- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bikin Tertangkap-tangannya Koruptor, DPR Minta Hak Penyadapan KPK Dibatasi


TS
zitizen4r
Bikin Tertangkap-tangannya Koruptor, DPR Minta Hak Penyadapan KPK Dibatasi

KPK
Komisi III DPR Ingin Penyadapan KPK Diatur
Jumat, 19/06/2015 16:53 WIB



ilustrasi
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi III DPR belum melangsungkan pembahasan mengenai revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Namun, wacana mengenai perlu atau tidaknya penyadapan dilakukan oleh lembaga antirasuah telah mengemuka di kalangan anggota.
Patrice Rio Capella, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, mengatakan proses penyadapan yang diatur dalam UU KPK perlu diperbaiki. Menurutnya, penyadapan bagus dilakukan untuk proses penyelidikan dan bukan untuk di luar penyelidikan.
"Jika proses penyadapan digunakan untuk penyidikan maka saya setuju. Namun jika digunakan di luar penyidikan maka tidak setuju," kata Rio di kompleks DPR RI, Jumat (19/6).
Rio mencontohkan pada kasus Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto yang perbincangannya dengan salah satu perwira Polri disadap oleh KPK. Menurut Rio, jika menjadi Hasto maka dia akan melaporkan apa yang telah dilakukan oleh KPK tersebut.
Apalagi, kata Rio, Hasto bukan penyelenggara negara dan penyadapan itu seharusnya tidak terjadi. "Alasan KPK itu dengan tidak sengaja. Itu tidak boleh terjadi," ujarnya.
Rio menegaskan, dirinya setuju UU KPK direvisi, tapi dia tidak setuju jika proses penyadapan dihilangkan dari lembaga antirasuah. Menurutnya penyadapan semestinya tidak dihilangkan dari KPK tapi diatur.
"Terserah, mau tahun depan atau tahun ini. Namun pada prinsipnya untuk memperkuat KPK, maka tidak masalah," kata Rio.
Sebelumnya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2015. Hal tersebut diputuskan melalui rapat yang dilakukan Badan Legislasi DPR bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Revisi UU ini sudah masuk ke dalam daftar panjang Prolegnas periode 2015 hingga 2019. Namun, Yasonna menilai RUU KPK ini perlu dimasukan dalam Prolegnas Prioritas 2015 karena UU KPK saat ini dapat menimbulkan masalah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Perlu dilakukan peninjauan kembali seperti penyadapan yang tidak melanggar HAM, dibentuk dewan pengawas, pelaksanaan tugas pimpinan, dan sistem kolektif kolegial," ujar Yasonna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/6).
http://www.cnnindonesia.com/nasional...an-kpk-diatur/
OTT KPK "Hilang" Jika Kewenangan Penyadapan Saat Penyelidikan Dipangkas
Poin-poin usulan revisi dianggap melemahkan dan mengerdilkan KPK.
RABU, 17 JUNI 2015
Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indriyanto Seno Adji mengkritik keras usulan pemerintah dan DPR yang ingin merevisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Salah satu poin revisi yang dikritik Indriyanto adalah pemangkasan kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan saat proses penyelidikan.
Indriyanto mengatakan, apabila kewenangan penyadapan saat proses penyelidikan dipangkas, maka KPK tidak bisa lagi melakukan operasi tangkap tangan (OTT). "Konsep demikian justu akan meniadakan wewenang OTT sebagai bumper terdepan KPK dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," ujarnya, Rabu (17/6).
Padahal, menurut Indriyanto, penyadapan, perekaman, dan surveillance menjadi bagian dari tahap penyelidikan yang merupakan non projustisia. Jadi, jika dalam revisi UU KPK, pemerintah dan DPR mengusulkan agar penyadapan hanya dapat dilakukan kepada pihak-pihak dalam projustisia, justru penyadapan menjadi tidak bernilai sama sekali.
Sebagaimana diketahui, sesuai ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf a UU KPK, dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK berwenang menyadap dan merekam pembicaraan. Banyak pelaku kasus korupsi di KPK yang terjaring OTT berkat penyadapan yang dilakukan KPK saat proses penyelidikan.
Sebut saja, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar dan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. Akil ditangkap KPK ketika akan menerima pemberian uang dari anggota DPR Chairun Nisa dan Cornelis Nalau. Sementara, Rudi ditangkap usai menerima uang dari pengusaha yang diantar melalui pelatih golf Rudi, Deviardi.
Tak dapat dipungkiri, keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan para penyelenggara negara ini berkat penyadapan yang dilakukan KPK dalam proses penyelidikan. Jika dibandingkan dengan dua institusi penegak hukum lain, yaitu Kepolisian dan Kejaksaa, KPK paling sering melakukan OTT.
Indriyanto berpendapat, poin-poin revisi yang diusulkan pemerintah dan DPR tersebut justru akan melemahkan, bahkan mereduksi kewenangan KPK. Terlebih lagi mengenai poin revisi yang menyebutkan agar penuntutan KPK disinergikan dengan Kejaksaan. Ia menganggap ada upaya sistematis untuk melemahkan KPK.
"Sejak adanya gesekan pada kasus-kasus praperadilan, makin terlihat adanya usaha sistematis bagi pelemahan lembaga KPK. Baik melalui metode yustisial peradilan maupun metode kelembagaan politik. Sebaiknya Pemerintah menunda usulan-usulan ini untuk duduk bersama KPK membahas revisi inisiatif DPR," tuturnya.
Sementara, Plt Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki mengatakan, revisi UU KPK dapat dilakukan asal tidak melemahkan KPK. Beberapa poin penting yang menjadi perhatian Ruki adalah mengenai pemberian kewenangan kepada KPK untuk mengangkat penyidik sendiri, di luar penyidik yang berasal dari unsur Polri dan Kejaksaan.
Selain itu, Ruki mengusulkan peningkatan peran, fungsi, status, dan struktur penasihat KPK untuk sekaligus menjadi Komite Pengawas KPK. Komite tersebut nantinya bertugas mengawasi pelaksanaan tugas KPK, memberikan nasihat dan saran kepada pimpinan KPK. Ia juga mengusulkan agar KPK diberikan kewenangan penghentian penyidikan (SP3).
Meski UU KPK yang sekarang tidak memberikan kewenangan kepada KPK untuk melakukan SP3, menurut Ruki, pada konsep awal UU KPK, sebenarnya KPK diusulkan dapat menghentikan penyidikan demi hukum. "Dalam hal terpaksa harus dihentikan, maka harus dengan seizin penasihat KPK. Tentu dengan prosedur khusus," terangnya.
Di lain pihak, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menjelaskan semangat merevisi UU KPK bukan untuk melemahkan KPK, melainkan karena UU KPK sudah tidak sesuai dengan kondisi terkini, sehingga perlu perbaikan. Lagipula, proses revisi UU KPK ini masih belum diputuskan dan masih akan dibahas antara DPR dan pemerintah.
Oleh karena itu, Taufik menegaskan, masih terlalu dini jika disimpulkan bahwa kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan akan dihilangkan. Ia meminta setiap revisi undang-undang jangan dikaitkan dengan hal-hal khusus. UU KPK ini sudah empat tahun direncanakan untuk direvisi mengikuti perkembangan situasi dan kondisi di lapangan.
Taufik menyatakan, revisi UU KPK sedang berjalan. Semua pandangan diserahkan kepada masing-masing fraksi, tetapi jangan sampai ketika kesepakatan internal disetujui ada respon negatif dari publik, lalu berbalik arah. "Yang penting konsistensi fraksi dalam mengambil putusan dalam proses revisi UU KPK," ucapnya.
Rencana revisi UU KPK ini kembali mencuat ketika Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly mengadiri rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (16/6). Yasonna mengungkapkan, UU KPK sudah masuk dalam daftar panjang Prolegnas 2015-2019 sebagai inisiatif DPR, sehingga perlu dimajukan sebagai prioritas 2015.
Yasona menilai pelaksanaan UU KPK masih menimbulkan masalah yang menyebabkan terganggunya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ia merasa perlu meninjau ulang beberapa ketentuan dalam UU KPK demi membangun negara yang bersih dan memperkuat kelembagaan KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.
Peninjauan itu, kata Yasonna, pertama terkait kewenangan penyadapan KPK yang seharusnya hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses projustita agar tidak menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kedua, mengenai kewenangan penuntutan KPK yang perlu disinergikan dengan kewenangan Kejaksaan Agung.
Kemudian, ketiga, menurut Yasonna, peninjauan mengenai perlunya pembentukan Dewan Pengawas KPK. Keempat, peninjauan mengenai perlunya pengaturan terkait pelaksanaan tugas pimpinan KPK jika pimpinan tersebut berhalangan. Kelima, mengenai penguatan terhadap pengaturan kolektif kolegial pimpinan KPK.
http://www.hukumonline.com/berita/ba...ikan-dipangkas
Revisi UU, Kewenangan Penyadapan KPK Makin Sempit
Kamis, 18/06/2015 07:39 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menuturkan Rancangan Undang-Undang KPK yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) justru mengerdilkan kewenangan komisi antirasuah terkait penyadapan.
"Revisi UU KPK yang datangnya dari inisiatif DPR, tampaknya justru akan 'melemahkan' bahkan 'mengkerdilkan' atau mereduksi kewenangan KPK, misalnya penyadapan," ujar Indriyanto ketika dikonfirmasi CNN Indonesia, di Jakarta.
Sebelumnya, DPR mengusulkan untuk menghilangkan kewenangan KPK menyadap dalam proses penyelidikan alih-alih penyidikan. Padahal, Indriyanto menegaskan selama ini komisi antirasuah mengungkap operasi tangkap tangan melalui sadapan proses penyelidikan.
"Justru tindakan wiretapping atau pun surveillance itu menjadi bagian dari tahap penyelidikan non pro-justitisa. Artinya kalau penyadapan pada tahap pro-justitisa (penyidikan) sama sekali sudah tidak memiliki nilai lagi. Konsep demikian justru akan meniadakan wewenang operasi tangkap tangan," katanya.
Setelah berhasil kepergok dalam operasi tersebut, barulah kemudian KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka. Selanjutnya, KPK memasuki tahap penyidikan. Hal tersebut termaktub dalam Undang-Undang KPK dan berlaku lex specialis pada komisi antirasuah.
Namun, konsep serupa tak dilakukan oleh dua penegak hukum lain seperti Polri dan Kejaksaan. Keduanya masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengizinkan proses penyadapan dilangsungkan pada proses penyidikan.
Untuk itu, Indriyanto mendesak pemerintah dan DPR menunda usulan. "Sebaiknya, Pemerintah menunda usulan-usulan ini untuk duduk bersama KPK membahas revisi inisiatif DPR ini," katanya.
Hal senada diucapkan pimpinan lainnya, Johan Budi Sapto Pribowo. Johan sepakat pemangkasan kewenangan komisi antirasuah untuk menyadap menjadi bagian pelemahan secara sistematis. Johan mendesak pemerintah tidak menyetujui upaya revisi undang-undang yang diusulkan oleh DPR itu.
"Jika tujuan merevisi UU KPK dimaksudkan untuk mereduksi kewenangan penyadapan, maka persepsi publik bahwa ada upaya sistematis untuk melemahkan KPK sekaligus upaya pemberantasan korupsi menjadi nyata adanya," ujar Johan.
Kode Suap dalam Rekaman Sadapan
Merujuk catatan CNN Indonesia, sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK berhasil terkuak melalui proses sadapan dimasa penyelidikan dan operasi tangkap tangan. Seperti suap ruislag hutan Bogor yang menjerat Bupati Bogor Rachmat Yasin, kasus suap sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi, dan kasus suap gas alam Bangkalan.
Tiga kasus itu, pelaku suap-menyuap kerap menggunakan sandi pengalih makna duit suap yang terekam dalam sadapan telepon atau pesan singkat. Dalam kasus ruislag hutan Bogor, sebelum operasi, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor HM Zairin sempat berkirim pesan singkat pada perantara suap FX Yohan Yap. Keduanya menggunakan sandi bibit dan batang tanaman untuk menyamarkan kata 'uang'.
Sementara dalam kasus suap Pilkada, Walikota Palembang Romi Herton melalui perantara suapnya Muhtar Efendi menggunakan sandi tiga dus pempek Palembang untuk menyamarkan uang. Pada kasus suap gas alam, bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin menggunakan kode sembako dan air minum yang diduga berarti uang.
http://www.cnnindonesia.com/nasional...-makin-sempit/
---------------------------
Makanya, kalo kagak mau ketangkep KPK, jangan sekali-kali pake HP (apalagi Smartphone). juga hindari pake laptop, dan segala aktivitas yang berkaitan dengan dunia IT ...

0
7K
67


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan