Selama cukup lama menjadi SR di kaskus, kali ini ane mau berbagi info dengan rekan-rekan mengenai mengapa Indonesia tidak dapat menjadi negara maju hingga saat ini. Selain itu, ane akan mencoba melakukan komparasi dengan Korea Selatan, karena kondisi negaranya mirip sekali dengan Indonesia ketika sehabis Perang Dunia.II
Spoiler for DISCLAIMER:
Thread ini sebagian adalah opini ane sendiri, sehingga subjektifitas bisa saja terkandung dalam informasi yang ane berikan. Ane sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan data-data konkrit dari sumber-sumber kredibel. Ane juga berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik melalui komen di bawah. Terima kasih
Mari kita mulai dari gejala-gejala perlambatan ekonomi yang dapat kita saksikan saat ini:
Spoiler for :
1. Dari sektor pengangguran, BPS mencatat bahwa pengangguran saat ini bertambah 300 ribu jiwa dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga jumlahnya sekarang diperkirakan 7,4 juta orang (SindoNews, 5 Mei 2015)
2. Bank Indonesia mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2015 memiliki peluang di bawah 5%, tetapi masih bisa diusahakan untuk mencapai 5 – 5.4%
3. Pelemahan mata uang Rupiah yang fluktuatif, bahkan menembus level 13.200 dapat mengganggu investasi dari luar negeri
Nah ane nggak mau meneruskan lagi agar jangan semakin stress. Nah, sekarang ane lanjut ke penyebab masalah Indonesia seperti sekarang ini.
Spoiler for Penyebab Internal:
1. Laju pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak sehat
Menurut BPS.go.id, saat ini laju pertumbuhan jumlah penduduk nasional ada di level 1.49%. Memang ini lebih baik dari 2-3 dekade yang lalu, tapi ini masih tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita seperti Singapura dan Thailand yang bertengger di angka 0.85% (Encarta Reference 2005)
Dan percaya atau tidak, di website BKKBN, angka kelahiran lebih dominan dalam keluarga miskin. Sehingga ujung-ujungnya tanggungan keluarga jadi lebih banyak dan jadi lebih miskin lagi. Oleh sebab itu inilah yang ane maksud “pertumbuhan penduduk yang tidak sehat”.
2. Tingkat pendidikan rendah, produktivitas rendah, pengangguran tinggi
Ini bisa dibilang kelanjutan dari poin nomor 1. Bagi keluarga miskin, buat makan saja sulit, apalagi untuk sekolah. Tapi tidak hanya di keluarga miskin saja. Anak yang telah disekolahkan susah-susah oleh ortunya saja bisa ujung-ujungnya jadi berandalan. Sekarang sudah tidak asing lagi kata “kenakalan remaja” terdengar di telinga kita.
Akhirnya banyak lulusan sarjana yang cuma jadi pengangguran tanpa keahlian, beberapa yang lebih “mujur” hanya menjadi karyawan biasa. Banyak yang cuma bisa jadi buruh kasar. Lalu semua meminta gaji yang lebih tinggi dari yang sewajarnya, ya otomatis pengusaha gulung tikar dan tingkat pengangguran naik
3. Kesenjangan sosial yang sampai bisa merugikan sesama rakyat Indonesia
Ane yakin sebagian besar masih ingat di jaman orde baru dimana salah satu etnis minoritas dijadikan stereotipe “orang tajir”. Sampai-sampai dijadikan kambing hitam dalam kerusuhan tahun 1998. Tetapi itu dulu, kesenjangan sosial saat ini bukan hanya dalam bentuk prasangka antar etnis lagi, melainkan sudah tidak pandang bulu, Sehari-hari kita sering lihat bahwa beberapa orang agak “menonjolkan” kekayaannya. Sehingga beberapa yang lainnya akan merasa iri, sampai berani melakukan tindakan kriminal. Tapi inilah kenyataan seperti gambar di bawah ini
4. Pemerintahan yang sudah korup, malah tidak peduli dengan negara
Korupsi memang merugikan negara, tetapi pejabat yang korupsi tanpa memerdulikan negara lebih merugikan lagi. Terdengar aneh sebenarnya, “memangnya bisa korupsi itu memajukan suatu negara?” Ane bukan bermaksud membenarkan korupsi (secara umum), tetapi korupsi itu memang dari sejak jaman purbakala sudah ada. Di Jakarta Post edisi 17 Desember 2012, sudah ada yang mengemukakan bahwa korupsi itu merupakan insting manusia, sehingga hampir mustahil ditiadakan.
Seharusnya ada peraturan begini, ”Anda boleh korupsi, tapi jangan merugikan pihak lain.” Ya mengapa tidak? Misalkan dalam suatu pelelangan kontrak, dana yang dialokasikan untuk pembangunan suatu sekolah adalah 15 milyar. Di tangan satu tim insinyur, mereka bisa melakukan efisiensi pembangunan sekolah sebesar 5 persen (750 jt) dengan catatan, sekolah yang dibangun tetap memenuhi standar di awal kontrak. Nah 750jt lebih itu apabila dimakan sendiri oleh tim itu, termasuk korupsi kan? Tapi di sini tidak ada yang rugi (semua sesuai dengan kontrak/perjanjian). Tapi ini murni hanya pendapat ane saja.
Nah, itulah penyebab internal yang paling dominan menurut ane. Sekarang penyebab eksternalnya.
Penyebab eksternal:
Spoiler for :
1. Indonesia tidak memiliki sekutu
Buat yang menjawab ASEAN atau GNB (Non-Blok), maaf anda kurang tepat. ASEAN itu bukan aliansi, melainkan hubungan diplomatis di bidang ekonomi-sospol. Terkadang kerja sama boleh, dikit-dikit bantu boleh. Tapi ketika dihadang masalah, tetap saja bersitegang. Contohnya gampang, perseteruan Sipadan-Ligitan dan Ambalat dengan Malaysia.
VS
Coba lihat NATO dan Commonwealth, jika negara-negara anggotanya ada yang bermasalah, dukungan negara kawan selalu ada. Bahkan jika kita menerjemahkan Commonwealth, artinya sama-sama tajir. Ane yakin pasti banyak yang kontra sama ane untuk ini, “Ngapain kita kerja sama lagi sama bangsa penjajah kita dulu?” Nah, sekarang ane tanya balik, “sebutkan negara non-blok yang sudah jadi negara maju?” Paling juga Malaysia (yang juga anggota commonwealth) dan Tiongkok (yang cuma sebentar jadi anggota, lalu berdikari).
Artinya apa? Mungkin saja jadi negara maju tanpa perlu sekutu (seperti Tiongkok), tapi akan sangat sulit (harusnya pada tahu kan hidup masyarakat itu sekeras apa di Tiongkok yang masih komunis jaman dulu)
2. Indonesia memang enak untuk dieksploitasi ditambah putra-putri bangsa yang cenderung berminat menjadi kaki-tangan perusahaan asing
Ya iyalah, kita punya SDA di mana-mana. Tapi mungkin sulit bagi industri luar buat 100% menggunakan tenaga kerja dari luar. Tapi gampang kok, iming-imingi saja gaji tinggi kepada lulusan-lulusan terbaik di negeri ini (jika tidak direbut oleh universitas di negara lain untuk kuliah lagi). Lihat saja, career fair di universitas-universitas terbaik negeri ini. Selalu saja ada perusahaan asing yang menawarkan pekerjaan dan banyak yang ingin melamar. Aneh rasanya melihat BUMN seperti stand Pertamina yang tidak seramai Schlumberger atau Chevron.
3. Saat ini kondisi ekonomi Amerika Serikat tengah membaik
Yep, ini laporan terakhir yang sudah banyak muncul di koran, sehingga menyebabkan US$ naik, tidak hanya terhadap Rupiah, melainkan terhadap mata uang negara-negara lainnya
Nah, jika demikian apa solusinya? Jujur saja, ane juga ngga tahu. Tapi setidaknya, ane bisa melakukan perbandingan dengan Korea Selatan
Spoiler for :
1. Ketika Jepang masih menguasai Korea Selatan
Kolonialisasi Jepang di Korea itu berbeda dengan di Indonesia. Di awal-awal Jepang melakukan pendekatan diplomatis sejak akhir abad ke 19, diikuti oleh perang saudara yang berujung dengan penguasaan penuh Jepang di semenanjung korea. Kerja paksanya dilaporkan juga sangat sadis hingga hari ini masih ada sentimen anti-Jepang oleh masyarakat Korea Selatan. Namun, kerja paksa Jepang itu bersifat membangun (dan cepat). Tidak hanya di bidang infrastruktur, melainkan juga di bidang keilmuan dan ekonomi.
Pada saat ini Jepang banyak menerapkan pendidikan sehingga tingkat kebutaan huruf berkurang. Bahkan di akhir dekade 60-an, kebutaan huruf sudah dapat dikatakan lenyap.
2. Adanya reformasi lahan setelah perang berakhir
Ketika perang berakhir, semua rakyat dianggap sama-sama miskin (ya iyalah). Dan oleh pemerintahan sementara (dari amrik yang menang perang), rakyat diberi bagian atas lahan negara (detilnya di dalam paper oleh Jong-Sung You dari University of California, San Diego). Sehingga pada saat ini, kekayaan rakyat hampir sama, dengan peluang mengembangkan bisnis yang hampir sama pula (kesenjangan sosial minim).
3. Di bawah pemerintahan Park Chung Hee setelah ia mengudeta pemerintahan sebelumnya
Presiden ke-3 Korsel ini mengembangkan hubungan diplomatis ke Amrik dan Jepang. Nah, pada saat ini, datanglah aliran paket-paket bantuan pembangunan dari Amrik dan dialiri ke perusahaan-perusahaan yang kita semua kenal hari ini (Samsung, LG, Hyundai, Daewoo).
Di bawah pemerintahan beliau, Korsel mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat baik (yang juga dikenal sebagai Keajaiban Sungai Han). Uniknya, beliau juga menerapkan sistem Pelita seperti mantan Presiden ke-2 kita dulu. Pada saat itu, Korsel fokus dalam pengembangan iptek.
Tetapi efek buruknya adalah, perusahaan-perusahaan yang kita kenal itu jadinya itu-itu saja. Masyarakat malas berwiraswasta karena dengan bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut bisa dianggap mapan.
4. Perubahan hidup kemasyarakatan modern dan ancaman dari Korut
Karena Korsel mendadak menjadi negara industri, dan ditambah ongkos hidup yang tinggi banyak masyarakat yang lebih fokus ke karir dan pekerjaan ketimbang berkeluarga. Pelan-pelan piramida kependudukannya berubah bentuk menjadi bentuk vas bunga. Masyarakat Korsel rata-rata berkeluarga di umur akhir 20-an ke atas.
Lalu, masyarakat local tidak perlu memngimpor barang dari luar negeri, karena hampir semua barang jadi dapat diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang sudah kita kenal itu. Misalnya, mobil beli saja dari KIA atau Hyundai, alat elektronik bisa dicari ke Samsung atau LG, alat tulis bisa dari Dong-A. Surplus produksi mereka ekspor untuk mendatangkan devisa, dan membeli bahan baku (yang murah) dari negara lain lagi. Ditambah dengan ancaman nyata dari Korut, sehingga sebagian besar masyarakat tetap dalam kondisi waspada.
Nah, gimana gan? Sekarang waktunya untuk kesimpulan
Spoiler for :
Ane mengajak agan-agan menarik kesimpulan agan sendiri dari apa yang telah agan baca. Tentunya, agan yang tertarik dapat melakukan pencarian informasi lebih lanjut. Marilah komen di bawah untuk sekedar menyampaikan opini ataupun diskusi.
Terima kasih
Mohon maaf jika threadnya kurang menarik karena ane juga seorang nubitol.
Silahkan dirate jika berkenan, atau komen bagi yang tertarik
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 18 suara
Apakah agan berpikiran bahwa Indonesia bisa maju bila mencontoh sistem Korsel?