- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Kisah Ramadan Pelajar RI di Suriah, Dulu dan Kini


TS
hobi_linux
Kisah Ramadan Pelajar RI di Suriah, Dulu dan Kini
TEMPO.CO, Damaskus - Sejak gelombang Arab Spring melanda pada awal 2011, Ramadan tahun ini menandai tahun kelima krisis yang memporak-porandakan Suriah. Para pelajar Indonesia yang masih bertahan di Suriah tentu harus menyesuaikan diri dengan kondisi krisis dan tetap menjalankan kewajiban di bulan Ramadan.


"Kalau dulu, setiap malam kami berkeliling ke masjid-masjid di Kota Damaskus," kata Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Suriah Ahmad Fuadi Fauzi bercerita tentang perbandingan Suriah sebelum dan setelah krisis.
"Kadang mahasiswa berburu makanan berbuka yang enak-enak di masjid-masjid tertentu. Apalagi orang Damaskus terkenal dermawan kepada para pelajar asing. Pulang tarawih kadang dikasih uang," ucap Fuadi, yang lalu dibenarkan oleh teman-temannya.
Namun kini kondisi itu jarang ditemukan. Kesulitan ekonomi menjadi faktor utamanya. Bahkan beberapa masjid yang biasanya menjadi langganan pelajar berburu makanan sudah dikuasai pemberontak, baik dari kelompok Free Syrian Army, ISIS, Jabhat al-Nushra, maupun kelompok lain. Selain itu, faktor keamanan yang rawan juga tidak memungkinkan mahasiswa bepergian terlalu malam.
Ramadan 2015 jatuh pada musim panas. Artinya, lama puasa di Suriah sekitar 16,5 jam; dimulai dari subuh pukul 04.30 dan berakhir pada magrib pukul 20.00. Salat isya baru dimulai pukul 21.30 dan tarawih selesai sekitar pukul 23.00. Jadi, menjelang tengah malam, para mahasiswa baru kembali tiba di rumah.


"Sebelum krisis, kita bebas bepergian jam berapa pun dan ke mana pun. Bahkan anak-anak bermain bola di lapangan hingga larut malam di musim panas. Tidak ada orang yang menanyakan siapa dan maksud kita apa," ujar Ahsin Mahrus, mahasiswa pascasarjana di Universitas Kuftaro.
"Kalau sekarang, ngeri. Keluar malam, kita dicurigai. Ditanyai macam-macam oleh tentara di check point."


"Apalagi di saat kondisi sulit seperti ini banyak orang kepepet dan nekad melakukan kejahatan," kata Mukhlas Hamdi Rais, mahasiswa tingkat akhir di Universitas Kuftaro.


Cerita tersebut mengemuka pada saat Kedutaan Besar Republik Indonesia di Damaskus menyelenggarakan acara buka puasa di lobi KBRI dengan mengundang semua anggota staf dan para mahasiswa, Kamis, 18 Juni 2015. Acara yang juga dihadiri Duta Besar RI untuk Suriah Djoko Harjanto tersebut dimulai dengan berbuka, lalu diikuti santap malam, ceramah agama, dan ditutup dengan tarawih berjemaah.
Setelah berbuka dengan sajian es buah dan menunaikan salat magrib, para mahasiswa langsung menyerbu hidangan makan malam khas Nusantara, seperti sayur sop, perkedel, bakwan, rendang, dan kerupuk.
Menurut Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI Damaskus, A.M. Sidqi, acara ini sengaja diadakan sebagai sarana silaturahmi bagi semua WNI di Damaskus dan mengobati kerinduan akan kemeriahan suasana Ramadan di Tanah Air.
"Dengan kumpul dan bergembira seperti ini, kita sejenak melupakan kondisi krisis yang melanda Suriah, tanpa lupa berdoa agar kedamaian segera terwujud di Bumi Syam ini," kata Sidqi dalam siaran pers yang diterima Tempo, Ahad, 21 Juni 2015. KBRI Damaskus berencana mengadakan acara buka puasa empat kali selama Ramadan.
Saat ini, jumlah pelajar Indonesia di Suriah mencapai 27 orang dari berbagai tingkat, mulai sekolah menengah atas hingga pascasarjana. Sebelum krisis, jumlah pelajar Indonesia di Suriah pernah mencapai angka 250. Namun, akibat krisis yang berkepanjangan, pemerintah RI melalui KBRI Damaskus melakukan repatriasi secara bertahap terhadap para WNI yang berada di Suriah. Pemerintah juga menerapkan moratorium pengiriman tenaga kerja ke Suriah sejak September 2011.
-
sumber: http://dunia.tempo.co/read/news/2015...-Dulu-dan-Kini
-
Suriah tidak seperti dulu lagi.
teroris memang nyusahin aja.
"Kalau dulu, setiap malam kami berkeliling ke masjid-masjid di Kota Damaskus," kata Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Suriah Ahmad Fuadi Fauzi bercerita tentang perbandingan Suriah sebelum dan setelah krisis.
"Kadang mahasiswa berburu makanan berbuka yang enak-enak di masjid-masjid tertentu. Apalagi orang Damaskus terkenal dermawan kepada para pelajar asing. Pulang tarawih kadang dikasih uang," ucap Fuadi, yang lalu dibenarkan oleh teman-temannya.
Namun kini kondisi itu jarang ditemukan. Kesulitan ekonomi menjadi faktor utamanya. Bahkan beberapa masjid yang biasanya menjadi langganan pelajar berburu makanan sudah dikuasai pemberontak, baik dari kelompok Free Syrian Army, ISIS, Jabhat al-Nushra, maupun kelompok lain. Selain itu, faktor keamanan yang rawan juga tidak memungkinkan mahasiswa bepergian terlalu malam.
Ramadan 2015 jatuh pada musim panas. Artinya, lama puasa di Suriah sekitar 16,5 jam; dimulai dari subuh pukul 04.30 dan berakhir pada magrib pukul 20.00. Salat isya baru dimulai pukul 21.30 dan tarawih selesai sekitar pukul 23.00. Jadi, menjelang tengah malam, para mahasiswa baru kembali tiba di rumah.


"Sebelum krisis, kita bebas bepergian jam berapa pun dan ke mana pun. Bahkan anak-anak bermain bola di lapangan hingga larut malam di musim panas. Tidak ada orang yang menanyakan siapa dan maksud kita apa," ujar Ahsin Mahrus, mahasiswa pascasarjana di Universitas Kuftaro.
"Kalau sekarang, ngeri. Keluar malam, kita dicurigai. Ditanyai macam-macam oleh tentara di check point."


"Apalagi di saat kondisi sulit seperti ini banyak orang kepepet dan nekad melakukan kejahatan," kata Mukhlas Hamdi Rais, mahasiswa tingkat akhir di Universitas Kuftaro.


Cerita tersebut mengemuka pada saat Kedutaan Besar Republik Indonesia di Damaskus menyelenggarakan acara buka puasa di lobi KBRI dengan mengundang semua anggota staf dan para mahasiswa, Kamis, 18 Juni 2015. Acara yang juga dihadiri Duta Besar RI untuk Suriah Djoko Harjanto tersebut dimulai dengan berbuka, lalu diikuti santap malam, ceramah agama, dan ditutup dengan tarawih berjemaah.
Setelah berbuka dengan sajian es buah dan menunaikan salat magrib, para mahasiswa langsung menyerbu hidangan makan malam khas Nusantara, seperti sayur sop, perkedel, bakwan, rendang, dan kerupuk.
Menurut Pelaksana Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI Damaskus, A.M. Sidqi, acara ini sengaja diadakan sebagai sarana silaturahmi bagi semua WNI di Damaskus dan mengobati kerinduan akan kemeriahan suasana Ramadan di Tanah Air.
"Dengan kumpul dan bergembira seperti ini, kita sejenak melupakan kondisi krisis yang melanda Suriah, tanpa lupa berdoa agar kedamaian segera terwujud di Bumi Syam ini," kata Sidqi dalam siaran pers yang diterima Tempo, Ahad, 21 Juni 2015. KBRI Damaskus berencana mengadakan acara buka puasa empat kali selama Ramadan.
Saat ini, jumlah pelajar Indonesia di Suriah mencapai 27 orang dari berbagai tingkat, mulai sekolah menengah atas hingga pascasarjana. Sebelum krisis, jumlah pelajar Indonesia di Suriah pernah mencapai angka 250. Namun, akibat krisis yang berkepanjangan, pemerintah RI melalui KBRI Damaskus melakukan repatriasi secara bertahap terhadap para WNI yang berada di Suriah. Pemerintah juga menerapkan moratorium pengiriman tenaga kerja ke Suriah sejak September 2011.
-
sumber: http://dunia.tempo.co/read/news/2015...-Dulu-dan-Kini
-
Suriah tidak seperti dulu lagi.
teroris memang nyusahin aja.
0
2.8K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan