Kaskus

News

mawar.mewangiAvatar border
TS
mawar.mewangi
[PENGALAMAN NYATA WNI....] Kisah Puasa Berbagai Negara
[PENGALAMAN NYATA WNI....] Kisah Puasa Berbagai Negara

Banyak yang berpuasa di terik matahari. Siang yang panjang. Tapi menghayatinya dengan hikmat. Baca kisah mereka.

Dream - Matahari baru menyembul dari Timur. Perempuan lencir itu sudah gelisah di pelataran apartemen tujuh lantai ini. Berkali celingukan. Menatap jalanan sepi. Tak jenak. Sebentar duduk, sejurus kemudian bertumpu pada kedua kaki.

Baru lima menit berdiri. Badan sudah berkucur peluh. Jemari lentik pun menjadi sibuk. Mengusap buliran keringat di wajah ayunya itu. Pagi itu memang cukup panas. Meski baru muncul, matahari terasa sudah membakar.

Tak mau terbakar, perempuan itu bergegas. Melangkah ke tempat yang teduh. Tepat di bawah bayangan apartemen. Tangan mungil itu tak berhenti mengipas. Mengusir rasa panas di wajah.

Setelah lima belas menit terpanggang, barulah yang ditunggu-tunggu datang. Sebuah bus berukuran sedang berhenti tepat di depan apartemen. “Alhamdulillah,” gumamnya.

Wanita yang kepanasan itu adalah Adriani Euginie. Pramugari Qatar Airlines asal Indonesia yang tengah berada di Doha. Panas yang menggigit itu tak pernah terasa selama di tanah air. Sehingga, cuaca Qatar itu membuatnya kelimpungan. Seperti sembilan hari sebelumnya, pada hari ke-10 Ramadan itu, dia masih berpuasa.

Dengan segera, Adriani memburu. Masuk ke dalam bus dan segera duduk di kursi yang masih lega. Dengan cekatan, tangan terjulur ke atas. Saluran pendingin udara di atas kabin pun dibuka lebar-lebar.

“Ya ampun panasnya,” ujar Adriani sambil mengipaskan tangan ke wajah. Pendingin ruang di bus itu seolah belum cukup menyejukan badan.

Sejuk AC bus perlahan mengusir kegerahan. Tapi di luar, panas semakin menggila. Jalan Ring Road menuju pusat Kota Doha benar-benar sepi. Panas yang membakar aspal membuat warga di sana malas bepergian.

Hari itu, Adriani memang tak ada jadwal terbang. Dia terpaksa keluar apartemen untuk mengikuti sebuah pelatihan. Jika tak ada jadwal itu, pasti akan berpikir seribu kali untuk pergi.

Memang. Pada bulan Juni dan Juli, cuaca Qatar tengah ngeri-ngerinya. Suhu bisa mencapai 40 hingga 45 derajat Celcius. Bahkan bisa menembus bilangan 50. Jangankan Adriani, warga lokal pun enggan beraktivitas di luar ruang. Jadilah kota itu baru terlihat hidup menjelang pukul lima sore. Saat matahari sudah pudar.

Bagi Adriani yang berasal dari negeri tropis seperti Indonesia, puasa di bawah tikaman cuaca seperti itu jelas sebuah tantangan. Sebagai muslimah, Adriani harus taat pada ajaran agama. Harus berpuasa saat Ramadan. Tak boleh makan dan minum semenjak fajar masih di peraduan hingga penguasa siang itu mengaso.

Tapi sungguh beruntung. Hari itu Adriani mampu bertahan. Mampu menahan lapar dan dahaga hingga matahari pamit. Selama 15,5 jam. “Alhamdulillah masih tetap kuat puasa. Meski cukup berat karena cuacanya sangat panas,” ujar Adriani.

“Biasanya, kalau sudah mulai lemas, kliyengan karena panas, obatnya ya ambil air wudu, lalu salat. Habis itu pasti segar lagi,” tambah perempuan berdarah Minang ini.

Bukan hanya Adriani. Muslim di sekujur Bumi juga menjalankan puasa dengan bermacam tantangan. Bahkan, Adriani dan warga Doha boleh dibilang masih beruntung.

Lihatlah warga Karachi, Pakistan. Mereka harus berpuasa di bawah kepungan gelombang panas. Suhu di sana 45 derajat Celcius. Sudah begitu, listrik yang pada hari-hari biasa byar-pet, sama sekali tak menyala saat Ramadan. Jadilah warga di kota itu benar-benar hidup tanpa AC. Bahkan kipas angin juga tidak.

Lantaran panas begitu menikam, ribuan warga dilarikan ke rumah sakit. Ada yang meregang nyawa. Hingga kini, sudah 1.200 orang lebih dilaporkan meninggal dunia. Kebanyakan karena kepanasan hingga mengalami dehidrasi.

Kondisi itu mendorong ulama terkemuka Karachi, Mohamad Naeem, mengeluarkan fatwa. Muslim Karachi diperbolehkan tak puasa jika keselamatan jiwanya terancam. Namun dia menegaskan, fatwa ini hanya berlaku dalam kondisi tertentu saja.

***

Tantangan tak kalah berat menghinggapi muslim di belahan utara Bumi. Muslim yang tinggal di Petersburg, Rusia, harus berpuasa 22 jam. Demikian pula dengan muslim di Reykjavick, Islandia. Di sana Matahari tak pernah tenggelam.

White night. Malam putih. Demikian fenomena ini disebut. Artinya matahari tetap bersinar, tak pernah tenggelam, meski malam sudah seharusnya gelap. White night biasanya datang akhir Mei hingga awal Juli. Saat musim panas. Hari tergelap di St Petersburg hanya berupa senja.

Ini jelas menjadi tantangan berat. Jika berpuasa menurut aturan, artinya sahur sebelum fajar dan berbuka saat matahari tenggelam, maka jarak antara berbuka dan sahur begitu dekat. Setelah berbuka langsung sahur. Mereka biasanya salat Maghrib pada pukul 10.30 malam. Dan Salat Subuh pukul dua pagi.

“Kami sudah bekerja pada siang hari, mengurus anak-anak, tetapi malam belum juga kunjung datang,” ungkap Mercan Koca, warga Reykjavick.

Memang sudah pastilah berat puasa dalam alam seperti itu. Tak makan dan minum hampir 24 jam. Itulah sebabnya, sejumlah ulama berusaha menerbitkan fatwa. Memberi petunjuk kepada muslim di sana, bagaimana berpuasa dengan dalam suasana seperti itu. Sejumlah ulama telah menawarkan berbagai solusi khusus bagi kaum muslim di negara dengan waktu siang yang terlalu lama. Salah satunya, berpuasa dengan mengikuti waktu Mekah, Arab Saudi.

Namun, Icelandic Islamic Cultural Center yang menjadi otoritas Muslim di Islandia mempunyai pilihan. Mereka mengeluarkan edaran yang mengimbau masyarakat berpuasa dalam waktu 18 jam. Tapi hanya sebagian warga Islandia yang berpuasa menurut aturan itu. Sebagian lagi memilih berpuasa selama 22 jam. Tetap seperti aturan Alquran, berpuasa sejak fajar hingga terbenam.

Berbeda dengan muslim di Islandia dan Rusia. Sebaliknya, muslim yang tinggal di Punta Arenas, Chile, mungkin bisa disebut lebih beruntung. Sebab, pada Juni dan Juli tahun ini, mereka melewatkan siang dalam waktu yang cukup singkat. Hanya 9 jam saja.

Kondisi itu disebabkan letak Chili yang berada di ujung selatan Benua Amerika. Letak Chili berdekatan dengan Benua Antartika. Punta Alenas berada di bagian selatan, di wilayah Provinsi Magallanes. Daerah itu masuk regional Antartica Chilena atau regional Chili Antartika.

Seperti wilayah Antartika, di kota ini matahari tidak lama menyinari bumi. Warga di tempat itu bisa menikmati sinar mentari paling lama hanya 10 jam. Sebab, kawasan Benua Antartika atau Kutub Selatan Bumi menjadi kawasan yang paling luas tertutup bayangan bumi.

Alhasil, senja di Punta Arenas datang lebih awal ketimbang belahan bumi lainnya. Hal yang sama pernah terjadi di Sydney, Australia, pada tahun lalu. Umat Islam di Sidney pada 1435 H atau 2014 menjalankan puasa pada waktu terpendek di seluruh dunia.

Berpuasa memang banyak tantangan, tapi bahkan mereka yang di belahan bumi paling panas pun, menghayatinya penuh hikmat.

Sumber: http://www.dream.co.id/news/kisah-pu...a-150629z.html

Baca Juga:
1. Saat Matahari Membakar Ramadan di Timur Tengah
2. Muslim di Belahan Bumi Ini Ikhlas Berpuasa Selama 21 Jam
3. Ramadan di Chile, Puasa Tersingkat di Dunia

busyet gan.... ada yang puasa 21 jam.... itu artinya dia cuma punya waktu 3 jam buat buka plus sahur....berat banget....

0
4.5K
51
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan