TEMPO.CO , Jakarta - Kriminolog dari Universitas
Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi,
mengatakan korban kejahatan di jalan biasanya
memiliki pertimbangan tertentu sebelum
melaporkan kasusnya ke kepolisian.
Pertimbangan pertama, korban menganggap
dampak yang dialami tidak terlalu besar. "Pada
kasus ini, mereka berpikir urusannya bisa lebih
panjang jika melapor," ucapnya saat dihubungi,
Rabu, 17 Juni 2015.
Josias menjelaskan, pelaku kejahatan itu juga
biasanya tidak diketahui. Motifnya pun terbagi
dua antara keisengan dan kejahatan murni. Hal
ini membuat korban semakin enggan melaporkan
kejadian tersebut.
Menurut Josias, korban memilih membagi
pengalamannya ke media sosial. Meski tidak
melapor, mereka berharap orang yang membaca
menjadi lebih waspada. Selain itu, korban
biasanya mengimbau pengguna jalan untuk
menggunakan perlengkapan berkendara sesuai
dengan standar.
Membagi pengalaman kejahatan di jalan salah
satunya dilakukan Dewi Anggraini. Warga Bekasi
itu mengunggah foto luka di bagian leher akibat
terjerat benang layangan lewat akun Facebook-
nya.
Josias menuturkan pengalaman yang dibagi
melalui media sosial bisa dijadikan polisi untuk
memonitor wilayahnya. Laporan yang hanya
berasal dari seorang warga mungkin bisa
dianggap insidental atau iseng. Namun polisi
harus berperan aktif jika yang melaporkan hal
sama lebih dari tiga orang. "Terutama jika
kejadiannya berpola," ucap Josias.
Menurut dia, pemantauan kejadian wajib
dilakukan aparat kepolisian di era perkembangan
teknologi seperti sekarang ini. "Meskipun belum
pasti kebenarannya, tetap harus dicek."
sumur
Kalau kata orang, ayam hilang diembat maling, kalau lapor bronis malah jadi sapi yang sekalian hilang.