Cafe Pisa Mahakam, Sabtu 25 April 2015, menjadi saksi suatu perhelatan yang dinamakan Kompasiana Nangkring. Temanya kali ini adalah Kotaku Kota Cerdas dan berhubungan erat dengan akan diperkenalkannya suatu parameter baru dalam menilai tingkat keramahan suatu kota untuk dapat ditinggali. Namanya adalah Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015!.

Yang menjadi tuan rumah sekaligus pembawa acara kali ini adalah admin Kompasiana Wardah Fajri yang akrab dipanggil Mbak Wawa. Sedangkan tiga orang yang menjadi narasumber adalah Ignatius Kristanto Hadisaputro selaku Research Manager, Divisi Penelitian & Pengembangan Harian Kompas, Adi Munandir selaku Executive Officer, Unit Manajemen Strategis PT PGN Tbk, dan Tri Agung Kristanto sebagai Kepala Desk Nusantara Harian Kompas.

Ada tiga aspek yang menjadi tolak ukur dalam menentu peringkat kecerdasan suatu kota yaitu, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Secara holistik ketiganya sesungguhnya tidak dapat dipilah dan dipisahkan karena akan selalu saling kaitmengait. Banyak yang dibahas dalam kompasiana nangkring ini termasuk adanya daftar 98 kota dimana 93 akan dinilai dan kemudian dari setiap kategori (Kota Besar dengan jumlah penduduk di atas 1 juta, Kota Sedang dengan jumlah penduduk hingga 1 juta, Kota Kecil) akan dipilih masing-masing lima kota untuk maju ke babak berikutnya.

Mas Adi Munandar juga tampil menarik dengan menampilkan kian besarnya peran Perusahaan Gas Negara dalam memberikan energi alternatif yang lebih bersih, efisien, dan sekaligus terjangkau. Sayangnya masih ada kebijakan pemerintah yang memperlakuan sumber daya alam di bumi Indonesia ini sebagai sumber pemasukan negara dan bukan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Akibatnya gas yang murah tadi diekspor ke luarnegri sedangkan rakyat kita harus membeli gas elpiji yang diimpor dengan harga mahal.

Setelah menelaah paparan dan diskusi selama “Nangkring bersama Kompasiana”, lalu sempat terpikir apa yang harus dilakukan di Bekasi agar dapat menjadi lebih cerdas? Salah satunya adalah mengurangi kemacetan lalu lintas yang sangat terasa di Kota Bekasi dan sekitarnya. Sebagai bukti pada minggu sore , 26 April lalu, diperlukan waktu satu jam lebih untuk mencapai tempat di sekitar Perumnas II walaupun jaraknya hanya kurang dari dua kilometer saja.

Salah satunya adalah inspirasi yang berasal dari kunjungan penulis ke Hongkong SAR. Di Hongkong Island kawasan Central, Admiralty, dan juga sampai ke Sheung Wan merupakan pusat kegiatan bisnis dan juga wisata dimana ratusan gedung pencakar langit baik perkantoran, pemukiman dan juga gedung pemerintahan berada. Seandainya masyarakat dan penduduk Hongkong semuanya menggunakan kendaraan pribadi di daerah ini, sudah pasti macetnya tidak akan bisa dimaafkan.

Untungnya selain sistem transportasi massal yang sangat baik di Hongkong berupa kereta api bawah tanah yang disebut MTR, bus, dan juga tram yang dijuluki ding ding dan sudah berusia lebih dari seratus tahun, ada juga kelebihan lain yang menarik, yaitu kakilima layang yang menghubungkan gedung perkantoran, mal, apartemen, tempat wisata dan juga gedung-gedung pemerintahan di kawasan tersebut.

Kaki lima layang ini sangat nyaman, bersih, dan dilengkapi dengan petunjuk arah sehingga pejalankaki akan merasa aman, nyaman, dan yang paling penting dapat sampai ke tujuan dengan cepat dan selamat tanpa menggunakan kendaraan pribadi dan juga umum. Dengan sering banyak berjalan kaki ini maka masyarakat juga sekaligus dapat berhemat dan sehat. Secara kasat mata dapat dilihat bahwa agak jarang kita melihat penduduk Hongkong yang menderita obesitas.

Lalu bagaimana dengan Kota Bekasi. Kawasan sekitar pintu tol Bekasi Barat hingga ke Kali Malang , dan juga kemudian Jalan Achmad Yani menuju Stasiun dan juga Sumarecon Bekasi tidak dapat dipungkiri pada saat ini menjadi pusat kegiatan ekonomi di Kota Bekasi. Disini, terdapat Mal Metropolitan, Grand Metropolitas, Giant, Bekasi Square, dan juga beberapa hotel, dan juga stadion, dan kawasan perumahan dan apartemen. Akibatnya manusia yang berinteraksi di kawasan ini kian hari, bulan dan tahun akan kian banyak.

Untuk mewujudkan Bekasi sebagai kota cerdas, ada baiknya dibangun kaki lima layang yang menghubungkan tempat-tempat di atas sehingga dari Grand Metropolitan Mal, kita dapat berjalan kaki menyusuri kaki lima layang ini sampai ke Metropolitan Mal, Giant, Bekasi Square, dan juga bahkan ke kawasan apartemen di Jalan Achmad Yani dan terus sampai ke perumnas dua, Stadion dan jika mungkin ke stasiun dan juga Sumarecon Bekasi.

Kaki lima layang ini akan dilengkapi dengan travellator sehingga selain berjalan pengguna bisa juga sekedar berdiri saja untuk sapai ke tujuan. Di kedua sisinya juga akan ada kursi-kursi dimana kita dapat sekedar duduk melepas lelah. Tentunya untuk membiayai proyek ini, di kakilima layang ini juga akan ada gerai toko, cafe, dan juga restoran yang membuat kaki lima ini menjadi mal layang terpanjang di dunia.

Kaki lima layang akan membuat Bekasi menjadi salah satu kota cerdas di Indonesia, karena dengan mengurangi jumlah kendaraan pribadi, dan banyaknya warga yang berjalan kaki, maka penghematan akan terjadi baik dari transportasi maupun biaya kesehatan. Tentunya pembangunan transporatsi massal umum yang baik tetap harus juga direalisasikan seerti kereta LRT layang baik intra di kawasan Bekasi maupun ke Jakarta dan kota-kota lain di sekitar.

Siapa bilang Bekasi yang ruwet tidak bisa lebih rapih, manusiawi dan cerdas dengan Kaki lima layang? Tetapi, siapa yah yang mau mendengarkan seruan ini?