Wih, gak kerasa nih ya gan, sebentar lagi kita udah menyambut bulan Ramadhan. Puasa bakal kita jalani selama sebulan, dan tentunya di dalam ibadah puasa itu, kita harus banyak melakukan kegiatan yang berguna. Tapi sadar gak kalau kita sering melakukan hal yang buruk, misalnya tidur di kantor selama bulan puasa. Nah, ada gak sih sebenarnya ketentuan hukumnya kalau ada kasus kaya begitu? Cekidot pembahasannya ya gan.
1. Tidur di Tempat Kerja, bisa di-PHK?
Spoiler for Tidur di Tempat Kerja:
Pada dasarnya pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK. Pengaturan ini bisa dilihat di Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan(“UU Ketenagakerjaan”)
Jika memang sudah diatur dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja atau Perjanjian Kerja Bersama bahwa tidur di tempat kerja adalah pelanggaran, maka pengusaha dapat saja melakukan PHK terhadap si pekerja.
Akan tetapi, perusahaan/pengusaha tidak dibenarkan langsung melakukan PHK terhadap pekerja yang berbuat salah. Proses PHK harus dilakukan sesuai prosedur yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Salah satunya adalah bahwa harus ada putusan Pengadilan Hubungan Industrial atas PHK tersebut.
Ayo ngaku, ada nggak agan-agan di sini yang pas bulan puasa pernah menyalakan dan melemparkan petasan ke rumah orang? Biasanya nih hal itu dilakukan pas orang-orang salat taraweh atau setelah sahur dan salat subuh.
Syukur deh kalau agan-agan di sini nggak pernah melakukan hal itu. Soalnya tindakan menyalakan dan melempar petasan ke rumah orang lain itu ada ancaman sanksinya lho gan.
Berdasarkan Pasal 187 ke 1 KUHP, ancaman sanksi bagi siapa saja yg menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir dan mendatangkan bahaya umum bagi barang dipenjara maksimal 12 tahun. Jika mengakibatkan bahaya maut bagi orang lain hukumannya diperberat menjadi 15 tahun.
Sudah ada beberapa putusan pengadilannya lho gan yang menghukum para penyulut petasan ini.
Ada yang punya cerita lagi berkumpul pas bulan Ramadhan terus dibubarin sama satu kelompok tertentu ngga nih, Gan?
Menjaga ketertiban di bulan Ramadhan tentunya penting. Tapi harusnya kalau mau ada yang melakukan sweeping terhadap perkumpulan yang sekiranya dapat mengganggu ketentraman di bulan Ramadhan, itu adalah polisi, Gan! Di bulan Ramadhan tahun lalu sih polisi bilang akan melakukan tindakan tegas bagi para pelaku sweeping tempat-tempat tertentu.
Sebab, perbuatan tersebut dinilai mengambil wewenang aparat penegak hukum. Pasal 59 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat melarang ormas melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Menjaga suasana Ramadhan harusnya ngga boleh melanggar ketentuan yang telah diatur perundang-undangan juga dong. Setuju ngga, Gan?
pada dasarnya berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan hak setiap orang yang dilindungi oleh UUD 1945 dan UU HAM. Namun, perlu diketahui, seseorang dalam menjalankan haknya tidak boleh melanggar hak orang lain. Contohnya, hak orang lain untuk mendapatkan ketenangan. Hal ini perlu diperhatikan, karena pada saat hak seseorang melanggar hak orang lain, orang yang haknya dilanggar dapat melakukan tuntutan atau gugatan.
Jika kegiatan berkumpul di suatu tempat pada malam hari atau dini hari tersebut menimbulkan kegaduhan, maka dapat dijerat dengan pidana berdasarkan Pasal 503 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) berbunyi:
“Dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga hari atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 225 barangsiapa membuat riuh atau ingar, sehingga pada malam hari waktunya orang tidur dapat terganggu.”
Terkait pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka perbuatan harus dilakukan pada malam hari – waktunya orang tidur (jam berapa, tergantung pada kebiasaan di tempat itu, pada umumnya sesudah jam 11 malam).
Ketentuan mengenai penggunaan pengeras suara dari masjid sebenarnya sudah diatur dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan
Berdasarkan instruksi tersebut, pengeras suara dapat digunakan dalam kegiatan berikut:
penggunaan pengeras suara masjid pada waktu tertentu secara terperinci adalah sebagai berikut:
Waktu Subuh
a. Sebelum waktu subuh, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan dengan menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini digunakan untuk membangunkan kaum muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat, membersihkan diri, dan lain-lain
b. Kegiatan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dapat menggunakan pengeras suara keluar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tidak mengganggu orang yang sedang beribadah di masjid
c. Adzan waktu subuh menggunakan pengeras suara keluar
d. Shalat subuh, kuliah subuh, dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jama’ah) dan hanya ditujukan ke dalam saja
Waktu Dzuhur dan Jum’at
a. Lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu dzuhur dan Jum’at diisi dengan bacaan Al-Qur’an yang ditujukan ke luar
b. Demikian juga suara adzan bilamana telah tiba waktunya
c. Bacaan ahalat, do’a pengumuman, khutbah dan lain-lain menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam
Ashar, Maghrib, dan Isya
a. Lima menit sebelum adzan dianjurkan membaca Al-Qur’an
b. Saat datang waktu shalat, dilakukan adzan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam
c. Sesudah adzan, sebagaimana lain-lain waktu hanya menggunakan pengeras suara ke dalam
Takbir, Tarhim, dan Ramadhan
a. Takbir Idul Fitri, Idul Adha dilakukan dengan pengeras suara ke luar
b. Tarhim yang berupa do’a menggunakan pengeras suara ke dalam dan tarhim dzikir tidak menggunakan pengeras suara
c. Pada bulan Ramadhan di siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara ke dalam
Upacara hari besar Islam dan Pengajian
Tabligh/pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam dan tidak untuk ke luar, kecuali hari besar Islam memang menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke luar.
6. Jam Kerja Selama Ramadhan
Spoiler for Jam Kerja:
Bentar lagi udah masuk bulan Ramadhan, Gan. Barangkali di kantor atau tempat kerja Agan akan diberlakukan perubahan jam kerja, seperti pulang lebih awal atau waktu istirahat dikurangi? Nah, berikut kami jelaskan dari sisi hukum yang mengaturnya ya.
Pada dasarnya, gak ada aturan yang secara tegas menentukan perbedaan waktu kerja pada bulan Ramadhan atau hari keagamaan lainnya dengan hari-hari biasa lainnya. Waktu kerja karyawan mengacu pada ketentuan Pasal 77 ayat (1) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan - http://www.hukumonline.com/pusatdata...etenagakerjaan(“UUK”), yaitu:
a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b) (b). 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Praktiknya, di perusahaan-perusahaan swasta tertentu juga ada yang mengeluarkan kebijakan terkait dengan waktu kerja di bulan Ramadhan yang tertuang dalam SK Direksi misalnya. Sebagai contoh, jam kerja yang biasa berlaku mulai jam 09.00 s.d. 17.00 WIB (untuk hari kerja Senin-Jumat) ditetapkan bahwa selama bulan Ramadhan jam kerja adalah mulai pukul 08.00 s.d. 16.00 WIB.