Kaskus

News

holabackAvatar border
TS
holaback
[Jokowi's Effect] Duh, Derita Ini Datang Bertubi-tubi

RMOL. Tanda-tanda gelombang massal pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah di depan mata. Melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional jadi penyebab. Pengusaha pun terpaksa memecat sebagian karyawannya. Pemerintah mengklaim sudah mengeluarkan kebijakan untuk membendung kejadian ini.

Bulan lalu, 18 perusahaan yang bergerak di industri tekstil gulung tikar. Akibatnya, sebanyak 30 ribu buruh dirumahkan. Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, ancaman PHKterjadi karena dana masyarakat terkuras hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok dan BBM.

Masyarakat tak lagi membeli barang-barang bersifat sekunder seperti otomotif, tekstil, elektronik, sepatu atau bahkan perumahan. Hasil surveinya bulan lalu, sekitar 6.300 karyawan tekstil di Pacet, Kabupaten Bandung, sudah dirumahkan alias di-PHK. "Walau cuma sampling, dapat dipastikan hal yang sama terjadi di seluruh Indonesia. Hanya belum ada data pastinya," katanya.

Sektor tambang juga terkena dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Bangka Belitung Darusman mengatakan PHK paling banyak terjadi pada perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan timah. Paling banyak sektor pertambangan. Ada juga dari perusahaan perkebunan, seperti sawit dan karet. Perusahaan perhotelan dan jasa juga ikut mem-PHK karyawan "Hingga saat ini lebih dari seribu karyawan sudah menerima PHK akibat lesunya perekonomian," kata Darusman dalam keterangan resminya, kemarin.

Menurut Darusman, gelombang PHK diprediksi berlanjut jika harga timah tidak kunjung membaik. Ia meminta pemerintah daerah tidak pasrah menghadapi masalah ini. "Paling tidak melakukan pengawasan secara ketat kepada perusahaan yang melakukan PHK serta mendorong perusahaan melakukan efisiensi tanpa harus melakukan PHK," ujarnya.

Menteri Perindustrian Saleh Husein mengatakan saat ini sektor industri tekstil dan produk tekstil yang paling rentan terkena dampak PHK massal. Penyebabnya ada beberapa faktor. Selain perlambatan ekonomi nasional, juga adanya arus deras barang impor ilegal berharga murah dan berkualitas rendah yangmembanjiri pasar Tanah Air. "Meski dilarang, impor pakaian bekas tetap masuk ke Indonesia dan ini memukul industri tekstil kita dan turut menyebabkan pemutusan hubungan kerja," kata Saleh Husein, dalam rilis yang diterima Rakyat Merdeka, kemarin.

Selain itu, melemahnya permintaan ekspor dari mitra dagang Indonesia. Ini menyebabkan stok dalam negeri membludak dan harus bersaing dengan barang impor dengan harga kompetitif. "Keduanya bisa jadi penyebab juga kenapa PHK di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki serta industri tembakau terjadi," jelasnya.

Di sisi lain, industri dihantam penurunan daya beli masyarakat akibat perlambatan ekonomi. "Daya saing industri tergerus karena biaya energi mencekik yaitu listrik dan gas," ujarnya. Solusinya? Saleh berjanji memercepat realisasi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) dan program restrukturasi permesinan industri tekstil dan alas kaki. Untuk jangka panjang, dilakukan lewat pemberian stimulus fiskal dan kredit.

Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah sudah mengantisipasi PHK massal. Caranya, dengan mempercepat pembangunan infrastruktur. "Yang perlu kita percepat adalah pembangunan infrastruktur," kata Sofyan, di Jakarta, kemarin. Infrastruktur digenjot dengan mengandalkan pinjaman luar negeri.

Pengamat ekonomi dari Universitas Trisakti Yanuar Rizky mengatakan jika pertumbuhan ekonomi masih melambat seperti sekarang, ancaman PHK tak bisa dihindari. Dia bilang, perlambatan ekonomi sudah terjadi sejak kuartal IV-2014. Artinya perlambatan ekonomi telah berdampak pada PHK pada kuartal I-2015. Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal I-2015 mencatat adanya kenaikan pada tingkat pengangguran. "Jadi ancamannya bukan hanya sudah di depan mata, di beberapa sektor sudah terjadi. Kalau bisnis melambat, PHK pasti terjadi," kata Yanuar, saat dikontak Rakyat Merdeka tadi malam.

Dia mengungkapkan, setiap penurunan satu persen pertumbuhan ekonomi sama dengan bertambahnya dengan 200 ribu pengangguran. Ia memprediksi pengangguran pada 2015 akan bertambah hingga 40 ribu orang. Hal ini ditambah minimnya serapan anggaran angkatan kerja baru karena lambatnya proyek-proyek infrastruktur. "Jadi ancaman PHK ini akan merembet. Tak hanya di industri tekstil saja," ucapnya.

Dia mencontohkan, saat ini konsumsi listrik di perusahaan sudah berkurang dan perusahaan mengurangi jam kerja.

Apakah solusi pemerintah menekan PHK massal efektif? Yanuar ragu. Kata dia, solusi Menko sama sekali tidak nyambung. Kata dia, yang harus pertama diperbaiki adalah memperbaiki selisih konsumsi. "Apalagi jika cuma mengandalkan pinjaman sama saja dengan cara yang dulu-dulu. Tak ada yang kreatif," ujarnya. Menurut dia, ancaman PHK ini akan berlangsung lama jika tidak segera ada pembenahan. "Bisa-bisa nanti keburu kehabisan stamina," pungkasnya. ***

http://m.rmol.co/news.php?id=207482

Presiden petugas partai biang sial penjual negara itu harus diapain ya?
0
3.8K
43
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan