Kaskus

News

s4nit0reAvatar border
TS
s4nit0re
Artis yg Anggota DPR Dapat Rp 20-M setahun? Wawwwww ... kalah main Sinetron
Dapat Dana Aspirasi Rp 20-M/thn, Artis yg Anggota DPR Paling Happy se Indonesia?

DPR Minta Dana Aspirasi Rp 11,2 T, PDIP: Kalau Dikasih Kita Senang
Selasa 09 Jun 2015, 13:37 WIB

Jakarta - Anggota DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Pandjaitan mendukung pengajuan dana aspirasi sebesar Rp 11,2 triliun dalam APBN 2016. Meski begitu, dia memastikan bahwa dana itu harus dikelola secara transparan dan ada pertanggungjawabannya.

"Kalau dikasih, kita senang saja. Tapi yang penting pertanggungjawabannya," kata Trimedya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (9/6/2015).

Trimedya mengungkapkan bahwa anggota DPR sering kesulitan ketika mendapat keluhan dari warga di daerah pemilihannya. Trimedya yang merupakan Wakil Ketua Komisi III mengaku bingung harus memberikan bantuan apa bila sesuai komisinya yang membidangi hukum.

"Mereka minta jalan, pupuk, listrik byarpet. Kami (Komisi III), masa kami kasih pistol," ucapnya.

Dia mengaku masih harus mempelajari terlebih dahulu tentang pengajuan dana aspirasi tersebut. Dana aspirasi diakui memang menguntungkan bagi anggota DPR saat ini yang akan maju kembali di Pemilu 2019.

"Kalau itu diberikan, mungkin tidak bisa dikalahkan anggota incumbent sekarang," ujar Ketua DPP PDIP ini.

Menurutnya, Penyaluran dana aspirasi nantinya harus transparan. Meski begitu, dia tak memungkiri bahwa bisa saja dana aspirasi menjadi rawan transaksi.

"Kalau transaksinya suara, bisa jadi (rawan penyelewengan). Sekarang kan mulai berpikir 2019 juga. Harus dikawal betul-betul," pungkasnya.
http://news.detik.com/berita/2937319...ih-kita-senang


Siapa Diuntungkan Dengan Adanya Dana Aspirasi?
Rabu, 17 Juni 2015 | 15:00 WIB

Usulan mengenai dana aspirasi kembali mengemuka, seperti sebelumnya kali ini pun usul tersebut menuai kontroversi. Namun kali ini DPR memiliki tameng yang kuat, yaitu Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 yang baru direvisi pada tahun 2014 kemarin. Salah satu hasil revisinya terutang dalam Pasal 80 huruf j bahwa anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan. Berbekal pasal ini politisi Senayan kembali menggulirkan wacana dana aspirasi.

Wacana soal dana sebesar Rp 20 miliar per tahun per anggota DPR tersebut dikecam banyak pihak. Hal ini tidak lepas dari rendahnya kepercayaan publik kepada lembaga politik tersebut. Dalam survei yang dilakukan oleh Populi Center pada bulan Januari lalu, DPR (39,7%), Polri (14,2%) dan partai politik (12,5%) masuk dalam 3 besar lembaga yang paling dianggap korup oleh masyarakat.

Hal ini senada dengan hasil survei Poltracking pada bulan Mei yang menempatkan DPR (66,5%), partai politik (63,5%), dan Polri (55,9%) sebagai lembaga dengan tingkat ketidakpuasan publik tertinggi. Dengan citra yang buruk seperti itu jelas saja usulan dana aspirasi mendapat cibiran banyak pihak. Ditambah lagi dengan kinerja legislasi DPR yang juga buruk, target pembuatan UU tidak pernah tercapai.

Dengan jumlah anggota DPR yang mencapai 560 orang maka total dana aspirasi adalah Rp 11,2 triliun per tahun. Bandingkan saja dengan anggaran Kementerian Perindustrian misalnya, di APBN-P 2015 anggaran kementerian tersebut hanya sekitar Rp 4,5 triliun. Lembaga legislatif yang sejatinya bukan pengguna anggaran malah mendapat alokasi yang lebih besar dari sebuah kementerian strategis. Di tengah deindustrialisasi, kementerian yang mengurusi industri malah mendapat dana lebih sedikit ketimbang dana untuk kepentingan politik anggota DPR.

Wacana soal dana aspirasi ini bukan hal baru, ia pernah mengemuka di pemerintahan sebelumnya. Sekarang dana aspirasi muncul lagi dengan nama Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP). Intinya sama, anggota DPR mendapat alokasi dalam APBN untuk memasukkan program-program untuk daerah pemilihannya.

Argumentasi politisi yang pro dana aspirasi diantaranya adalah dana tersebut untuk mengoreksi pembangunan daerah yang dianggap bias kepentingan politik kepala daerah, juga untuk daerah dan sektor yang selama ini kurang tersentuh dana APBN. Anggota DPR yang pro dana aspirasi menegaskan bahwa mereka hanya mengusulkan program, sementara uang tetap ada di pemerintah. Eksekutif tetap berperan sebagai pengguna anggaran.

Yang kontra dana aspirasi mengatakan bahwa fungsi DPR hanya 3, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPR seharusnya berfokus saja pada fungsinya tersebut dengan membuat UU, membahas dan menyetujui/menolak APBN, dan mengawasi pelaksanaan UU dan APBN oleh eksekutif. Dana aspirasi juga dianggap akan memperparah ketimpangan antar daerah, mengingat banyak anggota DPR yang berasal dari daerah pemilihan di Pulau Jawa. Sementara daerah lain, misalnya Papua, memiliki jumlah anggota DPR yang lebih sedikit, akibatnya dana aspirasi yang diterima pun akan lebih sedikit.

Namun alasan selalu bisa dicari, argumentasi bisa dibangun, tapi sebenarnya siapa yang diuntungkan dengan adanya dana aspirasi ini?

Karena pada akhirnya politik adalah soal kepentingan, siapa mendapat apa.

Pada dasarnya setiap anggota DPR senang mendapat dana aspirasi, karena itu akan sangat membantu memastikan kursi mereka aman di periode mendatang. Dana aspirasi ini akan menjadi penghalang masuk (barrier to entry) bagi politisi lain yang akan masuk ke Senayan. Dengan amunisi Rp 20 miliar setiap tahun, tentu saja anggota DPR petahana akan terpilih lagi. Karena itu secara naluri setiap anggota DPR sebetulnya ingin dana aspirasi ini disahkan.

Namun anggota DPR tidak berdiri sendiri, ia juga mewakili fraksinya. Dalam level fraksi, tidak semua fraksi senang dengan dana aspirasi. Fraksi dengan kursi terbanyak lah yang paling senang dengan dana ini. Partai politik yang sekarang mendominasi DPR kemungkinan besar akan kembali dominan jika dana aspirasi disetujui. Hal ini tentu tidak diinginkan oleh partai-partai kecil. Kalau kita lihat peta kekuatan yang mendukung dan menolak dana aspirasi, hal ini menjadi sangat jelas. Apalagi wacana dana aspirasi ini sudah pernah muncul di periode sebelumnya, ketika komposisi DPR belum seperti saat ini.

Saat wacana dana aspirasi muncul pada tahun 2010, Partai Golkar menjadi motornya, dengan didukung Partai Demokrat. Walau pada akhirnya Partai Demokrat mengubah sikap menjadi menolak dana aspirasi setelah muncul penolakan dari masyarakat.

Pada saat itu Partai Demokrat menguasai 150 kursi DPR, sedangkan Partai Golkar menguasai 107 kursi DPR. 2 fraksi terbesar yang paling berkepentingan mendorong wacana dana aspirasi. Partai-partai kecil seperti Hanura, PKS, PAN, dan Gerindra menolak tegas dana aspirasi. Sebagai pemimpin oposisi, PDIP yang menguasai 95 kursi pun menolak dana aspirasi.

Pada tahun 2015 komposisi DPR berubah, PDIP menguasai DPR dengan 109 kursi, disusul Partai Golkar dengan 91 kursi dan Partai Gerindra dengan 73 kursi. Sekarang kita bisa lihat 3 partai terbesar ini menjadi motor dana aspirasi. PDIP dan Gerindra yang 5 tahun lalu menolak dengan berbagai argumentasinya, kali ini mendukung penuh juga dengan berbagai argumentasinya.

Partai Golkar yang tetap berada di 3 besar jelas tetap mendukung dana aspirasi ini. Sedangkan Partai Demokrat yang tinggal memiliki 61 kursi menolak tegas usulan dana aspirasi ini. Begitu juga dengan PAN (48 kursi) dan Partai Nasdem (36 kursi). Sedangkan PKB yang perolehan kursinya meningkat dari 27 menjadi 47, mendukung dana aspirasi. Sementara sikap partai-partai lainnya masih kurang jelas, walau pun beberapa kader mereka sudah menyatakan sikapnya.

Tapi kita bisa melihat pola yang jelas di sini: kepentingan.

Fraksi-fraksi yang kepentingannya sejalan dengan dana aspirasi mendukung program ini, sementara fraksi-fraksi yang kepentingannya terancam dengan dana aspirasi menolak program ini.

Salah satu argumen politisi yang pro dana aspirasi adalah bahwa dana tersebut penting sebagai perwujudan janji kampanye anggota DPR. Soal ini jauh-jauh hari Nikita Khrushchev sudah mengingatkan bahwa politisi akan menjanjikan apa pun demi bisa terpilih kembali, “Politicians are the same all over. They promise to build bridges even when there are no rivers”.
https://www.selasar.com/politik/dana-aspirasi


Daftar Anggota DPR 2014-2019 dari Kalangan Artis Selebritis
Friday, 03 Oct 2014

Artis yg Anggota DPR Dapat Rp 20-M setahun? Wawwwww ... kalah main Sinetron
seleb anggota dpr ri

Seleb-seleb tanah air menghiasi gedung DPR tengah pekan kemarin. Artis seperti Anang Hermansyah, Desy Ratnasari dan Eko Patrio terpilih sebagai anggota DPR 2014-2019. Siapa saja artis yang mengisi kursi tersebut? Berikut daftar Anggota DPR RI 2014-2019 dari kalangan artis.

1. Anang Hermansyah
Rabu, (1/10) kemarin menjadi hari yang berkesan bagi Anang Hermansyah. Ia yang selama ini dikenal sebagai musisi mengawali lembaran barunya dengan masuk sebagai anggota DPR RI. Di bawah bendera PAN, Anang sukses melaju ke Senayan dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur IV dengan 53.559 suara.

2. Desy Ratnasari
Artis yg Anggota DPR Dapat Rp 20-M setahun? Wawwwww ... kalah main Sinetron
Desy Ratna Sari
Tidak hanya Anang, Desy Ratnasari pun merasakan hal yang sama. Sama seperti Anang, Desy berangkat dari partai Islam, PAN. Desy meraih suara 56.397 suara dari dapil Jawa Barat IV.

3. Primus Yustisio
Primus Yustisio kembali mendapat kepercyaan dari rakyat. Artis yang juga politikus partai PAN ini meraih suara 45.485 suara dari daridapil Jawa Barat V. Di periode 2009-2014, Primus juga sukses menduduki kursi anggota DPR.

4. Lucky Hakim
Ternyata banyak juga artis yang lolos ke Senayan di bawah bendera PAN. Lucky Hakim juga turut menduduki kursi anggota DPR setelah mengumpulka suara 57.891 dari dapil Jawa Barat VI.

5. Eko Hendro Purnomo
Sama seperti Primus, ini adalah periode kedua bagi Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio untuk menduduki kursi anggota DPR. Masih setia dengan PAN, Eko melaju ke Senayan dari dapil Jawa Timur VIII dengan perolehan 69.301 suara.

5. Rachel Maryam Sayidina (Gerindra) dari dapil Jawa Barat II (58.758).
Artis yg Anggota DPR Dapat Rp 20-M setahun? Wawwwww ... kalah main Sinetron

6. Rieke Diah Pitaloka (PDIP) dari dapil Jawa Barat VII (255.044 suara).
Artis yg Anggota DPR Dapat Rp 20-M setahun? Wawwwww ... kalah main Sinetron

7. Venna Melinda (Partai Demokrat) dari dapil Jawa Timur VI (49.383 suara).
Artis yg Anggota DPR Dapat Rp 20-M setahun? Wawwwww ... kalah main Sinetron

8. Okky Asokawati (PPP), dari Dapil DKI Jakarta III (35.727 suara).
Artis yg Anggota DPR Dapat Rp 20-M setahun? Wawwwww ... kalah main Sinetron

9. Junico BP Siahaan (PDIP) dari dapil Jawa Barat I (64.980 suara).
10. Tantowi Yahya (Partai Golkar) dari dapil DKI Jakarta III (45.507 suara).
11. Jamal Mirdad (Gerindra) dari dapil Jawa Tengah I (39.163 suara).
12. Dede Yusuf Macan Effendi (Partai Demokrat) dari dapil Jawa Barat II (142.939 suara).
15. Krisna Mukti (PKB) dari dapil Jawa Barat VII (31.987 suara).

Di tengah kesuksesan mereka, banyak juga artis yang gagal menjadi anggota DPR periode 2014-2019. Seperti Marissa Haque, Dwiki Dharmawan, hingga Hengky Kurniawan.
http://sidomi.com/327512/daftar-angg...is-selebritis/


Jangan senang dulu, dana aspirasi bisa jadi jebakan buat DPR
Rabu, 10 Juni 2015 10:24

Merdeka.com - Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia mengingatkan para anggota DPR agar tidak terlalu euforia dengan dana aspirasi yang sudah diajukan dalam RAPBN 2016 sekarang. Kopel menilai meski dana aspirasi tersebut diakomodasi dalam UU 17 tahun 2014 tentang MD3, namun masih menyisakan sejumlah masalah yang bisa berimplikasi hukum di kemudian hari.

"Dana aspirasi itu kalau tidak hati-hati bisa menjadi jebakan bagi DPR sendiri. Dugaan praktik korupsi akan terbuka lebar!" kata Direktur Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah melalui siaran pers yang diterima merdeka.com, Rabu (10/6).

Seperti diketahui, DPR melalui Banggar DPR telah mengajukan dana aspirasi dalam RAPBN 2016 sebesar Rp 20 miliar per anggota atau Rp 11,20 triliun untuk 560 anggota. "Aturan di UU MD3 masih sangat umum sehingga DPR mau tidak mau harus menyiapkan aturan teknis dalam pengelolaannya," imbuh Syamsuddin.

Menurut Syam, masih terdapat beberapa persoalan serius yang harus dijawab oleh DPR dalam rangka menjamin transparansi dan akuntabilitas dana aspirasi tersebut. Pertama, soal mekanisme penyerapan aspirasi masyarakat dalam pembangunan, termasuk mekanisme validasinya yang menjamin bahwa demikian benar adalah murni kebutuhan mendesak pembangunan wilayah daerah pemilihan, dan bukan sekedar titipan atau keinginan anggota DPR semata karena peluang keuntungan besar dalam program tersebut.

"Dalam kerangka tersebut, maka mekanisme reses yang selama ini harus diubah menjadi lebih akuntabel. Harus ada pertanggungjawaban yang menjelaskan bahwa program tersebut benar lahir di reses dan menjadi prioritas usulan masyarakat," ujar Syam.

Alasan kedua, mekanisme pengajuannya program dapil. Karena basis program ini adalah daerah pemilihan yang diwakili orang berbagai orang dan partai yang membuka lebar perbedaan kebutuhan konstituen daerah pemilihan, maka akan menjadi problem pada pengajuan programnya termasuk lembaga kementerian yang akan dijadikan mitra.

"Apakah semua anggota akan bebas mengajukan program dan kepada kementerian mana saja. Bagaimana pengaturannya dan pengawasannya?" tukas Syam.

Alasan ketiga yakni mekanisme eksekusi. Benar dana aspirasi tidak akan dikelola langsung oleh anggota DPR melainkan akan dititipkan di Lembaga Kementerian atau lembaga lainnya. Persoalan akan muncul adalah kerancuan dalam proses penempatan dan pengawasan pelaksanaan program.

"Kementerian bisa saja akan abai dalam menjaga kualitas pelaksanaan program karena menganggap bukan murni programnya yang bisa menilai kinerjanya," tegas dia.

Kerancuan lain adalah pengaturan mekanisme pencairan atau pelaksanaan program itu sendiri. Prioritas mana yang didahulukan pelaksanaan dalam APBN yang murni program kementerian atau program dana aspirasi.

Alasan keempat adalah, belum ada skema pengelolaan dan terpenting pertanggungjawaban bagi DPR sendiri atas pelaksanaan dan dampak program.

"Belum adanya aturan teknis tersebut selain bisa menimbulkan kerancuan dalam pengelolaannya. Yang terpenting akan terbuka lebar untuk di salah gunakan di daerah," ujarnya.

Oleh karena itu, Kopel mendesak DPR seharusnya menyelesaikan aturan teknis atas kemungkinan-kemungkinan yang terjadi kemudian. Dan aturan tersebut harus memegang prinsip atau nilai yang bisa menjamin terjadinya akuntabilitas.

"Selama ini DPR belum bisa melepaskan diri dari persepsi negatif oleh publik sebagai lembaga korup. Dan sekarang ada dana aspirasi kalau tidak dikelola baik, bisa semakin memperburuk citra mereka di mata konstituennya sendiri," pungkas Syam.
http://www.merdeka.com/politik/janga...-buat-dpr.html

--------------------------

Jelas senanglah ... itu duit sebesar Rp 20 miliar setiap tahun yang mereka dapat karena kini jad anggota DPR, emang gede amat nilainya! Hono hasil manggung seumur-umur dari main sinetron aja, kagak bakalan nyampai segitu, meski kerja sampai mati!

emoticon-Big Grin
0
2.2K
12
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan