Kaskus

News

s4nit0reAvatar border
TS
s4nit0re
Mulai Lapar? Dulu PKS Janji Konsisten Tolak Dana Aspirasi, Sekarang Menerima
Dulu PKS Janji Konsisten Tolak Dana Aspirasi, Sekarang Menerima
Jumat 26 Jun 2015, 15:09 WIB

Jakarta - Fraksi PKS DPR adalah salah satu fraksi yang mendukung Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau biasa disebut dana aspirasi DPR. Padahal, dulu PKS pernah berjanji akan konsisten menolak dana aspirasi. Kenapa berubah, PKS?

Usulan dana aspirasi ini sudah pernah muncul tahun 2010 lalu. Saat itu Fraksi Golkar DPR yang mengusulkan alokasi dana aspirasi DPR sebesar Rp 15 miliar per anggota dewan. Seperti saat ini, waktu itu dana aspirasi juga jadi polemik.

PKS menjadi salah satu pihak yang mengikuti suara publik menolak dana aspirasi tersebut. Sekjen PKS saat itu, Anis Matta, berjanji konsisten menolak dana aspirasi.

"Kami akan tetap konsisten menolak dana Rp 15 M, termasuk dana desa," kata Anis Matta, 15 Juni 2010 lalu. (Baca: PKS Janji Konsisten Tolak Dana Aspirasi Rp 15 M)

Lima tahun berselang, usulan dana aspirasi dalam bentuk UP2DP muncul lagi. Jumlahnya kini lebih besar, Rp 20 miliar per anggota per tahun. Apa PKS konsisten menolak? Ternyata tidak. Bersama Golkar, Gerindra, PAN, PPP, PKB, dan Demokrat, PKS menjadi salah satu fraksi DPR yang menyetujui payung hukum dana aspirasi di paripurna DPR 23 Juni 2015 lalu.

Mengapa sikap PKS berubah?

"Menurut PKS ini kan cuma program aspirasi, jadi di depan nggak ngoyo, di belakang juga nggak menolak. Kalau jalan alhamdulillah, tapi nggak juga nggak apa," kata Ketua Fraksi PKS Jazuli sebelum rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/6) lalu. Anis Matta saat ini adalah Presiden PKS.

Kini Jazuli bahkan menyindir beberapa koleganya di DPR yang teriak-teriak menolak dana aspirasi. Menurut dia, program aspirasi itu salah dipahami dan diartikan sebagai dana aspirasi. Akibatnya muncul pandangan bahwa nantinya masing-masing anggota DPR mendapatkan dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar per tahun.

Padahal, kata Jazuli, anggota DPR hanya mengusulkan program melalui mekanisme pembahasan APBN 2016 di Badan Anggaran. Yang menolak, diduga Jazuli hanya mencari simpati. "Kalau ada orang yang katakan berapi-api, menurut saya itu lebih kepada panggung politik," tudingnya.

"Ternyata diam-diam (pengkritik) paling gede mintanya. Mudah-mudahan tidak ada kemunafikan," imbuh politikus asal Banten itu.
http://news.detik.com/berita/2953387...arang-menerima


Wakil Ketua DPR (dari PKS) Berang Pemerintah Tolak Dana Aspirasi
Jumat, 26/06/2015 14:13 WIB

Mulai Lapar? Dulu PKS Janji Konsisten Tolak Dana Aspirasi, Sekarang Menerima
Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS, Fahri Hamzah. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)

Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kecewa dengan pemerintah atas penolakan realisasi usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi. Fahri mengaku telah menghubungi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago untuk mengutarakan kekecewaannya itu.

"Saya tegur Kepala Bappenas. 'Bung, anda tidak menghargai kami dan tidak mendengarkan rakyat. Masa mendengar rakyat saja tidak boleh?" ucap Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/6).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu tidak mengerti apa yang ditakuti lembaga eksekutif bila dana aspirasi direalisasikan dan dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.

Soal aspek pengawasan, ujar Fahri, tidak lagi perlu dipertanyakan, mengingat dana aspirasi kelak menyatu dengan APBN yang pengawasannya akan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Sebelumnya, Kepala Bappenas Andrinof Chaniago menilai dana aspirasi tidak sesuai dengan undang-undang. Menurutnya, dana aspirasi tidak sejalan dengan Undang-undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 25 Tahun 2004.

Andrinof menyebut, sistem perencanaan pembangunan nasional juga kebijakan pembangunan berasal dari visi dan misi presiden sebagai kepala pemerintah. Artinya, arah pembangunan satu periode pemerintahan berasal dari visi dan misi tersebut, sebelum kemudian dituangkan menjadi prioritas pembangunan-pembangunan, dari sisi pembangunan manusia dan pembangunan wilayah.

Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro enggan berkomentar mengenai UP2DP pasca DPR mengesahkan peraturan DPR tentang tata cara pengusulan program pembangunan daerah pemilihan dalam rapat paripurna Selasa (22/6) lalu.

Bambang mengatakan dirinya belum bisa berkomentar banyak karena belum menerima proposal dari DPR tentang UP2DP. Kendati demikian, ia mengatakan sikap yang diambil oleh Kementerian Keuangan akan sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo.
http://www.cnnindonesia.com/politik/...dana-aspirasi/


Politikus PKS Ingatkan Pencitraan Tak Mengobati Rasa Lapar
Ju'mat, 03 April 2015 , 23:12:00

JAKARTA - Ketua Komisi I DPR RI, Mahfuz Sidik menyatakan kemiskinan yang terlalu lama dialami oleh sebuah bangsa akan mendorong warga untuk memiliki pemimpin dari kalangan rakyat kebanyakan. Namun, Mahfuz menilai keinginan itu bisa menjadi perangkap bagi rakyat karena bisa-bisa malah hidup lebih sulit.

"Karena sudah terlalu lama hidup dalam kesulitan, muncul hipotesa bahwa kesulitan bersumber dari pemimpin. Lalu ada keyakinan untuk merubah keadaan yakni pemimpin harus dari kalangan ‘kita' sendiri," katanya di Jakarta, Jumat (3/4).

Padahal, kata politikus PKS itu, pandangan tersebut tidak seluruhnya benar. Pasalnya, di balik pemikiran ada jebakan yang lebih membahayakan.

"Ketika pemimpin yang dari kalangan 'kita' itu terpenuhi, maka muncul suatu kepuasan bahwa pemimpin sudah dari kalangan 'kita'. Pertanyaannya, apa sosok dari 'kita' yang populis itu bisa memperbaiki keadaan?" ulasnya.

Wakil sekjen PKS itu lantas mencontohkan naiknya Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai pemimpin. Bagi kelompok masyarakat tertentu, kata Mahfuz, kedua figur itu memang sudah memenuhi keinginan.

Namun, kata Mahfuz, kemampuan berkomunikasi dua figur politikus ternama itu dengan para elite politik justru rendah. "Menurut kelompok masyarakat tertentu, pemimpin yang dari 'kita' itu sudah terpenuhi. Tapi kemampuan bersosialisasinya dengan kalangan elit politik sangat rendah. Itu yang terjadi sekarang," ungkap Mahfuz.

Lebih lanjut Mahfuz mengatakan, pemimpin populis secara politik hanya cocok di negara yang sedang melakukan revolusi. Sebab, pemimpin polulis dibutuhkan untuk solidaritas.

Namun, ketika pemimpin populis terpilih di negara demokrasi, maka yang terjadi bisa jauh dari harapam. “Beginilah jadinya bangsa ini," tegas Mahfud.

Padahal, ujar Mahfuz, kesetiaan pendukung terhadap pemimpinnya sangat tipis. "Batasnya hanya soal isi perut rakyat dan pada akhirnya pencitraan tidak akan mungkin meredam itu," pungkasnya
http://www.jpnn.com/read/2015/04/03/...=295988&page=2

Quote:



Dana Aspirasi Perampokan Legal DPR
Jumat , 26 Juni 2015 13:35

Mulai Lapar? Dulu PKS Janji Konsisten Tolak Dana Aspirasi, Sekarang Menerima
Ilustrasi

JAKARTA – Penolakan terhadap dana aspirasi terus disuarakan. Mulai dari masyarakat biasa hingga para akademisi. Diketahui beberapa hari lalu DPR telah mengesahkan Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi. Dana Rp 20 miliar akan dijadikan pagu anggaran bagi setiap anggota dewan untuk direalisasikan setiap tahunnya.

“Jika dilihat sekilas dana aspirasi tersebut seakan memiliki manfaat besar bagi pembangunan di daerah. Namun, ditelaah secara mendalam terdapat potensi masalah jika dana aspirasi direalisasikan,” ujar Ketua Pusat Kajian Konstitusi dan Pancasila Universitas Katolik Darma Cendika (UKDC) Surabaya, Victor Imanuel Nalle dalam keterangannya, Jumat (26/6).

Dia menjelaskan, dilihat dari fungsi anggaran maka wewenang DPR secara teoritis hanya sampai pada perencanaan. Bahkan, saat ini wewenang DPR sudah dibatasi dalam penganggaran karena tidak lagi membahas hingga tingkat kegiatan dan jenis belanja.

“Tidak ada rasionalisasi teoritis untuk memberi legitimasi anggota DPR menyalurkan anggaran bagi pembangunan daerah pemilihan,” kata Victor.

Selain itu, domain identifikasi kebutuhan masyarakat hingga implementasi program berada di tangan eksekutif melalui Musrenbang. Implementasi program di daerah juga menjadi wewenang Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Bahkan, adanya Undang-Undang Desa memberi peluang bagi pemerintah desa untuk mempercepat pembangunan.

Praktik dana aspirasi di DPRD selama ini menunjukkan rawannya penyelewengan. Jika tidak ada mekanisme verifikasi dan pengawasan yang ketat, tidak tertutup kemungkinan dana aspirasi DPR akan dimanfaatkan oknum partai melalui proyek pembangunan di daerah.

Kemungkinan paling besar dana aspirasi nantinya hanya menjadi alat pencitraan anggota dewan untuk pencalonan di periode berikutnya. Padahal, wewenang eksekusi program nantinya berada di tangan eksekutif.

“Karena itu, program dana aspirasi rawan untuk menjadi perampokan legal oleh DPR. Jika ingin mendorong percepatan pembangunan seharusnya DPR memperkuat fungsi kontrolnya terhadap eksekutif, dan mendorong APBN yang berkeadilan. Terutama bagi percepatan pembangunan di kawasan timur Indonesia yang masih tertinggal dari Jawa,” jelas Victor.
http://fajar.co.id/politik/2015/06/2...legal-dpr.html

---------------------------------

Baru juga 10 bulan tak duduk di kekuasaan Eksekutif (meskipun di daerah-daerah masih cukup banyak kader PKS yang menjadi Gubernur, Bupati daan Walikota), kok sudah kelihatan sekalai para elit PKS ini mulai kelaparan. Gara-gara gaya hidup mewah dan konsumtif? Apalagi rata-rata punya bini lebih dari satu, jelas saja biaya ('maintenance cost') mahal sekali.


emoticon-Angkat Beer
0
1.4K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan