- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Pengalaman Pahit Ridwan Kamil Pernah di Lecehkan di AS Loh Gan.. Tapi... Penasaran?


TS
ainovo
Pengalaman Pahit Ridwan Kamil Pernah di Lecehkan di AS Loh Gan.. Tapi... Penasaran?



Spoiler for Intro:
Siapa sih yang tidak mengenal sosok pemimpin berjiwa muda (memang masih muda sih...


Nah, sebagai intro, alangkah baiknya kita mengenal lebih dalam "Siapa sih Ridwan Kamil?" . Bernama Lengkap, Mochamad Ridwan Kamil, ST. MUD. (lahir di Bandung, 4 Oktober 1971; umur 43 tahun) adalah Wali Kota Bandung periode 2013-2018. Sebelum menjadi pejabat publik, pria yang akrab dipanggil Kang Emil ini memiliki karier sebagai seorang arsitek dan dosen tidak tetap di Institut Teknologi Bandung. Emil merupakan putra dari pasangan Dr. Atje Misbach, S.H (alm.) dan Dra. Tjutju Sukaesih. Pada tahun 2013 Emil yang dari kalangan profesional dicalonkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS)dan Partai GERINDRA sebagai Walikota Bandung dengan didampingi oleh Oded Muhammad Danial sebagai calon wakil walikota. Dalam Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum Kota Bandung pada 28 Juni 2013, pasangan ini unggul telak dari tujuh pasangan lainnya dengan meraih 45,24% suara sehingga Pasangan Ridwan Kamil - Oded Muhammad Danial (RIDO) ditetapkan menjadi pemenang dalam Pemilihan umum Wali Kota Bandung 2013. (wikipedia)

Spoiler for Contents:
Perjalanan hidup manusia pasti akan selalu menyimpan kenangan tentang perjuangan. Ada masa-masa pahit yang sulit untuk dilupakan dan dihapus dari memori kita.
Ridwan Kamil adalah anak kelahiran Bandung di tanggal 4 Oktober 1971. Terlahir dari keluarga yang sederhana namun hangat, ia menyelesaikan pendidikan tingginya di jurusan Arsitektur ITBdan lulus S2 di University of California Berkeley. Setelah lulus, ia melanjutkan pekerjaan profesional sebagai arsitek di berbagai firma di Amerika Serikat.

Ridwan Kamil pernah mengalami hal itu. Ketika itu ia pernah tinggal di Amerika Serikat selama lima tahun. Hidup di negara yang ‘serba mahal’itu tentu tidaklah mudah.
Setelah menamatkan pendidikan kuliah S1-nya di Institut Teknologi Bandung dan bekerja di belantara Amerika untuk pertama kalinya. Dia kerja di AS tahun 1997, Keberanian itu pula yang akhirnya memicunya berpikir kala lima bulan kemudian, ia dipecat karena krisis moneter yang menyebabkan klien asal Indonesia tidak membayar pekerjaannya. Padahal kebanggaan saat melambaikan tangan di bandara pada orang-orang yang dicintainya masih melekat di pikirannya. Terus terang ia malu pulang.
“Waduh, kayaknya kamu harus pulang nih,” menirukan atasannya ketika itu, “Padahal (ketika itu) baru lima bulan. Ya udah saya survive aja, jangan disuruh pulang. Kesana-kemari mencari pekerjaan kayak di film-film bawa map. Dan dilecehkan beberapa kali,” tutur sosok yang terkenal berkat firma arsitektur yang ia dirikan bersama teman-temanya yang bernama Urbane*.
Dilecehkan seperti apakah?

Karena kan saya bilang datang dari Indonesia. Ada satu perusahaan kan bilang "Coba lihat kamu (lulusan) dari mana?". "Dari ITB", kalau ITB di Indonesia keren kan?! Kalau di sana.. Hmm... "Oh nggak bisa, yang kerja di sini hanya Harvard, MIT, atau Colombia". Itu berkali-kali. Sehingga saya ambil kesimpulan karena di luar negeri di Amerika kita harus pede. Jadi akhirnya waktu di tempat kerja yang baru ditanya, "Memang kamu bisa komputer?"kalau orang Indonesia pasti jawab, "Oh bisa dikit-dikit"


“Inilah titik balik dalam kehidupan saya.”

“Saya merasa bahwa saya berubah karena dicemplungin dalam sosial budaya di Amerika dimana saya harus survive sendiri. Itu yang membuat saya harus menguatkan diri dan karakter saya karena saya mengembara,”katanya. Ia lalu meraih jenjang pendidikan lebih tinggi dengan mengambil S2 di University of California, Berkeley, Amerika Serikat melalui sebuah beasiswa. Ia ingat betul bagaimana demi bertahan hidup, ia berhemat dengan cara makan sehari sekali di resto murahan seharga 99 ¢ dan bekerja paruh waktu di dinas tata kota Berkeley. “Nilai-nilai hidup saya banyak lahir dari tekanan, dan nilai itu yang saya pegang dan jadikan cara bernegosiasi dalam kehidupan.” Dari Amerika, ia pindah ke Hongkong untuk bekerja.
Setelah dirasa cukup pengalaman, ia kembali ke Indonesia dan mendirikan bendera bisnisnya sendiri (2004). Rencana baru dibangun. “Dalam empat tahun pertama, target saya membangun reputasi dari sisi komersial. Menasehati klien yang banyak uangnya untuk membuat kota yang lebih baik. Empat tahun berikutnya, ini artinya sekarang, saya fokus untuk membangun masyarakat miskin kota,” ungkap Ridwan yang begitu khawatir dengan masa depan anak-anak yang kebanyakan main di shopping mall dan time zone. Karena itulah, ia kini serius menggarap proyek CSR perusahaan besar dengan program one village one playground. Mengapa dua rencana itu tidak dilakukan secara bersamaan, ia punya alasan. “Saya tak bisa melakukan kekumuhan dan kota secara bersamaan. Ini hanya soal pemilahan aja,” katanya.
Bila kini ia begitu memperhatikan masyarakat miskin, ini bukan soal romantisisme atau kegenitan belaka. “Saya pernah merasakan menjadi masyarakat miskin kota,” ia mengutarakan masa kelamnya di New York. Ia diberhentikan dari tempat kerjanya, tepat pada saat sang istri akan melahirkan anak pertamanya. Hal itu terjadi karena kelalaian perusahaan tidak memperpanjang visa kerjanya, dan ia terpaksa disebut sebagai menjadi pendatang ilegal, dan tak punya pekerjaan.

Demi mendapatkan pelayanan kesehatan, ia harus mengaku miskin kepada pemerintah setempat. Untuk itu, ia terpaksa memalsukan cek perusahaan agar dituliskan gaji sebesar 30% dari gaji sesungguhnya agar mendapat kriteria miskin karena syarat masuk ke rumah sakit miskin ia harus bekerja dengan gaji di bawah standar. “Akhirnya saya menemani istri saya melahirkan di rumah sakit khusus masyarakat miskin. Di ruangan itu, selusin ibu-ibu menjerit. Hampir belasan jam saya di sana. Stress sekali. Memori itu masih kuat hingga kini.”
Pengalaman inilah yang terus menyadarkannya akan geliat roda kehidupan. “Mungkin kini saya tengah berada di atas, tapi alhamdulilah saya tidak akan pernah melupakan berbagai peristiwa itu. Karena banyak beruntung, maka saya menyisihkan uang kantor untuk berzakat, selain berpajak.”Ia juga mewakafkan tanah bagi penduduk miskin di sekitarnya. Kebaikan ini, katanya, sering pula dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab yang membuatnya gundah. “Makanya filosofi hidup saya adalah to live is to give. Nasehat dari ibu saya terbukti, semakin banyak memberi, rejeki saya semakin banyak. Saya nggak tahu secara misterius ada korelasinya. Moga-moga saya bukan termasuk orang yang pelit.”
“Kalau orang bilang orang mati meninggalkan nama. Bagi saya, keinginan tertinggi saya adalah kalau saya mati saya meninggalkan inspirasi, ide, cerita yang orang lain akan lanjutkan.” lanjut Ridwan Kamil.
“Negeri ini butuh banyak pemuda pencari solusi, bukan pemuda pencaci-maki,” – Ridwan Kamil

Quote:
*) Urbane, sebuah jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain terkemuka di Indonesia dan manca negara. Meski berpusat di Bandung, karya- karya Urbane bertebaran di Singapura, Bangkok, Bahrain, Beijing, Vietnam dan tentu saja Indonesia. Umumnya proyek ini berupa pengembangan kawasan perkotaan seluas 10-1000 ha, atau disebut sebagai mega proyek.
***
Quote:
Sources:
Sumber 1
Sumber 2
Sumber 3
Sumber 4
Sumber 5
Dan Juga disarikan dari wawancara Ridwan Kamil dengan NET di acara Satu Indonesia 13 Desember 2013
Sumber 1
Sumber 2
Sumber 3
Sumber 4
Sumber 5
Dan Juga disarikan dari wawancara Ridwan Kamil dengan NET di acara Satu Indonesia 13 Desember 2013




Diubah oleh ainovo 16-06-2015 03:10
0
6.4K
Kutip
53
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan