- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
DPR cuma Kerja 9 Hari Sebulan


TS
kembangdesa88
DPR cuma Kerja 9 Hari Sebulan
PRODUKTIVITAS anggota DPR dari waktu ke waktu selalu menjadi sorotan publik. Penyebabnya lebih banyak dipicu persoalan teknis yang berkaitan dengan pengaturan masa sidang dan masa reses setiap tahun. "Di dalam masa persidangan setiap tahun itu ada lima kali reses, setiap reses lamanya satu bulan. Jadi, rata-rata sebulan DPR cuma kerja 9 hari, Senin sampai Kamis, Jumat sudah hari fraksi. Belum lagi kalau ada hari libur selain Sabtu-Minggu," ungkap anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem, Tengku Taufiqulhadi, saat berkunjung ke redaksi Media Indonesia dan Metro TV di Kedoya, Jakarta Barat, kemarin.
Kunjungan silahturahim yang dipimpin oleh Ketua F-NasDem DPR Victor Bungtilu Laiskodat itu diikuti sejumlah anggota fraksi seperti anggota Komisi V Ahmad Ali dan anggota Komisi XI Ahmad Syahroni. Sejumlah topik aktual mengemuka dalam pertemuan tersebut, salah satunya mengenai kinerja DPR yang masih memerlukan evaluasi dan perbaikan. "Problem sekarang ini apakah DPR bekerja maksimal, produktif, tanda-tandanya masih negatif. Orang mengatakan tidak produktif. Tidak ada RUU yang sudah dibahas, baru dua RUU yang dimasukkan ke Baleg untuk harmonisasi," kata Taufiqulhadi.
Menurutnya, sejak dilantik hingga saat ini, DPR baru memproduksi RUU MD3 dan Perppu Pilkada menjadi undang-undang. Hal tersebut tentunya jauh dari harapan masyarakat yang mereka wakili. Sebagai solusinya, Taufiq mengusulkan agar masa reses dipotong menjadi dua minggu, dengan asumsi kunjungan ke dapil selama dua minggu sudah cukup.
"Dua minggu sudah sangat cukup kalau digunakan secara maksimal," paparnya.
Awasi banggar
Sementara itu, Ahmad Ali, selain menyoroti fungsi legislasi yang masih minim, memaparkan berbagai persoalan terkait dengan pembahasan dan serapan APBN, baik di pusat maupun daerah. Ia mengatakan produktivitas tidak semata diukur dari jumlah undang-undang yang dihasilkan, tetapi sejauh mana anggota dewan mampu mewakili suara masyarakat di Senayan.
Dalam hal pembahsan anggaran (APBN), kata dia, perlu pengawasan dari berbagai pihak terutama media massa karena beragam pola 'permainan', seperti 'jatah 7%' masih terjadi. Fee 7% dari total anggaran yang diloloskan untuk proyek tertentu, kata Ali, sudah menjadi tabiat dewan sejak lama. Bukan hanya di DPR, melainkan juga oleh oknum DPRD.
"Kalau di DPRD 5%. Ini yang mau kita ubah supaya pola yang dilakukan di banggar dari dulu tidak dilakukan di masa depan," tukasnya.
Victor Laiskodat berharap para kader NasDem yang kini duduk di parlemen dapat menjaga integritas, dengan tidak terjerumus pada tradisi bobrok yang selama ini terjadi. "Kami ada 36 orang, di banggar 6 orang. Kami masih tergolong baru, partai kecil pula. Memang kami partai pemerintah, tapi kami memperjuangkan suara yang termarjinalkan," tegas Victor. Ia juga menekankan pentingnya bergandengan tangan dengan media massa untuk turut memperjuangkan kepentingan masyarakat yang lebih baik.
http://www.mediaindonesia.com/mipagi...lan/2015/06/04
mulai saat ini cita2 ane membubarkan DPR......
Kunjungan silahturahim yang dipimpin oleh Ketua F-NasDem DPR Victor Bungtilu Laiskodat itu diikuti sejumlah anggota fraksi seperti anggota Komisi V Ahmad Ali dan anggota Komisi XI Ahmad Syahroni. Sejumlah topik aktual mengemuka dalam pertemuan tersebut, salah satunya mengenai kinerja DPR yang masih memerlukan evaluasi dan perbaikan. "Problem sekarang ini apakah DPR bekerja maksimal, produktif, tanda-tandanya masih negatif. Orang mengatakan tidak produktif. Tidak ada RUU yang sudah dibahas, baru dua RUU yang dimasukkan ke Baleg untuk harmonisasi," kata Taufiqulhadi.
Menurutnya, sejak dilantik hingga saat ini, DPR baru memproduksi RUU MD3 dan Perppu Pilkada menjadi undang-undang. Hal tersebut tentunya jauh dari harapan masyarakat yang mereka wakili. Sebagai solusinya, Taufiq mengusulkan agar masa reses dipotong menjadi dua minggu, dengan asumsi kunjungan ke dapil selama dua minggu sudah cukup.
"Dua minggu sudah sangat cukup kalau digunakan secara maksimal," paparnya.
Awasi banggar
Sementara itu, Ahmad Ali, selain menyoroti fungsi legislasi yang masih minim, memaparkan berbagai persoalan terkait dengan pembahasan dan serapan APBN, baik di pusat maupun daerah. Ia mengatakan produktivitas tidak semata diukur dari jumlah undang-undang yang dihasilkan, tetapi sejauh mana anggota dewan mampu mewakili suara masyarakat di Senayan.
Dalam hal pembahsan anggaran (APBN), kata dia, perlu pengawasan dari berbagai pihak terutama media massa karena beragam pola 'permainan', seperti 'jatah 7%' masih terjadi. Fee 7% dari total anggaran yang diloloskan untuk proyek tertentu, kata Ali, sudah menjadi tabiat dewan sejak lama. Bukan hanya di DPR, melainkan juga oleh oknum DPRD.
"Kalau di DPRD 5%. Ini yang mau kita ubah supaya pola yang dilakukan di banggar dari dulu tidak dilakukan di masa depan," tukasnya.
Victor Laiskodat berharap para kader NasDem yang kini duduk di parlemen dapat menjaga integritas, dengan tidak terjerumus pada tradisi bobrok yang selama ini terjadi. "Kami ada 36 orang, di banggar 6 orang. Kami masih tergolong baru, partai kecil pula. Memang kami partai pemerintah, tapi kami memperjuangkan suara yang termarjinalkan," tegas Victor. Ia juga menekankan pentingnya bergandengan tangan dengan media massa untuk turut memperjuangkan kepentingan masyarakat yang lebih baik.
http://www.mediaindonesia.com/mipagi...lan/2015/06/04
mulai saat ini cita2 ane membubarkan DPR......

0
1.5K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan