentuk generasi badut.
Yah begitulah, satu minggu habis untuk hal2 yg tidak edukatif. Terakhir, semua siba akan disuruh mencari tanda tangan para guru dan senior dengan membagi2kan permen. Entah ini budaya atau apa, tapi apakah agan yg pernah merasakan ini tahu sebenarnya apa esensi dari kegiatan ini? Kenapa juga harus minta tanda tangan ke senior dan guru, memangnya mereka artis?

Apa coba makna yg ingin disampaikan kepada siswa? Apakah kegiatan akhir ini melatih mental, kecakapan, keterampilan, kejeniusan, kreatifitas, dll? Tidak!
Daripada disuruh meminta tanda tangan ke senior dan guru, akan lebih greget disuruh meminta tanda tangan kepada pekerja kelas bawah, misalnya ke tukang cendol, tukang sol sepatu, dan tukang mainan keliling

. Nah kan bagus, melatih anak2 sejak dini untuk berbicara kepada para pekerja ulet itu meski mereka orang asing, dijamin mereka juga terhibur. Boleh juga membeli dagangan mereka sebelum meminta tanda tangan, kalau ada yg butuh bantuan pun bisa anak2 bantu, atau kalau mereka kasih tanda tangan dengan ikhlas boleh anak2 hadiahi permen, bukankah lebih bermanfaat memberi permen kepada mereka yg mengais rezeky diteriknya panas matahari, ketimbang permen itu masuk ke kantong senior? Jujur ane pernah kesal sewaktu mereka2 itu tanda tangan satu aja malah minta lima permen, rasanya pengen ane guyur sekantong permen ane kemukanya.
Kemudian MOS sewaktu ane masuk Sekolah Menengah Kejuruan (ane anak STM), memang soal poin kekerasan ane pribadi belum pernah merasakan dengan nyata, yg ada kemarin senior2 kami yg dibikin lebam dihadapan para siba oleh alumni2 STM kami yg sok jago dan mirip preman

. Tapi tetap saja poin dipermalukan untuk kami terus jalan. Kami disuruh pakai kantong kresek, kalung dari permen, dan aksesoris aneh lainnya kemudian disuruh berkeliling jalanan sekolah sambil mungutin sampah. Kadang diteriaki sama kuli bangunan, "
woi sini lo semua bantu sini coeg"

. Mungkin memang tak seburuk kedengarannya, tapi ayolah ini tahap menuju perkuliahan masak kita masih dididik begini saja? Orientasinya kearah gembel?
Quote:
Disuruh pakai aksesoris aneh macam2 secara visual tak ada beda dengan gembel. Inikah inovasi senior?
Senior geblek mungkin akan sewot, "
Itukan demi melatih mental kalian tong!" tanggapan ane, "
Lantas kenapa ane gak merasakan mental yg semakin kuat dan baik ya setelah kegiatan itu? Apanya yg melatih mental kalau cuma disuruh parade gembel begitu? Kalau yg begitu dianggap melatih mental sekalian saja disuruh telanjang di jalan, atau kalau gak pakai kaus pelangi ramai2 biar diteriakin
, harap dicatat melatih mental dan mempermalukan diri itu beda!"
Dari awal saja makna melatih mentalnya memang sudah salah, coba agan jawab ini, dalam dunia kerja mental seperti apa yg kita butuhkan? Apakah mental untuk berpakaian orang gila?

Mental yg membuat orang malu sedangkan kita tidak usah malu alias gak punya malu?
Dalam dunia kerja mental yg dibutuhkan adalah mental yg membuat kita menjadi orang yg disegani, salah satu contohnya adalah dalam public speaking! 
So, ketimbang berlatih mental agar tidak malu kalau jadi orang gila, mendingan juga berlatih agar tidak malu dalam berbicara dihadapan orang lain. Mestinya inilah yg perlu dilihat oleh panitia2 senior MOS kita serta para senior OSPEK.
Kalau untuk praktek OSPEK dalam perkuliahan, berhubung udah ane ceritakan kalau ane gak diospek sama senior melainkan tentara, jadi tidak bisa cerita banyak. Sebenarnya waktu selesai POPSDIK itu senior2 kami pernah mengajak buat ikut pengkaderan. Dengan kata2 manisnya mereka berujar, "Ada 3 tahapan penting dalam perkuliahan, yaitu pendaftaran, pengkaderan, dan wisuda, tiga2nya gak boleh dilewatkan"

dalam benak kami udah jelas pengkaderan ini adalah bentuk ospek alias unjuk senioritas semata, belum lagi proyeknya gak jelas ada surat resmi dari direktur atau tidak. Alhasil kami gak ada yg hadir, bodo amat urusan akademik tetap lancar jaya

. Btw kita gak datang waktu itu bukan karena tanpa alasan, selain konsepnya tidak jelas, cara mereka manggil maba saja sudah bikin eneg, "
entar datang ya ke sekret, awas kalau tidak saya dapat kau di jalan!"

kalau dari awal sudah seperti itu sudah jelas jalan pengkaderannya dengan ketakutan bukan kepercayaan.
Sekarang kita ke konsep yg benar2 konsep, konsep MOS apa sih yg bagus diterapkan untuk mengganti sistem lama itu? Rasanya agan sendiri mungkin sudah bisa memikirkannya, apalagi diatas ane pun sudah menjelaskan sedikit gambaran

. Intinya, konsep apapun itu boleh saja asal positif dan memang telah dipikirkan dengan matang bahwa konsep tersebut benar2 bisa melatih daya intelektual siswa, mental siswa, inisiatif siswa, dan solidaritas siswa, atau minimal jauh berbeda dengan sistem lama. Banyak konsep yg bisa diterapkan. Kalau di luar negeri sendiri, MOS lebih diarahkan pada konsep presentasi, dimana senior menjelaskan apa yg dibutuhkan maba selama dalam institusi, intinya tidak ada yg dipermalukan dan celah bullying antara senior dan junior.
Quote:
Pengarahan dari senior dengan cara presentasi, tidak ada pembodohan, tidak ada permalukan, tidak ada pemukulan.
Yg ada hanya cerdas!
Tidak ada salahnya kalau sekolah/kampus mulai mendiskusikan apa konsep yg benar2 bagus untuk diterapkan diawal pengenalan dunia pendidikan bagi pendatang baru, bersama dengan guru, ketua OSIS, dan siswa berprestasi, kemudian dosen, perwakilan senior, perwakilan jurusan, dll. Ane yakin konsep brilian dan ideal itu akan ditemukan dengan jalan seperti ini.
Semoga ketemu!