- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ternyata Indonesia Ekspor Ubur-Ubur dan Bekicot


TS
start.to.end
Ternyata Indonesia Ekspor Ubur-Ubur dan Bekicot
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor pertanian Januari-Mei 2015 mengalami kenaikan 1,58 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Selain karena kenaikan ekspor komoditas seperti kopi dan rempah-rempah, kenaikan ekspor pertanian juga ditopang meningkatnya ekspor di perikanan.
Kepala BPS Suryamin mengungkapkan ada yang menarik dari data meningkatnya ekspor sektor tersebut karena beberapa barang ekspor justru tak terduga kenaikannya. "Ini yang menarik yaitu ekspor ubur-ubur naik 106,83 persen. Kita ekspor ubur-ubur loh. Nilainya 14,7 juta dollar AS sebelumnya padahal hanya 7,1 juta dollar AS," ujar Suryamin sembari tertawa, Jakarta, Senin (15/6/2015).
Tak cuma ubur-ubur, ternyata Indonesia juga mengekspor bekicot alias keong. Bahkan kata Suryamin, ekspor bekicot juga mengalami kenaikan pada Januari-Mei 2015 ini. "Kita juga mengekspor bekicot loh naik 28,28 persen.
Kalau di sini bekicot dibuang ya mending diekspor saja ya," canda Suryamin.
Sementara itu ekspor kopi naik 40,31 persen, lada hitam naik 19,63 persen, lada putih naik 65,25 persen, kayu manis naik 18,35 persen, dan vanili naik 50,95 persen. "Kalau sayuran (ekspornya) naik 44,61 persen sedangkan ekspor buah-buahan naik 39,95 persen. Tapi ekspor tanaman obat kita juga lumayan naik 3,97 persen," ucap dia.
Sebelumnya, BPS melaporkan neraca perdagangan RI pada Mei 2015 mencetak surplus 950 juta dollar AS, terdiri dari ekspor sebesar 12,56 miliar dollar AS dan impor sebesar 11,61 miliar dollar AS.
Secara kumulatif Januari-Mei 2015, neraca perdagangan RI mengalami surplus perdagangan sebesar 3,75 miliar dollar AS, terdiri dari total ekspor sebesar 64,72 miliar dollar AS dan impor senilai 60,97 miliar dollar AS.
berkicot dan ubur
Kepala BPS Suryamin mengungkapkan ada yang menarik dari data meningkatnya ekspor sektor tersebut karena beberapa barang ekspor justru tak terduga kenaikannya. "Ini yang menarik yaitu ekspor ubur-ubur naik 106,83 persen. Kita ekspor ubur-ubur loh. Nilainya 14,7 juta dollar AS sebelumnya padahal hanya 7,1 juta dollar AS," ujar Suryamin sembari tertawa, Jakarta, Senin (15/6/2015).
Tak cuma ubur-ubur, ternyata Indonesia juga mengekspor bekicot alias keong. Bahkan kata Suryamin, ekspor bekicot juga mengalami kenaikan pada Januari-Mei 2015 ini. "Kita juga mengekspor bekicot loh naik 28,28 persen.
Kalau di sini bekicot dibuang ya mending diekspor saja ya," canda Suryamin.
Sementara itu ekspor kopi naik 40,31 persen, lada hitam naik 19,63 persen, lada putih naik 65,25 persen, kayu manis naik 18,35 persen, dan vanili naik 50,95 persen. "Kalau sayuran (ekspornya) naik 44,61 persen sedangkan ekspor buah-buahan naik 39,95 persen. Tapi ekspor tanaman obat kita juga lumayan naik 3,97 persen," ucap dia.
Sebelumnya, BPS melaporkan neraca perdagangan RI pada Mei 2015 mencetak surplus 950 juta dollar AS, terdiri dari ekspor sebesar 12,56 miliar dollar AS dan impor sebesar 11,61 miliar dollar AS.
Secara kumulatif Januari-Mei 2015, neraca perdagangan RI mengalami surplus perdagangan sebesar 3,75 miliar dollar AS, terdiri dari total ekspor sebesar 64,72 miliar dollar AS dan impor senilai 60,97 miliar dollar AS.
berkicot dan ubur
Quote:
Original Posted By InRealLife►
Sudah gol, itu juga barang laku
http://www.jpnn.com/read/2015/01/12/...-Ribu-per-Kilo

Senin, 12 Januari 2015 , 08:42:00
Setahun 500 Ton Kodok Hijau Diekspor, Rp 72 Ribu per Kilo
PALEMBANG – Bagi sebagian orang, kodok/katak merupakan binatang yang menjijikkan. Namun siapa sangka, ada di antara jenis kodok yang bernilai ekonomis tinggi karena dapat dimakan, yakni kodok hijau atau kodok sawah atau kodok lembu.
Meski disebut kodok hijau, tapi tidak seluruh kulitnya berwarna hijau. Kodok ini biasa hidup di alam bebas, namun dapat diternakkan. Saat komoditas ekspor Sumsel lain mengalami fluktuatif perdagangan, kodok hijau justru tetap diminati importir luar negeri.
Terbukti dari data ekspor impor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumsel, komoditas daging kodok hijau laris di pasar dunia.
“Tercatat, daging kodok hijau dari kita (Sumsel) paling banyak diekspor ke kawasan Eropa,” ujar Ir Permana MMA, Kepala Disperindag Sumsel, kepada Sumatera Ekspres.
Dijelaskannya, walau tidak termasuk komiditas unggulan, namun kodok hijau salah satu dari 133 komoditas ekspor Sumsel. “Kodok hijau ini biasa hidup liar di sawah. Biasanya banyak bermunculan saat musim hujan, karenanya bersifat musiman,” bebernya.
Saat musim hujan tiba, para pencari kodok jenis ini akan panen rezeki. Hasil tangkapan dikumpulkan untuk dijual. “Nah, di Sumsel ada satu pengumpul dan eksportir kodok hijau, yakni PT Agung Jaya Sari Sakti,” kata Permana.
Kodok hijau bisa hidup di daerah tropis. Bahkan termasuk mudah berkembang biak. Kondisi alam yang mendukung ini membuat jumlah ekspor kodok hijau dari Sumsel terus bertambah banyak dari waktu ke waktu.
“Data yang kami terima dalam satu tahun, ekspor kodok hijau bisa mencapai 400 hingga 500 ton. Sedangkan harganya US$6 (Rp72 ribu) per kilogram. Jelas ini sangat menguntungkan. Bahkan, nilainya lebih tinggi dari komoditas ekspor kopi kita (Sumsel),” tuturnya.
Pangsa pasar ekspor kodok hijau Sumsel ternyata cukup luas. Sebagian besar adalah negara-negara di Benua Eropa. “Mulai dari Perancis, Belanda, Inggris hingga negara Eropa lain, termasuk Amerika Serikat,” cetusnya.
Di Sumsel, ada beberapa daerah yang menjadi lokasi kodok hijau itu hidup dan berkembang biak, yakni Ogan Ilir, Palembang, OKI, OKUT, dan lainnya.
Daging kodok adalah sumber protein hewani yang tinggi kandungan gizinya. Limbah kodok yang tidak dipakai sebagai bahan makanan manusia dapat dipakai untuk ransum binatang ternak, seperti itik dan ayam.
“Kulit kodok yang telah terlepas dari badannya bisa diproses menjadi kerupuk kulit kodok. Kepala kodok yang sudah terpisah dapat diambil kelenjar hipofisanya dan dimanfaatkan untuk merangsang kodok dalam pembuahan buatan.
Sebagian orang percaya daging kodok dapat menyembuhkan beberapa penyakit dan meningkatkan vitalitas,” ungkap Permana.
Dari informasi yang didapatkan Disperindag Sumsel, PT Agung Jaya Sari Sakti melakukan ekspor kodok hijau tersebut dua kali dalam sebulan.
“Kodok hijau yang dieskpor tentunya tidak dalam keadaan hidup, tapi sudah dikuliti, dibersihkan, dan di-frezeer. Dengan begitu, dagingnya tidak rusak,” tandasnya. (wia)
Sudah gol, itu juga barang laku
http://www.jpnn.com/read/2015/01/12/...-Ribu-per-Kilo

Senin, 12 Januari 2015 , 08:42:00
Setahun 500 Ton Kodok Hijau Diekspor, Rp 72 Ribu per Kilo
PALEMBANG – Bagi sebagian orang, kodok/katak merupakan binatang yang menjijikkan. Namun siapa sangka, ada di antara jenis kodok yang bernilai ekonomis tinggi karena dapat dimakan, yakni kodok hijau atau kodok sawah atau kodok lembu.
Meski disebut kodok hijau, tapi tidak seluruh kulitnya berwarna hijau. Kodok ini biasa hidup di alam bebas, namun dapat diternakkan. Saat komoditas ekspor Sumsel lain mengalami fluktuatif perdagangan, kodok hijau justru tetap diminati importir luar negeri.
Terbukti dari data ekspor impor Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumsel, komoditas daging kodok hijau laris di pasar dunia.
“Tercatat, daging kodok hijau dari kita (Sumsel) paling banyak diekspor ke kawasan Eropa,” ujar Ir Permana MMA, Kepala Disperindag Sumsel, kepada Sumatera Ekspres.
Dijelaskannya, walau tidak termasuk komiditas unggulan, namun kodok hijau salah satu dari 133 komoditas ekspor Sumsel. “Kodok hijau ini biasa hidup liar di sawah. Biasanya banyak bermunculan saat musim hujan, karenanya bersifat musiman,” bebernya.
Saat musim hujan tiba, para pencari kodok jenis ini akan panen rezeki. Hasil tangkapan dikumpulkan untuk dijual. “Nah, di Sumsel ada satu pengumpul dan eksportir kodok hijau, yakni PT Agung Jaya Sari Sakti,” kata Permana.
Kodok hijau bisa hidup di daerah tropis. Bahkan termasuk mudah berkembang biak. Kondisi alam yang mendukung ini membuat jumlah ekspor kodok hijau dari Sumsel terus bertambah banyak dari waktu ke waktu.
“Data yang kami terima dalam satu tahun, ekspor kodok hijau bisa mencapai 400 hingga 500 ton. Sedangkan harganya US$6 (Rp72 ribu) per kilogram. Jelas ini sangat menguntungkan. Bahkan, nilainya lebih tinggi dari komoditas ekspor kopi kita (Sumsel),” tuturnya.
Pangsa pasar ekspor kodok hijau Sumsel ternyata cukup luas. Sebagian besar adalah negara-negara di Benua Eropa. “Mulai dari Perancis, Belanda, Inggris hingga negara Eropa lain, termasuk Amerika Serikat,” cetusnya.
Di Sumsel, ada beberapa daerah yang menjadi lokasi kodok hijau itu hidup dan berkembang biak, yakni Ogan Ilir, Palembang, OKI, OKUT, dan lainnya.
Daging kodok adalah sumber protein hewani yang tinggi kandungan gizinya. Limbah kodok yang tidak dipakai sebagai bahan makanan manusia dapat dipakai untuk ransum binatang ternak, seperti itik dan ayam.
“Kulit kodok yang telah terlepas dari badannya bisa diproses menjadi kerupuk kulit kodok. Kepala kodok yang sudah terpisah dapat diambil kelenjar hipofisanya dan dimanfaatkan untuk merangsang kodok dalam pembuahan buatan.
Sebagian orang percaya daging kodok dapat menyembuhkan beberapa penyakit dan meningkatkan vitalitas,” ungkap Permana.
Dari informasi yang didapatkan Disperindag Sumsel, PT Agung Jaya Sari Sakti melakukan ekspor kodok hijau tersebut dua kali dalam sebulan.
“Kodok hijau yang dieskpor tentunya tidak dalam keadaan hidup, tapi sudah dikuliti, dibersihkan, dan di-frezeer. Dengan begitu, dagingnya tidak rusak,” tandasnya. (wia)
ubur2 diekspor jadi $140jt broh
mari kita eksporin ubur2
Diubah oleh start.to.end 16-06-2015 09:12
0
6.8K
Kutip
49
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan