Embun-embun pagi masih menempel di dedaunan dan rerumputan, seakan tak ingin pergi. Udara segar masih terasa masuk ke paru-paru. Bunyi burung yang sedang mencari makan terasa seperti nyanyian merdu di telinga. Beberapa orang yang harus bekerja sudah tampak sibuk berjalan menuju tempat kerjanya masing-masing dan yang lainnya masih berada di dalam gubuknya masing-masing. Seperti sebuah keluarga kecil yang bahagia satu ini.
“cie.. udah masuk SMA” goda seorang gadis kecil dengan wajah manis, dan rambut di kuncir dua berseragam SD.
“berisik!” balas yang di goda, yang punya wajah pemalas dengan rambut mirip sarang burung dan tubuh yang agak tinggi menjulang.
“udah! Cepat habiskan makanannya. Ica kan harus pergi awal hari ini” ingat ibu mereka sambil membersihkan remah roti di mulut anak perempuannya itu.
“iya bu” sahut ica lalu turun dari kursi. “anterin kak”
“bentar, kakak ambil tas dulu” kakaknya yang bernama azis bangkit dari kursi lalu berjalan ke kamarnya dan kembali lagi dengan tas berwarna hijau tua.
Keduanya lalu menyalami ibunya lalu pergi ke teras untuk menyalamai ayah mereka yang sedang asyik dengan kopi dan koran paginya.
“anak ayah sudah besar semua yah” komentar si ayah sambil mengelus kepala ica.
"iya dong, kan makannya bergizi" balas ica yang langsung di balas senyuman oleh ayahnya.
“berangkat dulu, yah” ucap azis menarik ica.
Azis mengeluarkan motor bebeknya dari garasi. Setelah itu ia hidupkan motornya itu. ica naik dan langsung duduk di depan. Sebenarnya sekolah ica gak jauh. jaraknya hanya sepuluh meter dari rumah. Tapi ica tetep ngotot minta anterin tiap pagi sama kakaknya. Dia gak peduli kakaknya udah telat atau enggak, pokoknya dia harus dianterin kakaknya. Pas lagi sakit pun azis masih harus nganterin adiknya yang manja itu.
“da..dah..!” ica melambai-lambaikan tangannya pada kakaknya setelah diturunkan didepan sekolah.
Setelah berkendara di jalanan sekitar lima belas menit akhirnya ia sampai di sekolah barunya. hari ini, hari pertama ia masuk ke SMA. Meskipun begitu, ia tampak tak senang sama sekali. Yah itu karena perempuan yang dia suka tak jadi masuk ke sekolah ini karena tahu ia masuk ke sekolah ini. dan lagi kemarin sore saat ia menyatakan cintanya pada perempuan itu ia di tolak mentah-mentah.
Tapi semua itu tak akan jadi lebih uruk lagi jika tadi pagi ia tak melihat tetangga yang diidam-idamkannya jadi pacarnya sedang di jemput pacar barunya. dan saat di lampu merah yang padat di samping kirinya perempuan yang menolaknya kemarin sore sedang duduk mesra di atas motor bersama pacarnya. Dan lagi, saat ia hampir sampai ke sekolahnya ia berpapasan dengan mantannya yang sedang mesranya dengan pacar barunya.
Ia menghela napas saat mengingat kesialan yang terus menimpanya. setelah memarkirkan motonyar ia pergi menuju papan pengunguman yang masih sepi. Dia beruntung pergi agak awal, karena bsia membaca dengan leluasa pengumuman dan bisa memilih tempat duduk seenak jidatnya. Ia juga bersyukur, karena kegiatan MOS tak lagi dilaksanakan di sekolah ini, jadi ia tak harus di siksa oleh para kakak kelas.
“sepuluh C kah?” gumam azis melihat namanya tertera di papan pengumuman.
Setelah tahu kelasnya di mana. Ia masuk ke kelas tersebut, mengambil tempat duduk paling pjok dekat dengan jendela. Ia duduk di bangkunya itu lalu mengeluarkan pulpen dan kertas. semenit kemudian ia sudah asyik menggambar suasana kelasnya.
“hm… bagus” tiba-tiba satu suara membuatnya terkejut.
Ia toleh kebelakang. Tampak seorang perempuan seumuran dengannya sedang berdiri dengan senyum manis. Cantik!, tidak! Ini terlalu cantik! Batin azis menatap perempuan itu yang sekarang mengambil kertas yang ada di atas meja azis.
Perempuan itu memiliki wajah cantik seperti model dengan tubuh yang proporsional. Rambutnya panjang terurai. Kulitnya putih mulus. Tinggi tubuhnya hampir menyamai azis. Tapi baunya agak aneh, perempuan ini memiliki bau seperti amis darah manusia.
“ayah gak salah pilih, aku suka” gumamnya.
“gak salah pilih?” azis bingung “eh iya, kenapa kau pakai baju biasa?”
“aku kesini bukan untuk sekolah ”
“lalu?”
“itu nanti dulu, aku perkenalkan diriku ini yah”ia meletakkan kertas yang diambilnya di atas meja. “ehem. Aku poppy. Kalau kamu?”
Perkenalan? Tanya azis agak heran.
“eh aku azis”
“azis doang?”
Azis mengangguk.
“kalau begitu, kau pilih yang mana?” poppy menjulurkan kedua tangannya ke wajah azis.
“apa maksudnya ini?” tanya azis heran.
“pilih saja”
Ada apa dengannya? Pikir azis. “yah kalau begitu aku pilih kanan”
“secara paksa?” poppy melihat tangan kanannya “ayah bilang gak boleh luka, tapi kalau kamu milihnya ini gak apa-apa mungkin”
“apa maksudmu?” azis tak mengerti apa yang dibicarakan perempuan didepannya ini.
Poppy menggeleng dengan senyum manisnya dan secara tak terduga azis tiba-tiba dibantingnya ke atas meja-meja kelas.
“lumayan juga, masih bisa sadar” komentar poppy melihat azis kesakitan sambil memegangi punggungnya. Ia batuk darah karena di banting barusan.
Tapi poppy belum puas, dengan cepatnya ia berlari ke arah azis dan langsung menendang perut azis hingga ia terpental ke depan kelas. azis masih tersadar ia memuntahkan darah karena tendangan barusan seperti membuat isi perutnya berantakan, ia bangkit dengan wajah yang sangat kesakitan, mulut dan hidungnya keluar darah segar.hal itu tentu saja membuat poppy semakin ingin memukul azis lagi. poppy melompat menendang pelipis azis hingga ia terpental dan kepalanya menghantam dinding kelas.
“ini tak baik, pantas saja ayah ingin melatihmu” komentar poppy melihat azis masih sadar “jika seperti ini kau akan disiksa terus menerus. Ayah memang hebat, dia tahu ada orang seperti ini. tapi tak ada gunanya jika kau lemah seperti ini” poppy mengangkat kepala azis tinggi-tinggi seperti boneka mainan lalu menghantamkannya ke dinding kelas berkali-kali. ia angkat lagi kepala azis lalu ia hantamkan kepala azis ke tiap-tiap jendela di dalam kelas.
“cu…cuk..cuk..kup..“ azis pingsan.
“hebat! Baru pingsan!” poppy kagum melihat azis yang wajahnya sudah di penuhi potongan dan serpihan kaca serta berlumur darah.
“diam di tempat!” teriak beberapa polisi yang baru saja datang sambil menodongkan pistol ke arah poppy.
“pantas saja tak ada yang masuk, sudah kirim polisi ternyata” ucap poppy sambil mencabuti potongan kaca yang menempel di wajah azis. “hah! Pas, ada enam!” poppy tampak girang lalu sekali gerak enam polisi itu sudah tak bernyawa dengan leher masing-masing tertancap potongan kaca. Polisi-polisi itu bahkan tak melihat tangan poppy bergerak dan tiba-tiba saja potongan kaca itu suda menancap di tenggorokan mereka.
“maaf yah, lagi sibuk sih” ucap poppy.
Setelah itu poppy melompat keluar lewat jendela sambil membawa azis dengan cara hanya dipegang di bagian lehernya saja. Ia disambut oleh pria bertubuh gemuk yang menggunakan jubah merah saat ia di luar.
Ternyata keadaan di luar sudah ramai. Karena saat azis di pukuli poppy, beberapa siswa yang ingin masuk kelas melihat kejadian itu dan langsung menelpon polisi. Dan sekarang pria gemuk berjubah itu beserta poppy dan azis di kepung kerumunan polisi yang baru saja datang karena mendapat informasi bahwa enam polisi yang mendatangi mereka telah tewas.
“masuklah” suruh pria gemuk itu pada poppy. Poppy mengangguk masuk ke dalam jubah.
Dalam sekejap mereka hilang dari tempat itu. polisi maupun guru yang melihat kejadian itu hampir tak percaya apa yang mereka lihat barusan. Mereka hilang begitu saja tanpa ada jejak atau gerakan sama sekali.
***
“tak mungkin!” teriak ica begitu tahu kakaknya di culik
“semoga polisi cepat menemukannya yah” ucap ibunya mencoba menenangkan anaknya.
“bohong!” ica langsung masuk ke kamarnya kemudian membanting pintu.
Kedua orang tuanya Cuma bisa pasrah dengan polisi. Mereka baru tahu saat siang tadi ada beberapa polisi yang datang ke rumah. Keduanya hampir tak percaya, tapi begitu melihat siaran di tv keduanya tak bisa berkata apa-apa lagi selain menerima kenyatannya.
***
Di sebuah ruangan luas dan apek yang di hiasi satu meja panjang yang diatasnya di penuhi alat-alat penyiksaan dan azis yang sedang duduk di kursi penyiksaan. Matanya mengeluarkan darah, wajahnya bengkak di sana sini. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka lebam. Rambutnya hampir setengahnya tak ada karena di cabuti satu persatu. Jari-jari kakinya sudah di patahkan beberapa menit yang lalu.
“ayah?, nanti dia banyak lecetnya loh. Poppy gak suka” komentar poppy yang berdiri di depan azis pada pria gemuk.
“ayah akan percepat regenerasinya” pria gemuk itu menjawab.
“tapi tetep aja gak enak di pandang, tapi masih boleh di siksakan? Masih sadar dianya” poppy mengambil bor listrik.
“jangan di potong-potong ” pria gemuk itu pergi.
Apa aku akan mati? pikir azis menahan sakit di sekujur tubuhnya. Ia tak bisa melihat atau mendengar dengan jelas lagi. ia hanya bisa melihat bayangan remang saja yang mendekatinya dengan bunyi aneh.
Poppy mendekat sambil menghidupkan bor listrik di tangannya. Lalu dengan wajah girang ia tancapkan mata bor kecil itu ke dengkul azis. Azis sontak menggelepar kesakitan. Makin ia menggelepar, luka-lukanya semakin terasa sakit. Tapi anehnya ia tak mati-mati juga, padahal lukanya sudah sangat serius.
“iya! Terus! Terus!” teriak poppy sambil tertawa senang melihat azis menggelepar dan berteriak dengan suara yang hampir hilang karena saat perjalanan menuju tempat ini poppy mencegkram leher azis.
“ayah memang hebat, biasanya yang lain sudah mati di tengah jalan. Tapi ini sudah gak bisa jalan masih bisa hidup. Emang harus di latih sama ayah” komentar poppy yang baru saja selesai mengelas bekas luka di kedua lutut azis.
Kenapa aku tak mati saja? Kenapa? Azis bertanya-tanya dalam hati sambil menahan rasa sakit. Ini hampir dua belas jam sejak ia di culik dan langsung disiksa tanpa menunggunya untuk beristirahat. Ia tak tahu kenapa ia disiksa, kenapa ia dibawa ke tempat ini. ia bahkan tak punya musuh atau pernah menyakiti orang lain.
“cukup” pria gemuk tadi datang menghentikan poppy yang ingin menguliti azis dengan gergaji.
“takut dia mati?” tanya poppy
“waktunya penyembuhan, bawa ke ruang isolasi” pria gemuk itu pergi lagi.
“wah, ruang itu yah. di sana kamu bisa pulih seperti semula loh. Aku masuk ke sana Cuma sekali aja. Tapi kayaknya kalau buat kamu bakalan di pakai setiap hari. Soalnya aku dan ayah tak pernah punya mainan sepertimu” poppy melepas ikatan azis lalu menarik rambut azis dan mennyeretnya.
Mainan? Aku Cuma jadi mainan mereka? Pikir azis yang kepalanya diseret melewati lorong gelap dan bau apek. Azis terus di seret melewati lorong itu hingga berhenti di salah satu pintu besi yang cukup besar.
“paman” panggil poppy pada seorang yang memakai toga yang sedang bersantai di balik pintu besi besar itu
“ada apa poppy?”
“ini, ayah bilang minta di betulkan”
“oh mainan baru kalian. Lama juga rusaknya. Semoga tidak mati”
“ayah bilang tak akan biarkan dia mati. lagi pula poppy suka dengan yang ini. mirip punyaku yang dulu sebelum aku ke sini”
“oh yang itu, kalau begitu letakkan dia ke tabung”
Poppy mengangguk lalu dari depan pintu ia melempar azis ke dalam tabung yang berada agak jauh di dalam ruangan tersebut. Byur! Tubuh azis masuk ke dalam tabung besar itu yang berisi air berwarna biru. Tapi begitu azis masuk, air itu berubah jadi agak keruh karena bercampur dengan darah.
“bisa selesai kapan?” tanya poppy yang sedang menjilati darah yang menempel di tangannya.
“besok pagi sudah selesai. Otaknya sangat bagus, mungkin bisa lebih cepat kalau di beri sedikit kejutan” ujar orang itu yang memperhatikan azis mulai tenggelam di dalam tabung itu.
“jangan di kejut dengan listrik, nanti tak bsia di betulkan lagi. aku tak mau dia seperti itu. tambahkan saja kekuatan fisiknya satu persen”
“benar juga, baiklah”
“kalau sudah jelas aku mau tidur dulu” putus poppy yang selesai menjilati darah-darah di jari-jari lentiknya.
to be contuneuid
Foto Abdul Aziz.