Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

xonetAvatar border
TS
xonet
Federasi Sepakbola Indonesia Resmi Dihukum FIFA, BUBARIN PSSI!!!LOSER!!!
Federasi Sepakbola Indonesia Resmi Dihukum FIFA, Masih Boleh Ikut SEA Games


Federasi Sepakbola Indonesia Resmi Dihukum FIFA, Masih Boleh Ikut SEA Games

PSSI Dibekukan!
Jakarta - FIFA akhirnya menjatuhkan sanksi kepada federasi sepakbola Indonesia. FIFA menilai pemerintah Indonesia sudah melakukan pelanggaran dan hukuman baru akan dicabut jika intervensi tidak lagi dilakukan.

Dalam dokumen yang dirilis FIFA, Sabtu, 30 Mei 2015, yang ditandatangani Sekjen FIFA Jerome Valcke, disebutkan bahwa keanggotaan Indonesia di badan sepakbola dunia itu dicabut atas hasil rapat Komite Eksekutif-nya di Zurich, Swiss, hari ini.

Intervensi pemerintah, sebagaimana disebutkan FIFA, dianggap merupakan pelanggaran atas Pasal 13 dan 17 dari Statuta FIFA.

Tidak disebutkan berapa lama hukuman itu diberlakukan, namun dinyatakan "sampai bisa memenuhi persyaratan yang diajukan FIFA". FIFA baru akan mencabut sanksi jika federasi (PSSI) kembali dikendalikan oleh pengurus tanpa campur tangan pihak ketiga, termasuk pemerintah.

Selama masa hukuman, PSSI kehilangan hak keanggotaannya dan semua tim Indonesia (nasional maupun klub) dilarang melakukan aktivitas internasional termasuk berpartisipasi di kompetisi FIFA dan AFC.

Meski demikian, sanksi FIFA tidak berdampak kepada timnas Indonesia yang akan berlaga di SEA Games 2015 di Singapura. Sebagai pengecualian, timnas Indonesia bisa berkompetisi di SEA Games sampai selesai.

Kabar jatuhnya sanksi FIFA kepada PSSI tiba tak lama setelah Presiden RI Joko Widodo menyatakan bahwa sepakbola Indonesia perlu direformasi total, karena sudah lama tak berprestasi. Ia juga tidak mempersoalkan pembekuan PSSI oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, jika itu merupakan program untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh. [Baca: Tak Persoalkan Pembekuan PSSI, Jokowi: Sepakbola Harus Direformasi Total]
[/QUOTE]

Tak Persoalkan Pembekuan PSSI, Jokowi: Sepakbola Harus Direformasi Total


"Melihat ceritanya harus lebar, seperti itu yang dilihat. Kita ini hanya ingin ikut event internasional, atau ingin prestsai? Kalau hanya ingin event internasional tapi selalu kalah. Saya tanya, lalu kebanggaan kita ada di mana?

"Kita ikut terus event internasional, kualifikasi Piala Dunia, di tingkat Asia, ASEAN, tapi kita malu terus, kalah lagi, kalah lagi, kalah lagi. Yang ingin kita lakukan adalah pembenahan total. Pembenahan total daripada kita punya prestasi seperti itu terus sepanjang masa.

Jokowi akhirnya sampai pada masalah pembekuan PSSI yang dilakukan menterinya, Menpora Imam Nahrawi. Ia dengan jelas menyatakan dukungan pada apa yang dilakukan oleh pembantunya itu, jika itu memang program untuk pembenahan sepakbola.

"Ya kalau terjadi pembekuan, ya memang harus ada pembenahan total, reformasi total, pembenahan manajemen, pembenahan sistem," ucap orang nomor satu di negara ini.

Jadi, SK pembekuan tidak jadi dicabut, Pak? Tanya wartawan.

"Ditanyakan saja ke Menpora. Saya kita sudah bisa ditangkap (apa yang kita inginkan). Mestinya PSSI dan pemerintah bekerja sama yang baik. Ini bukan intervensi lho. Kita semua ingin sepakbola kita jadi lebih baik," papar Jokowi.

Ia lalu menyimpulkan, langkah-langkah apa yang mesti dilakukan pemerintah setelah pembekuan PSSI adalah urusan Kemenpora.

"Hal tenis, tanyakan ke Kemenpora, jangan ke presiden. Soal nasib pemain, wasit, dan lain-lain, itu sudah teknis. Tanya ke Menpora," sahutnya.
Tak Persoalkan Pembekuan PSSI, Jokowi: Sepakbola Harus Direformasi TotalJokowi (Moksa/ detikcom)
Jakarta - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo akhirnya mengeluarkan pernyataan yang terbilang detail terkait polemik sepakbola di tanah air. Intinya dia ingin ada reformasi total di sepakbola, termasuk di tubuh organisasinya.

Demikian disampaikan Jokowi kepada wartawan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusumah, Jakarta, Sabtu (30/5/2015) sore, sepulangnya presiden dari kunjungan kerja di Sulawesi.

Pertama, Jokowi menerangkan adanya kesan bahwa dirinya dan Wapres Jusuf Kalla berbeda pandangan terhadap upaya pemerintah (Kemenpora) dalam membenahi tata kelola sepakbola di Indonesia.

"Semua sebetulnya sama. Itu dalam rangka pembenahan PSSI. Jadi, baik Pak Wapres maupun saya sama sebetulnya. Keinginannya sama: ingin pembenahan PSSI," ucap Jokowi.

Disinggung tentang deadline dari FIFA pada 29 Mei kemarin, Jokowi malah berpanjang lebar mengenai prestasi sepakbola Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

"Perlu saya sampaikan. Coba dilihat dulu, selama 10 tahun prestasi kita tuh apa. Ini saya punya catatan. Nih, catatannya, dari 2002, 2006, 2010. Tidak lolos kualifikasi Piala Dunia. Asia saja tidak lolos. Piala Dunia, kemudian di Piala Asia, AFC 2004 sampai babak I, tahun 2007 juga babak I. Tahun 2011 tidak lolos kualifikasi di tingka Asia.

"Kemudian dilihat lagi peringkat di FIFA sejak 2012, karena saya punya semuanya. Tahun 2012 di angka 156 dari semua negara. Tahun 2013 peringkat 161, 2014 di nomor 159. Tahun ini juga sama





BUBARIN AJA PSSI!!!.GA ADA GUNANYA.ADA PSSI PULUHAN TAHUN GA ADA PRESTASI.KALAH MELULU.BIKIN MALU INDONESIA.MEMBUAT SEPAKBOLA INDONESIA MATI GA MAJU2.SAMPAH MASYARAKAT.SARANG MAFIA JUDI SEPAKBOLA.SARANG KORUPSI.11-12 AMA BOS FIFA.PEJABAT2 PSSI KL OMONG SELALU ATAS NAMA SEPAKBOLA SEBENARNYA MEMBELA KEPENTINGAN BISNIS N KANTONG PRIBADI.
GA ADA ALASAN PSSI DI PERTAHANKAN.GA ADA PSSI LEBIH BAIK

BAGUSLAH INDONESIA KENA SANKSII.ADA WAKTU BIKIN ORGANISASI BARU.


LINK
LINK[/QUOTE]

[QUOTE]KOMPAS.com — Di Indonesia, sepak bola adalah fiesta. Di sanalah, sepak bola bisa bertranformasi menjadi alat perjuangan, hiburan, kisah indah, hingga mata pencarian. Betapa murungnya Indonesia jika tidak ada sepak bola.

Melalui sepak bola, anak-anak, orangtua, teman, saudara, hingga kakek dan nenek bisa berkumpul sembari menyatukan dukungan. Janganlah lupa pula, sepak bola itu harus bisa membuat kegembiraan. Kegembiraan yang menjadikan sepak bola sebagai perayaan di atas segala-galanya.

Namun, kini Indonesia terasa sepi karena kegembiraan itu tak kunjung datang. Bertahun-tahun sepak bola menghilang, mengembara entah ke mana, lantaran timnas terus menuai kegagalan. Jangankan meraih prestasi, berbagai persoalan internal PSSI saja tak pernah serius diatasi.

Beberapa bulan lalu, masyarakat sempat menyaksikan sepak bola Indonesia kembali mendunia. Akan tetapi, bukan karena titel juara, melainkan ulah pemain adu jotos di lapangan, suporter yang bertikai hingga memakan korban jiwa, serta mafia yang mampu mengatur skor pertandingan dengan leluasa.

Ketika menyaksikan Evan Dimas dan kawan-kawan mengenakan seragam tim nasional U-19, masyarakat memang sempat merasakan kegembiraan luar biasa. Namun, kegembiraan itu hanya berlangsung singkat karena mereka pun gagal total di Piala Asia U-19 Myanmar pada tahun lalu.

Sekali lagi, sejatinya, tidak logis jika pemain dan pelatih disalahkan jika timnas menuai kegagalan. Para pengurus serta pemangku kepentinganlah yang harus diminta pertanggungjawaban karena mereka dihadapkan fakta telah gagal membina sepak bola Indonesia selama rentang puluhan tahun.

Sanksi FIFA
Atas berbagai karut-marut sepak bola yang tak kunjung usai, Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) resmi menjatuhkan sanksi terhadap PSSI, Sabtu (30/5/2015). Akibat putusan itu, Indonesia dilarang mengikuti turnamen internasional FIFA maupun AFC hingga waktu yang tidak ditentukan.

Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke, dalam suratnya kepada PSSI, mengatakan, pihaknya baru akan mencabut sanksi dan memulihkan keanggotaan apabila Indonesia memenuhi empat syarat. Inti dari syarat itu adalah PSSI kembali diberi wewenang mengelola urusannya secara independen.

Namun, rasanya syarat itu bakal kembali mengulang pertanyaan membosankan. Apakah independensi PSSI mengelola kompetisi sepak bola Tanah Air hingga saat ini sudah berjalan dengan baik? Apakah independensi mereka juga bisa membuat ratusan juta masyarakat Indonesia bersukacita menyaksikan timnas berpesta di podium kemenangan?

Maklum, semenjak puluhan tahun lalu, apa yang terdengar dari sepak bola Indonesia hanyalah kekacauan, kebingungan, ketidakpastian, intrik, dan rivalitas bersambung-sambungan. Anehnya, para pengurus yang terlibat pada periode itu hingga kini masih "sakti" duduk di kursi petinggi, berjalan bebas seakan merasa tak terjadi hal yang mengkhawatirkan.

Semenjak emas SEA Games Manila 1991, pemerintahan telah berganti lima kali. Posisi pelatih timnas pun dibongkar pasang puluhan kali, mulai yang berasal dari Jawa, Sumatera, hingga luar negeri. Pengurus PSSI? Boro-boro undur diri, timnas gagal puluhan kali mereka tetap asyik sibuk mengamankan jatah kursi.

Belum lagi melihat kinerja asosiasi provinsi PSSI yang selama ini dinilai kerap abai menjalankan tugasnya di daerah. Padahal, salah satu titik krusial pembinaan sepak bola adalah membentuk sistem kompetisi yang baik di level amatir. Oleh karena itulah, jangan dulu bicara prestasi jika para pengurus sepak bola di negeri ini tak tersentuh arus reformasi.

Reformasi
Pertanyaannya kini, siapa yang mampu menghentikan aksi para pengurus itu merajut serial panjang kegagalan? Sejarah mencatat, setiap kali ada momen perubahan di dalam sepak bola Indonesia, justru muncul konflik balas dendam yang tak jelas arahnya. Di sinilah masalah utama pembenahan sepak bola nasional.

Filsuf asal Amerika Serikat, George Santayana, mengatakan, "Mereka yang mengabaikan sejarah akan dikutuk untuk mengulanginya." Pernyataan itu pun rasanya pantas disematkan untuk para pengurus sepak bola di negeri ini. Pengurus yang sejak puluhan tahun lalu lebih menyerupai politisi ketimbang pamong olahraga sejati.

Presiden Joko Widodo di Jakarta, Sabtu (30/5/2015), menginginkan pembenahan total PSSI untuk memperbaiki prestasi sepak bola Indonesia. Presiden sadar bahwa tidak ada yang perlu dibanggakan jika timnas Indonesia selalu mengalami kegagalan di berbagai turnamen internasional.

Alhasil, pernyataan Presiden bakal menjadi tantangan sangat berat bagi Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi. Maklum, ketika memutuskan membekukan PSSI, Menpora tidak hanya mendapatkan apresiasi, tetapi juga hujatan tiada henti dari para pencinta sepak bola Indonesia.

Hujatan itu bukan tanpa alasan. Selama ini publik sudah paham betul berbagai manuver pemerintah ataupun pengurus sepak bola. Jadi, wajar masyarakat mempertanyakan keseriusan Menpora membenahi sepak bola jika mengumumkan anggota Tim Transisi saja selalu molor dan tak jelas waktunya.

Sempat muncul pula kabar mengenai motif di balik alasan Menpora membekukan PSSI yang kini dipimpin oleh La Nyalla Matalitti. Namun, sejatinya, masyarakat takkan peduli karena yang mereka inginkan adalah menyaksikan kembali pertandingan berkelas di lapangan, bukan konflik pribadi untuk menunjukkan kekuasaan.

Pemerintah harus serius jika ingin membenahi sepak bola Indonesia. Mereka juga harus membuktikan kepada masyarakat, jika memang memiliki blueprint sebagai dasar untuk pembenahan sepak bola nasional secara jangka panjang, bukan hanya untuk kurun waktu singkat.

Meminjam teori ahli psikologi sosial asal AS, Kurt Lewin (1951), seseorang yang akan mengadakan perubahan harus memiliki konsep agar proses itu terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan. Karena itulah, Menpora harus memiliki konsep jelas agar masyarakat siap dan bisa menerimanya untuk berjalan bersama-sama ke arah perubahan.

Perubahan agar tidak ada lagi tarik ulur kepentingan ketika membentuk kepengurusan baru PSSI. Perubahan agar tidak lagi ada upaya melibatkan oknum-oknum yang terbukti selama puluhan tahun gagal membina sepak bola di dalam negeri. Perubahan untuk membentuk kompetisi sehat agar gaji dan hak para pemain bisa terpenuhi seusai janji.

Peduli
Bung Hatta pernah berkata, "Jatuh bangunnya negara ini sangat tergantung dari bangsa ini sendiri." Menurut Bung Hatta, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulau di peta jika persatuan dan kepedulian makin pudar di setiap jiwa rakyat Indonesia. Pernyataan itulah yang harus diilhami para pengurus PSSI dan pemerintah jika ingin serius membenahi sepak bola.

Jika kedua pemangku kepentingan itu tak lagi saling peduli, sepak bola Indonesia akan terus mengalami krisis prestasi. Jika mereka tidak lagi memperhatikan persatuan, sepak bola akan terus merajut kisah kegagalan. Kalau sudah seperti itu, jutaan talenta muda sepak bola-lah yang akan menjadi korban.

Banyak bukti, dari Sabang sampai Merauke, tersimpan bibit emas sepak bola. Puluhan tahun mereka menyimpan asa, menunggu kapan sepak bola di Tanah Air bisa menjadi ajang memperebutkan prestasi, bukan konflik yang tiada henti. Bertahun-tahun mereka merasa dianggap tak penting karena nyatanya hanya pengakuan kepengurusan yang dianggap lebih genting.

Atas berbagai masalah itu, kini harapan besar publik Indonesia akan kembali tertanam di benak para pemangku kepentingan negeri ini. Masyarakat sudah rindu menyaksikan sepak bola menjadi hiburan yang menyenangkan. Sepak bola yang tidak lagi membuat kepala pesepak bola muda tertunduk lesu di podium kekalahan.

Oleh karena itu, jadikan sanksi FIFA sebagai momentum perbaikan. Pemerintah harus menepati janji jika berniat tulus membenahi sepak bola di dalam negeri. Mereka juga harus ingat, masyarakat sangat menginginkan perubahan meskipun dalam perjalanannya, berkaca kepada catatan sejarah, wajar jika nanti masih bakal muncul pertanyaan, "Mau buat manuver apa lagi, PSSI?"

LINK
[QUOTE]
Diubah oleh xonet 01-06-2015 07:42
0
3.8K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan