Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

my.own.lifeAvatar border
TS
my.own.life
Sekuler vs Agama, sebuah propaganda yang hoax


Latar Belakang dan Batasan Masalah

Saya bukan seseorang yang ahli ataupun dengan latar belakang ketatanegaraan. Namun semoga tulisan ini dapat membantu anda memahami tentang benang merah permasalahan mengenai perdebatan negara sekuler vs negara agama yang ternyata adalah sebuah doktrin propaganda hoax semata.

Hal ini dapat dilihat dari betapa minimnya informasi maupun pengetahuan yang dapat mendefinisikan dengan baik dan jelas dari sebuah definisi negara sekuleris atupun negara agama. bahkan profesor sekaliber “google pun” mengalami kesulitan dalam menyuguhkan definisi negara sekuler ataupun negara agama. Padahal sebuah definisi itu penting, agar pembahasan mengenai negara sekuler vs negara agama menjadi terfokus dan tidak asal main tafsir sendiri


Yang bisa saya temukan dalam 2 page pertama google pertama adalah :

Spoiler for definisi sekuler:


Ditambah definisi ala wikipedia
Spoiler for sekuler ala wikipedia:



Jika anda membaca dua definisi tersebut, mungkin tidak ada yang menjadi masalah dan merasa bahwa sekulerisme adalah sebuah solusi ideal dari keburukan sebuah sistem negara agama. Terlebih jika anda memahami bahwa sekulerisme lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap negara agama, dimana pada masa itu gereja begitu berkuasa dan dominan. Namun benarkah demikian? Tidak! Terlebih jika memahami apa yang tertulis dalam definisi pertama tersebut (versi kamus besar bahasa indonesia)


“hal-hal yang bernuansa agama tidak boleh masuk ke dalam pemerintahan, atau pertimbangan-pertimbangan keagamaan harus dijauhkan darinya”.

“memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial dalam artian agama tidak boleh ikut berperan dalam politik, pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum”


Artinya adalah negara tidak mengakui, tidak mengakomodir dan tidak memfasilitasi nilai-nilai agama ke dalam kepemerintahannya, dampaknya, tidak ada hari libur keagamaan, , tidak ada lembaga agama, tidak ada ritual sumpah jabatan dengan kitab suci, tidak ada halal dan haram. tidak ada pelajaran agama di sekolah, tidak ada syiar dan acara keagamaan di media masa/TV, tidak ada doa bersama dalam setiap kegiatan, tidak ada perayaan agama dalam pemerintahan, dan sebagainya. Dengan kata lain segala atribut yang berbau agama dilarang untuk dilakukan dalam kehidupan bernegara

Dan agama hanyalah mutlak urusan pribadi masing-masing. Anda mau beribadah. Itu hak anda, tapi negara tidak memfasilitasi. Anda ingin merayakan hari besar keagamaan? Silahkan, tapi negara tidak memfasilitasi dengan hari libur.

Apakah sesederhana itu, ya, meskipun pada faktanya tidak ada negara di dunia ini yang sekuler 100% samahalnya tidak ada negara agama yang 100% pula.


Lalu pada definisi selanjutnya :

“Tujuan dari pemikiran ini adalah untuk menghargai kaum minoritas. Karena kebijakan hidup sosial tidak terletak pada agama mayoritas tetapi pada alasan yang rasional.”

“Negara sekuler didefinisikan melindungi kebebasan beragama. Negara sekuler juga dideskripsikan sebagai negara yang mencegah agama ikut campur dalam masalah pemerintahan, dan mencegah agama menguasai pemerintahan atau kekuatan politik”


Definisi ini menciptakan kontradiksi, bagaimana mungkin negara bisa berlaku adil terhadap umat beragama jika negara tersebut tidak mengakui/menerima nilai-nilai agama dalam negaranya? Dimana negara berperan sebagai penyelenggara, pelaksana dan penjamin HAM salah satunya Hak Beragama. Dengan demikian secara otomatis bahwa pelaksanaan sekulerisme berlawanan dengan prinsip HAM

Bahkan jika ditarik kesimpulan dari isi definisi tersebut, maka negara sekuler adalah perlakuan yang sama terhadap minoritas ataupun mayoritas dalam hal beragama dimana umat tersebut sama-sama tidak diakui hak dan kebutuhan beragamanya. Hal tersebut disebabkan karena agama tidak diakui dalam pemerintahan ataupun politik, sehingga negara tidak punya dasar dan alasan untuk membuat hukum ataupun undang-undang yang memiliki atribut/unsur keagamaan, padahal hukum tersebut dibuat dalam rangka memenuhi dan menjamin kebutuhan dan hak umat beragama.

Dan tepat, sekulerisme adalah sebuah idiologi kaum atheis dimana mereka memang tidak membutuhkan nilai/norma agama dalam kehidupannya. (Ingat bahwa hukum adalah bentuk kristalisasi/penguatan dari norma-norma yang sudah ada dimasyarakat, salah satunya norma agama)

Agama vs Sekuler Sebuah Propaganda yang Hoax

Sekulerisme (atau negara sekuler) dan negara agama adalah dua titik ekstrem yang saling bertolak belakang. Mungkin anda bisa mengatakan bahwa sekuler bukanlah anti agama, sehingga negara sekuler tidak bisa di tandingkan dengan negara agama, namun faktanya adalah sekulerisme lahir dari sebuah kegagalan (katanya) sistem negara agama, dan para pendukung sekulerisme selalu menggunakan sejarah tersebut untuk menolak sistem negara agama.

Mengapa saya katakan sebagai propaganda, karena sekulerisme merupakan upaya kampanye dengan penyesatan opini dan pemahaman publik agar sekulerisme dapat diterima dan diakui secara luas, disisi lain menggunakan sebuah kampanye sesat dan menakutkan mengenai potensi bencana dari sistem yang bernama negara agama. Dan mengapa saya katakan hoax, karena pada faktanya, didunia ini tidak ada negara sekuler maupun negara agama yang benar 100% (berada di titik ekstrem). Dengan kata lain, tidak ada contoh model negara sekuler ataupun negara agama.

Sekulerisme adalah sebuah ukuran. semakin sekuler suatu negara maka negara itu disebut sebagai negara sekuler, sebaliknya, semakin tidak sekuler suatu negara, maka disebut sebagai negara agama. Ukuran dari negara sekuler adalah sekulerisme, namun negara agama tidak mememiliki ukuran (istilah) yang menunjukan seberapa banyak pengaruh agama dalam negara. Mungkin karena itulah ada yang memahami bahwa negara sekuler bukan berarti anti negara agama. Dengan kata lain, hanya sebuah permasalahan bahasa semata.

Sekulerisme seolah-olah memberikan solusi dan jawaban atas keburukan sebuah idiologi negara agama, dengan bercermin ke sejarah kelam masa kepausan atau masa dark age, namun sebetulnya itu merupakan sebuah fake model (contoh model yang salah dari negara agama) yang sebetulnya tidak relevan dengan definisi sekulerisme itu sendiri.

Samahalnya dengan definisi sekulerisme yang kabur, definisi negara agama (atau mungkin juga disebut sebagai teokrasi) juga memiliki definisi yang tidak jelas.

Spoiler for definisi teokrasi:


Jika kita berbicara mengenai negara agama tentu akan berkaitan dengaan negara sekuler, karena faktanya adalah sekulerisme lahir sebagai bentuk perlawanan ataupun titik balik terhadap negara agama dimana pada masa itu gereja memiliki kedudukan dan kekuasaan yang dominan. Namun yang menjadi perhatian saya adalah definisi sekuler tidak menghapuskan sistem wakil tuhan pada negara agama. Melainkan menghapus sama sekali peran utama agama dalam pemerintahan .. padahal sistem wakil tuhan inilah yang menjadi akar permasalahan sehingga lahirnya sekulerisme.

Dengan bahasa sederhana inti permasalahan Sekulerisme adalah pada ketiadaan aturan/nilai agama dalam pemerintahan, sedangkan inti permasalahan sistem teokrasi adalah pada siapa yang berada pada posisi puncak

Saya memang kurang memahami sejarah lahirnya sekulerisme, yang bisa saya tangkap adalah gereja yang dianggap terlalu mencampuri urusan kenegaraan. Dimana gereja adalah pihak yang independen yang statusnya berada di luar dan diatas pemerintahan/penguasa. Dan diasumsikan sebagai perwakilan tuhan yang tidak dapat dipersalahkan. Dengan demikian menjadikan gereja sebagai badan yang superpower dan berada diatas hukum

Namun negara agama yang saya pahami adalah bahwa, bukan berarti menggunakan sistem “wakil tuhan” ataupun lembaga agama independen yang posisinya diatas hukum dan diluar pemerintahan. Negara agama adalah negara hukum, hanya saja hukum yang dipakai adalah adopsi dari hukum agama. Dan hukum itu bagian dari pemerintahan, bukan berada diluar ataupun diatasnya. Dan hukum tersebut memiliki sebuah sistem kroscek dan pengawasan layaknya sistem hukum Indonesia saat ini. Yaitu berupa MK ataupun komisi yudisial/fungsi yudikatif.

Karena itulah secara keseluruhan saya menyimpulkan negara agama adalah :

Bentuk pemerintahan di mana prinsip-prinsip Ketuhanan memegang peran utama, tanpa menggunakan sistem wakil tuhan.

Sebaliknya, lawan dari negara agama yaitu negara sekuler adalah :

Bentuk pemerintahan di mana prinsip-prinsip Ketuhanan tidak dapat dimasukan ke dalam pemerintahan

Sehingga dari dua definisi tersebut dapat diketemukan mengenai definisi yang saling berlawanan dari negara sekuler vs negara agama dengan menjadikan “prinsip-prinsip ketuhanan” sebagai ukuran nya. Dan bukan menggunakan siapa yang berkuasa (wakil tuhan) sebagai ukuran nya.



Mereka bertanya siapakah yang akan berkuasa jika negara agama diterapkan


Yang menjadi fokus adalah aturan/nilai-agama dalam pemerintahan, semakin banyak aturan/nilai agama masuk ke dalam pemerintahan, maka itulah negara agama, meskipun sekali lagi tidak ada negara agama yang 100%. Karena inti permasalahan ada pada aturan/nilai maka mengkaitkan negara agama dengan sistem wakil tuhan sama sekali tidak berdasar. Aturan adalah hukum, kekuasaan tertinggi di tangan hukum, yaitu “hukum tuhan”. Hukum itu dirumuskan dan ditetapkan sedari awal lalu ditaati dan dilaksanakan, dan hukum itu tertulis sehingga tidak bisa/sulit untuk diubah-ubah, berbeda dengan manusia yang selalu berubah-ubah dan bersifat subyektif. Dan penguasa hanya berperan sebagai pelaksana dari hukum yang sudah ditetapkan tersebut.

Dengan kata lain penguasa negara agama adalah samahalnya dengan penguasa di indonesia saat ini, seorang presiden. Seorang presiden tidak harus seorang ulama, pemimpin agama, ataupun pakar dalam agama. Adapun presiden itu tunduk pada aturan dan hukum yang berlaku yaitu hukum yang diadopsi dari hukum agama (hukum tuhan).



Mereka bertanya, apakah Indonesia akan merubah bentuk/sistem hukumnya?

Kali ini mereka bertanya, apakah implementasi negara agama mengubah idiologi pancasila ataupun mengubah sistem hukum pemerintahan indonesia secara radikal? Saya katakan tidak. Indonesia adalah negara hukum, dan negara agama adalah negara dengan hukum tuhan. Tidak ada yang perlu diganti, karena indonesia menempatkan tuhan sebagai hukum tertinggi (pancasila sila 1). Artinya cukup implementasikan saja sila satu itu, jika ada yang menolak, maka itu artinya melanggar pancasila, sekaligus melanggar HAM.

Mereka bingung, bagaimana memasukan hukum tuhan kedalam pemerintahan, yang diibaratkan seolah-olah menempatkan ikitab suci diatas hukum tertinggi indonesia. Jika berbicara mengenai kitab suci, tentu akan mengaitkan dengan ulama/tokoh agama sebagai satu2nya pihak yang mampu menterjemahkan isi kitab suci tersebut, dengan begitu seolah-olah negara bergantung pada “wakil tuhan”.

Saya katakan, betul, dengan implementasi negara agama, maka peran ulama/tokoh agama sebagai penterjemah kitab suci menjadi vital. Namun peran vital sang penterjemah itu dapat diibaratkan sebagai ahli/pakar hukum indonesia saat ini. Sebagai contoh, Seperti halnya kitab suci, Kuhap (kitab Hukum Pidana) juga membutuhkan pakar hukum yang mampu membaca dan menterjemahkan isinya agar bisa diimplementasikan dengan adil dan benar. Sebegitu vitalnya sebuah hukum indonesia hingga membutuhkan lembaga pengawas semacam Mahkamah konstitusi, dan juga fungsi pemerintahan yaitu fungsi Yudikatif.

Dan karena implementasi hukum tuhan difasilitasi dalam pancasila, maka sebetulnya tidak perlu melakukan perubahan berarti terhadap bentuk sistem hukum di indonesia. Cukup perbanyak SDM yang paham akan hukum islam sekaliber profesor Yusril Ihsa Mahendra


Lalu mereka bertanya hukum tuhan yang mana/siapa?

Melihat dari definisinya, Sistem negara agama tidak membahas dan tidak mengkhususkan aturan/nilai agama mana yang akan berkuasa sebagai hukum tuhan. dan definisi sekulerisme pun tidak mempermasalahkan aturan agama ttt saja, melainkan berlaku untuk semua tanpa memandang agama apapun. Saya katakan, agama manapun bisa dan berhak memasukan nilai/aturan agamanya ke dalam pemerintahan. karena itulah pertanyaan agama mana yang akan berkuasa itu tidak relevan, dan sebetulnya merupakan pemahaman yang salah dari sekulerisme/teokrasi itu sendiri

Namun yang menjadi perhatian, bahwa tidak semua nilai/aturan agama yang ada dimasukan kedalam pemerintah. Karena memasukan nilai/aturan tuhan ke dalam pemerintah dilakukan dalam rangka untuk menegaskan jaminan perlindungan hukum bagi kebutuhan dan hak umat beragama. Jika kebutuhan sudah terpenuhi, maka tidak perlu dibuat UU yang mengatur perkara spesifik.

Sebagai contoh, himbauan raja bali agar penyembelihan hewan kurban tidak memakai sapi, Jika ini adalah negara sekuler, maka kepercayaan atas penghormatan hewan sapi bagi umat hindu tidak berlaku dan tidak diakui oleh pemerintahan, akibatnya, umat hindu tidak berhak melarang umat islam untuk menyembelih sapi, dan andaikan terjadi konflik ataupun kekerasan antar umat beragama, maka umat hindu tidak menggunakan alasan sapi sebagai hewan suci sebagai dalil pembenaran aksi mereka. Dan justru umat hindu akan dikenai sanksi hukum akibat tindakan kekerasan tersebut.

Sebaliknya, jika ini adalah negara agama (bukan negara sekuler), jika umat islam tidak mau mematuhi himbauan tersebut, maka umat hindu dapat mengajukan permohonan penerbitan sebuah aturan/hukum yang melarang penyembelihan sapi, karena penghormatan terhadap sapi adalah sebuah bentuk kepercayaan yang dilindungi UU (Hak asasi manusia). Sebagai contoh lain adalah perayaan nyepi, dimana aturan untuk menyepi yang berlaku bagi semua masyarakat didaerah bali tanpa memandang agama dikukuhkan dalam UU sekelas perda.


Mereka bertanya, apakah Indonesia akan menjadi Indonistan (Negara satu agama)?

Mereka selalu menganalogikan negara agama dengan negara2 di timur tengah yang kacau dan selalu berkecamuk perang saudara, adapula yang membandingkan negara2 arab yang amat dominan dengan agama islam sehingga dianggap representasi /hanya mewakili agama islam saja. Ini adalah pemahaman yang salah, tidak akurat dan tidak mendasar.

Perang saudara bukanlah karena implementasi sistem negara agama, melainkan perkara masalah kerukunan dan kegagalan dalam menerima perbedaan. Karena pada faktanya, tidak ada aturan/hukum agama maupun hukum negara yang menyuruh mereka untuk berperang satu sama lainnya. Dan alasan mengapa negara2 arab seolah2 hanya mewakili satu agama saja, tentu karena faktor historis dimana negara2 tersebut berdiri atas dasar persamaan agama, sehingga mayoritas negara tersebut adalah bergama islam. Dengan begitu seolah-olah agama islam selalu mendominasi dan selalu berkuasa.

Meskipun begitu, tidak semua dan selamanya sebuah negara berhaluan agama, karena sesuai prinsip demokrasi (mayority rule) dengan perubahan pemikiran/budaya pada mayoritas masyarakatnya, maka negara agama bisa saja beralih ke arah yang lebih sekuler, sebagai contoh mesir dan turki.

Lalu bagaimana dengan indonesia? Secara historis, kisah kelahiran negara indonesia sama sekali tidak mirip negara timteng ataupun arab yang cenderung homogen dari segi masyarakatnya. Karena itulah membandingkan indonesia dengan negara arab sama sekali tidak relevan dan tidak mendasar. Indonesia bukan lah “arab”, Indonesia adalah negara heterogen yang sudah terbiasa dalam menerima perbedaan. dan indoneisa tidak akan menjadi “arab” ketika mengimplementasikan hukum tuhan kedalam pemerintahan.

Mungkin kita selalu berteriak Indonesia bukan negara agama, (meskipun bukan pula negara sekuler), namun faktanya para founding father sudah merumuskan “hukum tuhan” pada pancasila sila pertama yaitu, “ketuhanan Yang maha esa”. Meksipun anda bisa mendebatkan definisi ketuhanan yang maha esa, namun makna dan kedudukan dari sila tersebut adalah segala aturan/hukum yang dibuat harus sesuai dan tunduk pada prinsip ketuhanan YME ( dan ini sesuai dengan definisi hukum tuhan sebagai hukum negara).

Karena itulah, jika ada yang berteriak ingin mengganti idiologi pancasila dengan idiologi islam misalnya, sebetulnya himbauan itu adalah tidak akurat dan tidak perlu. Karena sejak awal negara ini sudah memfasilitasinya, kita tinggal mengimplementasikannya saja tanpa perlu merubah dan mengganti idiologi pancasila. Dan ini terjadi karena ketidak pahaman mereka terhadap pancasila
Diubah oleh my.own.life 26-11-2013 06:17
0
6.9K
49
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan