- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
SI COKI: OSPEK INI YANG GUE DEMEN


TS
ramazeta
SI COKI: OSPEK INI YANG GUE DEMEN
Numpang bikin treat gan. ane punya draft novel, tapi ga kelar-kelar bikinnya. daripada di anggurin mending diposting disini, kali aja bisa memotivasi buat bikin lanjutannya
sambungannya dibawah, gan
Spoiler for baca disini, gan:
About Coki..
Karakter ini udah melayang- melayang dibenak sejak tahun 2000. Jenuh dikejar deadline menulis feature, berita en sebangsanya, membuat gue rindu untuk kembali bisa tertawa . Menertawakan segala hal..,
Segala persoalan..,
Segala ....,
Segala..,
Segala yang tak berujung pangkal, segala yang sengaja dibiarkan, segala yang dipetieskan, segala macam kebodohan- kebodohan yang dilakukan de mi melestarikan sebuah kesombongan, segala.....
Berbekal semangat itu, diciptakanlah karakter Coki . Konsep cerita yang dibangun sederhana saja. Setiap orang tentu punya persoalan. Yang jadi perbedaan bagaimana tiap individu menyikapinya. Serius, santai,atau Sersan (serius tapi santai). Atau mungkin dengan cara yang lain. Karakter Coki dibangun tak jauh dari persoalan itu.
Tapi sejak gue memutuskan untuk meninggalkan dunia jurnalistik, otomatis penulisan novel mandek untuk beberapa lama.
Belakangan, sejak tahun 2006 gue mencoba meremake kembali novel ini. Dengan susah payah tentunya. Karena kemampuan menulis gue gak sebagus dulu. Sayangnya rancangan awal novel ini tidak ada lagi, termasuk arsip artikel, feature, berita sebagai bahan riset tak tahu lagi kemana rimbanya, sehingga terpaksa memulai lagi dari nol. Observasi yang lama ditambah mood menulis yang naik turun, yang membuat novel ini baru selesai sekarang. Karakterisasi atas tokoh utama direkonstruksi ulang kembali, dengan style yang lebih fresh lagi.
Kalau dulu Si Coki di bangun dengan pendekatan dan setting cerita yang sesuai pada zaman itu. Sekarang Coki dihadapkan pada dunia yang bukan hanya mempunyai siklus kecepatan bergerak sekelas Pentium II, tapi lebih dari itu. Media berekspresi Coki tidak lagi sebatas Short Message System, E-mail, Mailing List, Friendster, tapi berkembang menjadi Facebook, Twitter, Flickr, Kaskus dan sebagainya. Ya, semua sesuai zamannya. Mau tak mau meremake suatu cerita agar dapat diterima oleh zaman sekarang, perlu penyesuaian disana-sini.
Oke, kita sedikit oprek-oprek karakter Coki ini.
Coki adalah mahasiswa di sebuah universitas, katakanlah namanya Universi tas Harapan, di kota antah berantah yang namanya katakanlah Muara Enim. Mau nama yang lain juga, apa peduli elo, kan gue yang bikin cerita, jadi suka-suka pake nama apa aja.
Sesuai dengan namanya, institusi pendidikan ini diimpikan dapat menjadi harapan yang positif dalam segala hal. Ya, dalam hal melahirkan alumni ber kualitas ilmu mumpuni, sebagai problem solver terhadap persoalan yang ada di masyarakat, etc, etc. Kenyataan yang ada, layaknya sebuah judul teleno vela , tempat menuntut ilmu ini pantasnya dinamakan Universitas Harapan Nan Sirna. Si Coki malah menamakan kampusnya sebagai kandang kambing, dimana dia terjebak didalamnya, dan lama-lama bisa ketularan jadi kambing. Kambing ya kambing, yang tak tahu apa arti pengembalaannya, asalkan bisa mengembik tanpa arti jelas(Emha Ainun Najib, red)
Degradasi moral melanda universitas ini, menambah catatan-catatan hitam dalam sejarah perjalanan perguruan ini.
Disini..... Coki mengalami dilema......,
apakah melawan arus......,
atau ikut-ikutan mengikuti arus.
Sebagai menu pembuka, gue hadirkan Coki dan kisah cintanya dengan seorang mahasiswi baru ( cerita standar dan klise sih dalam setiap novel), berikut konflik yang menyertainya dalam trilogi, yaitu Ospek ini yang gue demen, Setangkai mawar merah di Tepi Jalan, dan Senja Muram di Danau Ranau. Enjoy bro!
Musim Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) gini, pasti rame tuh sekretariat kampus Universitas Harapan. Selain oleh para Calon mahasiswa baru yang mau ngedaftar, en so pasti para mahasiswa yang udah jadi penghuni lama kampus ini. Pada ngapain? Ya..., apalagi kalo bukan pada mau observasi terhadap para calon mahasiswa baru (CAMABA)yang ngedaftar.
Kepentingannya macam- macam. Bagi para “Pencari Bakat” dari kalangan aktivitis, buat memonitor siapa-siapa aja yang potensial buat dijadikan kader di organisasi pergerakan masing-masing.
Layaknya sales marketing, para pencari bakat itu punya kemampuan penciuman yang tajam, buat mengendus mana-mana CAMABA yang layak untuk diprospek. Jangan heran, yang jadi target bakal dipenuhi berbagai presentasi, slogan-slogan gombal, bertumpuk brosur dan formulir pendaftaran
anggota. Itu juga masih ditambah bonus dengan pesan sponsor layaknya lagu Krisdayanti:
Jangan kau salah pilih yang lain, yang lain belum tentu setia......
Jadi pilihlah......
Tapi mayoritas penghuni lama kampus ini, punya tujuan.., Ya.., apalagi kalau bukan untuk mantengin CAMABA baik cewek maupun cowok yang cakep-cakep.
Coki termasuk diantara para mayoritas tersebut. Walau dia termasuk anggota di dalam Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM) dikampusnya, tapi saat ini dia tidak dalam posisi diberi mandat oleh organisasi yang menaunginya, buat berburu “bibit- bibit unggul”. Sampai kapanpun tidak bakalan diberi peluang dalam hal apapun,selama yang “alergi” dengan Coki masih bercokol di BEM.
Tapi Coki tak mau ambil pusing. Lagian siapa juga yang mau melakukan itu, sementara tuh didepan mata cing, ada sekelompok “makhluk Tuhan” yang bening - bening, gan! Sangat menantang untuk digoda! Sangat sayang untuk dilewatkan!
Lebih berat dimana, menjalankan tugas organisasi atau misi pribadi?Bagaima na dengan doktrin, meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi? Aduh, mendadak amnesia nih!
Melihat keadaan sekeliling, melahirkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama,akan menjadikan diri kita apatis dan cuek bebek,atau kemungkinan kedua, bertekad untuk melakukan sesuatu untuk perubahan, minimal untuk diri sendiri.
Melihat yang bening-bening begini, Coki bertekad untuk menggaet salah satu diantaranya.
Suatu keinginan yang positif...,
Walaupun selalu berakhir negatif...,
Udah dua kali puasa , dua kali lebaran ( lho apa hubungannya?), dua kali OSPEK, segala upaya yang dilancarkan buat menggaet cewek yang jadi inceran berakhir dengan penolakan. Mulai dengan bahasa yang halus, sampe dengan bahasa penolakan yang rada kejam banget.
Tidak Ada Lowongan...,
Full Capacity....,
Tidak Ada Cinta Buatmu....,
Orang Nerd Dilarang Masuk Kehatiku,...,
Not Available and Incompatible For Your Type....,
Nerd.., nerd.., nerd...,
Kata-kata itu yang selalu jadi alasan, dan jadi poin untuk di bold.
Sebel!
Apa bener gitu, gue ini nerd?
Emang sih, Coki merasa dia itu lain dari yang lain. Rada-rada antik gitu! Tapi nerd?
Sekarang memang berkembang trend pencitraan. Semuanya serba dipoles. Mau penampilan, karakter,apapun pokoknya buat mencitrakan hal positif bagi lawan bicaranya. Suntik botox, operasi plastik, sedot lemak, kursus kepriba dian, etc..,etc..,
Aneh memang, orang - orang senang dengan apa-apa yang serba dipoles.Ti dak tahu atau mungkin tidak peduli apakah yang dipoles itu kebenaran sejati atau kepalsuan sejati. Bener juga kata-kata yang pernah dia baca pada se buah novel , “Sekarang orang lebih suka bungkusnya, daripada isinya. Atau orang hanya punya bungkusnya daripada isinya?”
Sementara Coki? Berpenampilan semau gue, dan cenderung urakan. Sempat tergoda untuk ikut-ikutan trend. Tapi cepat insyaf.
Kalau boleh mengutip dari quote Cak Nun, apakah kita akan jadi orang yang berkarakter, atau sebaliknya jadi orang yang “wajahnya tidak berwajah”? Coki memilih untuk menjadi orang berkarakter, berani mengambil sikap yang berseberangan dengan yang sudah ada....
Berani untuk dianggap orang nerd..
Coki percaya, mendung tak selamanya menyertai perjalanan cintanya. Ada masanya, cerah dan indah akan datang menghampirinya.
Kebetulan saat Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus(OSPEK), Coki jadi panitia. Kesempatan neh…
Berdasarkan data yang data, CAMA yang ngedaftar di universitasnya,berasal dari berbagai kalangan dan profesi. Mulai yang fresh graduate, ada yang sudah bekerja, ada yang sudah berkeluarga, ada juga yang belum menikah.
Di antara mereka, ada CAMA cewek yang kelihatan menonjol. Orangnya tinggi,seksi, pake kacamata lagi. Bikin penampilannya tambah oke. Mungkin dulunya dia mantan mayoret waktu di SMU kali ya?
Namanya Ulfa. Lengkapnya seperti yang tertulis diformulir pendaftaran, Farida Ulfa.
Baru mendaftar saja, sudah mencuri perhatian para kaum adam dikampus ini. Bagaimana nanti? Siapa sih yang tidak terpikat oleh pesona kecantikan nya? Orang abnormal kalee..!!
Anaknya emang asyik. Langsung bisa akrab sama siapa aja. Coki mengakui, begitu bertemu pertama kali dirinya langsung terjangkit sindrom Hitome Bore Datta No Yo ( Jatuh cinta pada pandangan pertama). Untuk mendapatkan tempat di hatinya, kayaknya harus berjuang ekstra kerja keras, bahkan (mungkin) rada ekstrim nih, gan! Soalnya banyak saingan, cing!
Puluhan cowok keren di kampus ini pasti rela menunggu giliran kayak ngantre BBM demi meraih sekeping cintanya.
Melihat peta kompetisi yang ada dan memperhitungkan propabilitas buat memenangkan persaingan ini, Coki merasa perlu tahu diri. Kayaknya gua bukan masuk hitungan cowok yang bakal ditaksirnya, pikir cowok satu ini. Daripada konyol nantinya, mending cari inceran lain.
Karakter ini udah melayang- melayang dibenak sejak tahun 2000. Jenuh dikejar deadline menulis feature, berita en sebangsanya, membuat gue rindu untuk kembali bisa tertawa . Menertawakan segala hal..,
Segala persoalan..,
Segala ....,
Segala..,
Segala yang tak berujung pangkal, segala yang sengaja dibiarkan, segala yang dipetieskan, segala macam kebodohan- kebodohan yang dilakukan de mi melestarikan sebuah kesombongan, segala.....
Berbekal semangat itu, diciptakanlah karakter Coki . Konsep cerita yang dibangun sederhana saja. Setiap orang tentu punya persoalan. Yang jadi perbedaan bagaimana tiap individu menyikapinya. Serius, santai,atau Sersan (serius tapi santai). Atau mungkin dengan cara yang lain. Karakter Coki dibangun tak jauh dari persoalan itu.
Tapi sejak gue memutuskan untuk meninggalkan dunia jurnalistik, otomatis penulisan novel mandek untuk beberapa lama.
Belakangan, sejak tahun 2006 gue mencoba meremake kembali novel ini. Dengan susah payah tentunya. Karena kemampuan menulis gue gak sebagus dulu. Sayangnya rancangan awal novel ini tidak ada lagi, termasuk arsip artikel, feature, berita sebagai bahan riset tak tahu lagi kemana rimbanya, sehingga terpaksa memulai lagi dari nol. Observasi yang lama ditambah mood menulis yang naik turun, yang membuat novel ini baru selesai sekarang. Karakterisasi atas tokoh utama direkonstruksi ulang kembali, dengan style yang lebih fresh lagi.
Kalau dulu Si Coki di bangun dengan pendekatan dan setting cerita yang sesuai pada zaman itu. Sekarang Coki dihadapkan pada dunia yang bukan hanya mempunyai siklus kecepatan bergerak sekelas Pentium II, tapi lebih dari itu. Media berekspresi Coki tidak lagi sebatas Short Message System, E-mail, Mailing List, Friendster, tapi berkembang menjadi Facebook, Twitter, Flickr, Kaskus dan sebagainya. Ya, semua sesuai zamannya. Mau tak mau meremake suatu cerita agar dapat diterima oleh zaman sekarang, perlu penyesuaian disana-sini.
Oke, kita sedikit oprek-oprek karakter Coki ini.
Coki adalah mahasiswa di sebuah universitas, katakanlah namanya Universi tas Harapan, di kota antah berantah yang namanya katakanlah Muara Enim. Mau nama yang lain juga, apa peduli elo, kan gue yang bikin cerita, jadi suka-suka pake nama apa aja.
Sesuai dengan namanya, institusi pendidikan ini diimpikan dapat menjadi harapan yang positif dalam segala hal. Ya, dalam hal melahirkan alumni ber kualitas ilmu mumpuni, sebagai problem solver terhadap persoalan yang ada di masyarakat, etc, etc. Kenyataan yang ada, layaknya sebuah judul teleno vela , tempat menuntut ilmu ini pantasnya dinamakan Universitas Harapan Nan Sirna. Si Coki malah menamakan kampusnya sebagai kandang kambing, dimana dia terjebak didalamnya, dan lama-lama bisa ketularan jadi kambing. Kambing ya kambing, yang tak tahu apa arti pengembalaannya, asalkan bisa mengembik tanpa arti jelas(Emha Ainun Najib, red)
Degradasi moral melanda universitas ini, menambah catatan-catatan hitam dalam sejarah perjalanan perguruan ini.
Disini..... Coki mengalami dilema......,
apakah melawan arus......,
atau ikut-ikutan mengikuti arus.
Sebagai menu pembuka, gue hadirkan Coki dan kisah cintanya dengan seorang mahasiswi baru ( cerita standar dan klise sih dalam setiap novel), berikut konflik yang menyertainya dalam trilogi, yaitu Ospek ini yang gue demen, Setangkai mawar merah di Tepi Jalan, dan Senja Muram di Danau Ranau. Enjoy bro!
****
Musim Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) gini, pasti rame tuh sekretariat kampus Universitas Harapan. Selain oleh para Calon mahasiswa baru yang mau ngedaftar, en so pasti para mahasiswa yang udah jadi penghuni lama kampus ini. Pada ngapain? Ya..., apalagi kalo bukan pada mau observasi terhadap para calon mahasiswa baru (CAMABA)yang ngedaftar.
Kepentingannya macam- macam. Bagi para “Pencari Bakat” dari kalangan aktivitis, buat memonitor siapa-siapa aja yang potensial buat dijadikan kader di organisasi pergerakan masing-masing.
Layaknya sales marketing, para pencari bakat itu punya kemampuan penciuman yang tajam, buat mengendus mana-mana CAMABA yang layak untuk diprospek. Jangan heran, yang jadi target bakal dipenuhi berbagai presentasi, slogan-slogan gombal, bertumpuk brosur dan formulir pendaftaran
anggota. Itu juga masih ditambah bonus dengan pesan sponsor layaknya lagu Krisdayanti:
Jangan kau salah pilih yang lain, yang lain belum tentu setia......
Jadi pilihlah......
Tapi mayoritas penghuni lama kampus ini, punya tujuan.., Ya.., apalagi kalau bukan untuk mantengin CAMABA baik cewek maupun cowok yang cakep-cakep.
Coki termasuk diantara para mayoritas tersebut. Walau dia termasuk anggota di dalam Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM) dikampusnya, tapi saat ini dia tidak dalam posisi diberi mandat oleh organisasi yang menaunginya, buat berburu “bibit- bibit unggul”. Sampai kapanpun tidak bakalan diberi peluang dalam hal apapun,selama yang “alergi” dengan Coki masih bercokol di BEM.
Tapi Coki tak mau ambil pusing. Lagian siapa juga yang mau melakukan itu, sementara tuh didepan mata cing, ada sekelompok “makhluk Tuhan” yang bening - bening, gan! Sangat menantang untuk digoda! Sangat sayang untuk dilewatkan!
Lebih berat dimana, menjalankan tugas organisasi atau misi pribadi?Bagaima na dengan doktrin, meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi? Aduh, mendadak amnesia nih!
Melihat keadaan sekeliling, melahirkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama,akan menjadikan diri kita apatis dan cuek bebek,atau kemungkinan kedua, bertekad untuk melakukan sesuatu untuk perubahan, minimal untuk diri sendiri.
Melihat yang bening-bening begini, Coki bertekad untuk menggaet salah satu diantaranya.
Suatu keinginan yang positif...,
Walaupun selalu berakhir negatif...,
Udah dua kali puasa , dua kali lebaran ( lho apa hubungannya?), dua kali OSPEK, segala upaya yang dilancarkan buat menggaet cewek yang jadi inceran berakhir dengan penolakan. Mulai dengan bahasa yang halus, sampe dengan bahasa penolakan yang rada kejam banget.
Tidak Ada Lowongan...,
Full Capacity....,
Tidak Ada Cinta Buatmu....,
Orang Nerd Dilarang Masuk Kehatiku,...,
Not Available and Incompatible For Your Type....,
Nerd.., nerd.., nerd...,
Kata-kata itu yang selalu jadi alasan, dan jadi poin untuk di bold.
Sebel!
Apa bener gitu, gue ini nerd?
Emang sih, Coki merasa dia itu lain dari yang lain. Rada-rada antik gitu! Tapi nerd?
Sekarang memang berkembang trend pencitraan. Semuanya serba dipoles. Mau penampilan, karakter,apapun pokoknya buat mencitrakan hal positif bagi lawan bicaranya. Suntik botox, operasi plastik, sedot lemak, kursus kepriba dian, etc..,etc..,
Aneh memang, orang - orang senang dengan apa-apa yang serba dipoles.Ti dak tahu atau mungkin tidak peduli apakah yang dipoles itu kebenaran sejati atau kepalsuan sejati. Bener juga kata-kata yang pernah dia baca pada se buah novel , “Sekarang orang lebih suka bungkusnya, daripada isinya. Atau orang hanya punya bungkusnya daripada isinya?”
Sementara Coki? Berpenampilan semau gue, dan cenderung urakan. Sempat tergoda untuk ikut-ikutan trend. Tapi cepat insyaf.
Kalau boleh mengutip dari quote Cak Nun, apakah kita akan jadi orang yang berkarakter, atau sebaliknya jadi orang yang “wajahnya tidak berwajah”? Coki memilih untuk menjadi orang berkarakter, berani mengambil sikap yang berseberangan dengan yang sudah ada....
Berani untuk dianggap orang nerd..
Coki percaya, mendung tak selamanya menyertai perjalanan cintanya. Ada masanya, cerah dan indah akan datang menghampirinya.
Kebetulan saat Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus(OSPEK), Coki jadi panitia. Kesempatan neh…
Berdasarkan data yang data, CAMA yang ngedaftar di universitasnya,berasal dari berbagai kalangan dan profesi. Mulai yang fresh graduate, ada yang sudah bekerja, ada yang sudah berkeluarga, ada juga yang belum menikah.
Di antara mereka, ada CAMA cewek yang kelihatan menonjol. Orangnya tinggi,seksi, pake kacamata lagi. Bikin penampilannya tambah oke. Mungkin dulunya dia mantan mayoret waktu di SMU kali ya?
Namanya Ulfa. Lengkapnya seperti yang tertulis diformulir pendaftaran, Farida Ulfa.
Baru mendaftar saja, sudah mencuri perhatian para kaum adam dikampus ini. Bagaimana nanti? Siapa sih yang tidak terpikat oleh pesona kecantikan nya? Orang abnormal kalee..!!
Anaknya emang asyik. Langsung bisa akrab sama siapa aja. Coki mengakui, begitu bertemu pertama kali dirinya langsung terjangkit sindrom Hitome Bore Datta No Yo ( Jatuh cinta pada pandangan pertama). Untuk mendapatkan tempat di hatinya, kayaknya harus berjuang ekstra kerja keras, bahkan (mungkin) rada ekstrim nih, gan! Soalnya banyak saingan, cing!
Puluhan cowok keren di kampus ini pasti rela menunggu giliran kayak ngantre BBM demi meraih sekeping cintanya.
Melihat peta kompetisi yang ada dan memperhitungkan propabilitas buat memenangkan persaingan ini, Coki merasa perlu tahu diri. Kayaknya gua bukan masuk hitungan cowok yang bakal ditaksirnya, pikir cowok satu ini. Daripada konyol nantinya, mending cari inceran lain.
****
sambungannya dibawah, gan
Diubah oleh ramazeta 10-02-2013 09:15
0
7.5K
Kutip
49
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan