Kaskus

News

alvaroismeAvatar border
TS
alvaroisme
Kita Belum Merdeka (Krisis Kebangsaan Part 1)

Terlepas dari krisis ekonomi yang akan semakin parah seiring dengan semakin rendahnya nilai tukar rupiah rupiah terhadap mata uang asing apapun, ataupun krisis moral yang melanda masyarakat kita sampai ke pelosok-pelosok. Ada satu krisis lagi yang sudah sangat bersifat darurat, yaitu krisis kebangsaan dari bangsa Indonesia. Tanpa kita sadari atau tidak rasa kebangsaan kita sebagai bangsa sudah semakin terpuruk, kita sudah semakin tidak peduli lagi pada rasa persatuan dan kesatuan, kita sudah tidak tertarik lagi pada nilai-nilai luhur kebangsaan. Yang ada sekarang ini adalah bagaimana berlomba-lomba mencapai kesejahteraan atau kebahagiaan semu bagi dirinya masing-masing.

Konsumtiifisme menjadikan bangsa kita lupa akan jati diri sebenarnya sebagai orang Indonesia, dibuai dengan kecanggihan teknologi yang belum tentu kita perlukan, keindahan desain produk menjadi standar sosial, makanan siap saji (fast food) menjadi makanan mewah dan sehingga gaya hidup kita hanya menjadikan bangsa kita sebagai pasar belaka.

Kenapa saya berani katakan negara kita hanya menjadi pasar belaka, bayangkan saja kekayaan sumber daya alam kita mengalir keluar dinikmati oleh bangsa lain sementara kita terbuai untuk berdandan ala eropa, mendengarkan lagu-lagu amerika atau korea melalui alat-alat elektronik buatan china sambil menikmati kopi atau ayam yang diberi merek asing sehingga harganya melambung tinggi. Sedangkan seluruh bahan baku untuk barang yang kita konsumsi tadi adalah jauh lebih murah dari harga yang kita beli dan keseluruhannya ada di negara kita. Hanya sekedar dengan dikemas dan diberi merek asing sehingga kita harus membelinya dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Apakah kita yang bodoh atau bangsa asing yang terlalu pintar, andaikan kita memang bodoh apakah kita mau bodoh selamanya. Satu hal lagi yang tidak kita sadari bahwa kita sebagai pasar sesungguhny punya nilai tawar (bargaining power) yang besar, karena tanpa kita membeli barang tersebut maka akan hancurlah produsennya.

Misalkan kita mengetahui bahwa “minuman x” adalah secara kesehatan tidak baik untuk kesehatan dan membahayakan bagi kita, apabila seluruh rakyat Indonesia tidak ada satupun yang membeli ataupun meminum produk “minuman x” tersebut maka dalam tempo sebentar saja produsennya akan gulung tikar. Itu yang disebut sebagai kekuatan rakyat, tinggal bagaimana kita dapat menggalang, mempersatukan dan menggunakan kekuatan tersebut. Hal ini juga berlaku untuk produk lainnya seperti makanan, pakaian, elektronik, otomotif dan sebagainya.

Untuk apa kita berteriak-teriak sementara tidak ada yang mendengarkan, akan jauh lebih berdampak apabila kita menyatukan kekuatan sekedar untuk tidak menggunakan suatu produk maka akan hancurlah produk tersebut. Tidak perlu dengan menjelekan atau menjatuhkan produk tersebut, cukup dengan tidak menggunakannya saja kita sudah menang.

Yang perlu kita lakukan adalah mengidentifikasi produk mana yang tidak memberikan kontribusi positif untuk Negara kita atau menyedot devisa kita karena dimiliki oleh Negara asing, setelah kita mengetahuinya maka bisa dilakukan serangan kekuatan rakyat kepada produk tersebut dengan sekedar tidak menggunakan produk tersebut secara massal.

Sebetulnya hal seperti ini sudah pernah terjadi, kita ambil contoh Petronas, sebetulnya apa bedanya dengan kompetitor penjual bahan bakar lain yang ada di Indonesia seperti Shell atau Total. Tetapi karena adanya sentimen negatif terhadap Negara tetangga kita itu maka Petronas sebagai perusahaan yang berasal dari tersebut Malaysia tidak ada yang membeli produknya, dan sebentar saja modal besar yang telah diinvestasikan menjadi tidak berarti dan menjadi suatu investasi yang gagal. Seperti inilah yang saya maksud dengan kekuatan rakyat.

Sebagai konsumen kita berhak untuk memilih produk apapun, namun karena terjadinya krisis kebangsaan maka kita tidak bisa lagi melihat mana yang baik dan mana yang buruk untuk Negara kita. Hal ini didukung juga dengan Pemerintah kita yang hanya mementingkan bagaimana cara mengisi kantong mereka sendiri dengan upeti dari para pengusaha asing tersebut. Apakah terdengar seperti zaman penjajahan bukankah kita sudah merdeka, mungkin ini yang terlintas di benak kita. Saya tegaskan kita belum merdeka secara ekonomi, kemerdekaan yang kita peroleh adalah masih semu sampai dengan kita berdaulat sepenuhnya atas ekonomi bangsa kita sendiri.

Bagaimana menurut kaskuser..?
Diubah oleh alvaroisme 09-06-2015 13:48
0
869
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan