- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Renungan Untuk Aganwan yang pengen nikah muda tapi masih belum mapan
TS
gha.in
Renungan Untuk Aganwan yang pengen nikah muda tapi masih belum mapan
Quote:
Beberapa hari yang lewat saya mengalami perbincangan yang cukup membuat saya sendiri terhenyak. Yang membuat saya sadar, ternyata masi cukup dangkal apa yang saya miliki.
Ya, kita bisa sama2 melihat kemampuan kita sendiri dari sisi kebiasaan, dari apa yang terucap, gerak gerik maupun pemikiran dalam menyampaikan. ~,~
Tempat saya berada sekarang merupakan tempat dimana cukup ramai dilalui oleh pedestrian atau pejalan kaki yang rata2 mendominasi anak2 kuliah, juga tempat disini hampir setiap rumah penduduk menjadikan rumah mereka yang nyaman untuk disewakan kepada mahasiswa pendatang. Itu sudah lumrah dimana2.
Setiap pagi, sore dan juga malam menjelang jam 9 jalanan disini sudah tentu ramai, mereka yang lalu lalang kadang tak terperhatikan oleh saya yang cukup sibuk dengan pekerjaan. Walaupun yang saya bilang pekerjaan itu sebenarnya lebih tepat membantu saudara dan teman yang membuka usaha disini, tempat kami tidak begitu ramai didatangi orang, tapi bagaimanapun juga Alhamdulillah. Hehe.
Bahasan saya jadi entah kemanamana, :v
Jadi sore itu yang kebetulan senggang, saya dan saudara saya beserta temannya2 yang sedang menunggu entah apa, saya tidak tahu, Yang jelas cukup menyenangkan jika ada teman berbicara untuk waktu yang kosong.
Saya dan teman2 yang mencoba membuka pembicaraan memulai dengan memuji muslimah yang lewat. Ya muslimah, mereka menggunakan jilbab yang menutup kedada dengan baju longgar dan rok terusan. Menurut saya, jika ada yang mengatakan sulit untuk tampil stylish atau bergaya dalam berbusana yang benar menurut Islam, saya tidak percaya. Mereka yang saya puji terlihat modis, sangat bergaya dan anggun kok.
Kata yang keluar dari saya kala itu yang niatnya hanya bercanda adalah, "Subhanallah, kalau kaya gini saya harus cpat2 menikah nih". Teman saudara saya menimpali, dan pembicaraan begitu cepat hingga saya menimpali lagi, "bagaimana kalau rebusan rumput sebagai sayur dan batu kerikil untuk nasinya? Susah kalau tak bekerja ini Mau dikasi makan apa anak orang nanti? Dia tertawa, diam sesaat dan langsung menimpali.
Kalau begitu jawaban abang, itu sama saja abang tidak percaya kepada Allah..
Saya terdiam dan langsung mengerti arah pembicaraan teman saudara saya.
Sebelumnya Ummi (ibu) pernah bilang, bekerjalah kamu dahulu, baru berfikir untuk itu. ya, sayanya juga berfikir begitu, saya harus bekerja dahulu berpenghasilan dahulu baru berani mengambil langkah untuk itu. kurang bertanggung jawab rasanya jika saya berani melangkah tanpa adanya jaminan untuk orang yang akan saya tanggung hidupnya.
Lantas pekerjaankah yang mendatangkan rezki? Tidak, Allah lah yang memberi rezki. Pekerjaan hanyalah perantara tempat datangnya rezeki itu. bekerja di perusahaan elit sekalipun belum menjamin gaji yang ditetapkan tempat bekerja akan menjadi rezeki kita. Saat bekerja kita bisa saja diuji dengan tak sengaja tiba2 teledor dan menghancurkan aset perusahaan yg bernilai ratusan juta, apa mau dikata jika Allah yang sudah menetapkan? Gaji yang seharusnya diterima, malah dipotong sebagian, atau bahkan sepenuhnya.
Atau tiba2 orang tua, atau saudara tiba2 mendapat musibah kecelakaan, atau malah diri sendiri. apa mungkin membiarkan diri sendiri atau mereka yang kita cintai begitu saja tanpa merasa bertanggung jawab? Ujung2nya bisa saja tabungan dan gaji yang diterima ludes begitu saja untuk biaya operasi dan pengobatan ini itu.
Ya. Hanya dari Allahlah rezeki itu datang.
Sebagus apapun tempat bekerja, sekeras apapun kita berusaha mencapai karir, yang kita kadang2 pun tak sadar mengaku karena kemampuan kita, karena hebatnya diri, tapi jika Allah mengatakan. Rezki dari sana bukan untukmu. Siapa yang bisa menghalangi?
Kita boleh bekerja, bahkan harus, karena dari sana juga Allah melihat kepantasan seseorang dalam mengharap rezkinya.
Wallahua'lam.
Penulis : Muhammad F Raditya
Ya, kita bisa sama2 melihat kemampuan kita sendiri dari sisi kebiasaan, dari apa yang terucap, gerak gerik maupun pemikiran dalam menyampaikan. ~,~
Tempat saya berada sekarang merupakan tempat dimana cukup ramai dilalui oleh pedestrian atau pejalan kaki yang rata2 mendominasi anak2 kuliah, juga tempat disini hampir setiap rumah penduduk menjadikan rumah mereka yang nyaman untuk disewakan kepada mahasiswa pendatang. Itu sudah lumrah dimana2.
Setiap pagi, sore dan juga malam menjelang jam 9 jalanan disini sudah tentu ramai, mereka yang lalu lalang kadang tak terperhatikan oleh saya yang cukup sibuk dengan pekerjaan. Walaupun yang saya bilang pekerjaan itu sebenarnya lebih tepat membantu saudara dan teman yang membuka usaha disini, tempat kami tidak begitu ramai didatangi orang, tapi bagaimanapun juga Alhamdulillah. Hehe.
Bahasan saya jadi entah kemanamana, :v
Jadi sore itu yang kebetulan senggang, saya dan saudara saya beserta temannya2 yang sedang menunggu entah apa, saya tidak tahu, Yang jelas cukup menyenangkan jika ada teman berbicara untuk waktu yang kosong.
Saya dan teman2 yang mencoba membuka pembicaraan memulai dengan memuji muslimah yang lewat. Ya muslimah, mereka menggunakan jilbab yang menutup kedada dengan baju longgar dan rok terusan. Menurut saya, jika ada yang mengatakan sulit untuk tampil stylish atau bergaya dalam berbusana yang benar menurut Islam, saya tidak percaya. Mereka yang saya puji terlihat modis, sangat bergaya dan anggun kok.
Kata yang keluar dari saya kala itu yang niatnya hanya bercanda adalah, "Subhanallah, kalau kaya gini saya harus cpat2 menikah nih". Teman saudara saya menimpali, dan pembicaraan begitu cepat hingga saya menimpali lagi, "bagaimana kalau rebusan rumput sebagai sayur dan batu kerikil untuk nasinya? Susah kalau tak bekerja ini Mau dikasi makan apa anak orang nanti? Dia tertawa, diam sesaat dan langsung menimpali.
Kalau begitu jawaban abang, itu sama saja abang tidak percaya kepada Allah..
Saya terdiam dan langsung mengerti arah pembicaraan teman saudara saya.
Sebelumnya Ummi (ibu) pernah bilang, bekerjalah kamu dahulu, baru berfikir untuk itu. ya, sayanya juga berfikir begitu, saya harus bekerja dahulu berpenghasilan dahulu baru berani mengambil langkah untuk itu. kurang bertanggung jawab rasanya jika saya berani melangkah tanpa adanya jaminan untuk orang yang akan saya tanggung hidupnya.
Lantas pekerjaankah yang mendatangkan rezki? Tidak, Allah lah yang memberi rezki. Pekerjaan hanyalah perantara tempat datangnya rezeki itu. bekerja di perusahaan elit sekalipun belum menjamin gaji yang ditetapkan tempat bekerja akan menjadi rezeki kita. Saat bekerja kita bisa saja diuji dengan tak sengaja tiba2 teledor dan menghancurkan aset perusahaan yg bernilai ratusan juta, apa mau dikata jika Allah yang sudah menetapkan? Gaji yang seharusnya diterima, malah dipotong sebagian, atau bahkan sepenuhnya.
Atau tiba2 orang tua, atau saudara tiba2 mendapat musibah kecelakaan, atau malah diri sendiri. apa mungkin membiarkan diri sendiri atau mereka yang kita cintai begitu saja tanpa merasa bertanggung jawab? Ujung2nya bisa saja tabungan dan gaji yang diterima ludes begitu saja untuk biaya operasi dan pengobatan ini itu.
Ya. Hanya dari Allahlah rezeki itu datang.
Sebagus apapun tempat bekerja, sekeras apapun kita berusaha mencapai karir, yang kita kadang2 pun tak sadar mengaku karena kemampuan kita, karena hebatnya diri, tapi jika Allah mengatakan. Rezki dari sana bukan untukmu. Siapa yang bisa menghalangi?
Kita boleh bekerja, bahkan harus, karena dari sana juga Allah melihat kepantasan seseorang dalam mengharap rezkinya.
Wallahua'lam.
Penulis : Muhammad F Raditya
Tulisan diatas adalah karya sahabat TS ,dan sudah dapat ijin untuk mempostingnya.
Ini tulisan belum dishare dimanapun.
Diubah oleh gha.in 03-06-2015 09:44
0
3.7K
Kutip
28
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan