Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

zitizen4rAvatar border
TS
zitizen4r
Posisi Kepala BIN Bukan Jatah Politik. Dia Harus NETRAL Secara Politik
Posisi Kepala BIN Bukan Jatah Politik
21 Juni 2015 6:30 PM

Jakarta, Aktual.com —Jabatan Kepala Badan Intelijen (BIN) tidak pantas dijadikan sebagai ‘jatah politik’ bagi setiap pengusung calon penguasa baru di Indonesia. Pasalnya, seorang spionase sebuah negara dituntut mempunyai rasa nasionalisme dan integritas yang tinggi.

Aktivis Badan Relawan Nasional, Eky Tarigan menegaskan, BIN adalah lembaga negara dengan fungsi dimana faktor integritas terhadap negara dan regenerasi harus menjadi pertimbangan utama.

“Pencalonan Kepala BIN bukan porsi politik dipertontonkan seorang Ketua parpol yang diusulkan sebagai pimpinannya,” ujar Eky, dalam keterangan resminya, Minggu (21/6).

Terlebih, lanjut Eky, calon tunggal yang diusung Presiden Joko Widodo itu dianggap mempunyai sisi sejarah yang gelap. Sebut saja konflik sosial ‘Kuda Tuli’, yang memakan korban tidak lain adalah warga negara Indonesia.

Keterlibatan Sutiyoso dalam konflik tersebut dinilai sangat kental. Mengingat saat itu dirinya tengah menjabat sebagai Panglima Daerah Militer (Pangdam) Jaya.

“Keterlibatannya terbukti dalam beberapa kesaksian yang menyebutkan adanya pertemuan pada tanggal 24 – 26 Juli 1996 di Kodam V Jaya maupun rumah kediaman Pangdam Jaya (Sutiyoso) pada saat itu,” papar Eky.

Tak berhenti sampai disitu, Eky menyebutkan beberapa kasus dugaan korupsi juga menyelimuti Sutiyoso saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Berbagai kasus yang diduga menampilkan kekuasaan Sutiyoso ketika menjadi Gubernur yakni, Pembebasan Lahan Taman BMW 2007-200, pembangunan fasos dan fasum, 68.400 rumah susun.

“Pengadaan busway tahun 2003-2004, penggelembungan dana pengadaan blanko surat ketetapan pajak daerah (SKPD) yang menempel pada STNK di Pemda Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) DKI Jakarta,” bebernya.

Dengan pertimbangan tersebut Badan Relawan Nusantara pun menegaskan kepada Presiden Jokowi untuk membatalkan pencalonan Sutiyoso sebagai Kepala BIN.

“Selamatkan BIN dari kepentingan politik maupun kelompok. Menolak Sutiyoso sebagai Kepala BIN,” pungkasnya.
http://www.aktual.com/posisi-kepala-...jatah-politik/


Kepala BIN Harus Netral Secara Politik
14 Juni, 2015 - 09:46

JAKARTA, (PRLM).- Presiden Joko Widodo memilih Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Sutiyoso sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara, dan telah mengajukannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sutiyoso menjadi calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menggantikan Letjen (Purn.) Marciano Norman.

Direktur Program The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Al Araf, hari Sabtu (13/6) mengakui bahwa pemilihan Kepala BIN merupakan hak prerogatif Presiden, meski demikian Presiden Jokowi diharapkan agar tetap memperhatikan aspirasi dari masyarakat.

Menurutnya, Badan Intelijen Negara memiliki fungsi yang sangat strategis dalam konteks keamanan nasional. BIN menurutnya menjadi garda terdepan dalam upaya mendeteksi dini berbagai potensi ancaman yang akan terjadi.

Dia berharap seharusnya kepala intelijen bisa membawa intelijen menjadi lebih efektif, dan untuk itu harus netral secara politik. Menurutnya, Sutiyoso merupakan ketua umum partai dan juga merupakan tim pemenangan dari Jokowi dan Jusuf Kalla.

Kepala BIN, tambah Al Araf, harus seorang yang energik dan memiliki kekuatan fisik prima, karena BIN merupakan mata dan telingan negara. Dia meragukan kriteria ini dimiliki oleh Sutiyoso yang tahun ini telah berumur 70 tahun.

Al Alraf menyarankan agar ketua BIN diambil dari orang dari internal lembaga tersebut. Selama ini, tambahnya, para agen telah berjuang puluhan tahun demi kepentingan keamanan nasional sehingga perlu diberikan promosi dan penghargaan terhadap pengabdian mereka.

Kepala BIN menurut Al Araf juga harus memiliki komitmen dan bebas dari persoalan HAM. Sedangkan Mantan Gubernur DKI Jakarta itu diduga terlibat dalam pembakaran kantor PDIP pada 27 Juli 1996. Saat itu Sutiyoso merupakan Pandam Jaya.

"Ini akan menimbulkan bias pengangkatan beliau, prinsip utama dan penting dari intelijen adalah netral secara politik. BIN hanya mengabdi dan hanya untuk kepentingan negara bukan untuk kepentingan penguasa dan ini yang harus dibangun dalam kehidupan demokrasi," tukas Al Araf.

Al Araf mengatakan rencana parlemen yang akan memanggil KPK dan komnas ham untuk memberikan masukan terkait HAM dan persoaaln korupsi ini penting,karena berdasarkan Undang-undang intelijen, DPR dapat memberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan atas calon yang dimajukan presiden.

Sementara, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin, heran dengan sikap Presiden Joko Widodo yang memilih Sutiyoso sebagai kepala Badan Intelijen Negara.

Menurut Hasanuddin, Sutiyoso memiliki masa lalu yang tidak baik dengan PDI-P terkait peristiwa 27 Juli 1996 yang dikenal dengan "Kudatuli".

Hasanuddin menganggap TNI di bawah Sutiyoso sebagai Pangdam Jaya saat itu terlibat penyerbuan kantor PDI-P di Jalan Diponegoro.

Hasanuddin menyadari pemilihan kepala BIN adalah sepenuhnya hak prerogatif Presiden Jokowi. Namun, Ketua DPD PDI-P Jawa Barat ini mengklaim kebanyakan kader tidak setuju dengan ditunjuknya Sutiyoso ini.

Dia juga tidak mau cara berpikir soal intelijen pada zaman Orde Baru terbawa lagi pada saat ini. Hal ini sangat berbahaya.

"Kasus 27 Juli merupakan kasus berdarah yang kami tulis dalam sejarah partai, yang kita tuliskan dengan tulisan merah. Tidak bisa memori kolektif itu kemudian hilang begitu saja," tegas TB Hasanuddin.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan pemilihan Sutiyoso sebagai calon kepala BIN oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan kapabilitas yang dimilikinya selama berkarir di militer dan pemerintahan.

"Kalau kita berbicara bagi-bagi jatah berarti tidak ada yang lain,ini terbuka. presiden tetap mengutamakan yang paling utama adalah integritas dan tentu saja kompetensi untuk memilih calon kepala BIN," ujar Pratikno.

Pratikno membantah pencalon Sutiyoso sebagai kepala BIN merupakan pembagian jatah jabatan mengingat Sutiyoso merupakan tim pemenangan Jokowi-JK ketika kampanye pilpres 2014 lalu
http://www.pikiran-rakyat.com/politi...secara-politik


Pantaskah Sutiyoso jadi Calon Tunggal Kepala BIN?
Minggu, 21 Juni 2015 , 20:09:00


Sutiyoso

JAKARTA - Sosok Sutiyoso masih menjadi perdebatan untuk menduduki posisi penting Kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN). Ada yang mendukung, banyak juga yang menolak.

Badan Relawan Nasional (BRN) misalnya, menolak Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Letjen (Purn) Sutiyoso sebagai calon tunggal kepala BIN. Pasalnya, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu kental dengan aroma bagi-bagi jabatan.

Aktivis BRN Eky Tarigan mengatakan, jabatan kepala BIN harusnya tidak dijadikan alat dagang politik. Menurutnya, BIN memiliki peran yang terlalu vital bagi stabilitas negara. Sehingga, tidak boleh diserahkan kepada sembarangan orang.

"Sementara tidak ada satupun ketua partai politik menduduki jabatan di kabinet, di sisi lain pencalonan kepala Badan Intellijen Negara yang bukan porsi politik diberikan kepada seorang ketua parpol," kata Eky dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (21/6).

Dari lima partai politik pengusung Jokowi saat pemilu lalu memang belum ada yang ketua umumnya duduk di kabinet. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang pada kabinet sebelumnya menjadi menteri pun tidak diberi jatah oleh Jokowi.

Lebih lanjut Eky menjelaskan, tanggung jawab BIN yang sangat besar dalam menjaga keamanan negara membuat lembaga itu memiliki wewenang yang besar pula. Pada hakekatnya kerja-kerja intelijen dipahami sebagai kerja yang bersifat khusus (extra ordinary) dari hukum maupun pelaksanaan hak asasi manusia.

Bahkan, untuk menunjang tugas tersebut, pos belanja intelijen dibuat bersifat rahasia. Dengan kata lain, jika BIN ataupun petinggi-petinggi di dalamnya melakukan penyelewengan, aparat penegak hukum akan kesulitan membongkarnya.

Dengan kekuasaan seperti itu, lanjut Eky, tentu akan sangat berbahaya jika BIN dipimpin oleh orang yang salah. "Penetapan Sutiyoso sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara, tidak mencerminkan adanya niat baik serta sangat melukai perasaan Rakyat dan Negara Republik Indonesia," ujar Eky.

Sementara dari Ketua Pusat Studi Keamanan dan Politik Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi mengatakan, sosok Sutiyoso mampu memimpin BIN.

Menurut dia, kelebihan Sutiyoso antara lain merupakan mantan prajurit pasukan khusus yang terkenal tegas namun luwes dalam berkomunikasi dengan ragam kelompok. Karenanya, ia menegaskan, secara kompetensi Sutiyoso tidak perlu diragukan.

"Saya kira selama berkarier di militer, Sutiyoso banyak berkiprah dan berpengalaman dalam dunia intelijen," kata Muradi, Sabtu (19/6).

Menurut dia, dalam politik tentu tidak bisa menyenangkan semua pihak. Meski Sutiyoso mendapatkan kritikan dari politikus PDIP TB Hasanudin, namun faktanya pria yang karib disapa Bang Yos itu pernah diusung PDIP menjadi Gubernur DKI Jakarta. "Itu bukti Sutiyoso secara personal berhubungan dengan Ketua Umum PDIP," kata Muradi
http://www.jpnn.com/read/2015/06/21/...gal-Kepala-BIN

---------------------------------

Sudah, daripada ribut, angkat aja kembali Komandan Paspamres menjadi Ketua BIN menggantikan Sutiyoso kalo pada nggak senang sama beliau. Giu aja kok repot!

emoticon-Angkat Beer
0
824
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan