- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengapa kita sebaiknya tidak minum susu sapi?


TS
itezachan
Mengapa kita sebaiknya tidak minum susu sapi?

Quote:
Sumber :
Tulisan ini terdapat dalam buku “The Miracle of Enzyme” yang ditulis oleh Dr. Hiromi Shinya, MD. Beliau adalah seorang gastroenterologis dan ahli bedah terkemuka di dunia, yang memelopori pembedahan menggunakan kolonoskop. Dokter ini telah memeriksa lambung dan usus lebih dari 300.000 orang dan sekalian melakukan penelitian mengenai kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan minum pasien.
Tulisan ini terdapat dalam buku “The Miracle of Enzyme” yang ditulis oleh Dr. Hiromi Shinya, MD. Beliau adalah seorang gastroenterologis dan ahli bedah terkemuka di dunia, yang memelopori pembedahan menggunakan kolonoskop. Dokter ini telah memeriksa lambung dan usus lebih dari 300.000 orang dan sekalian melakukan penelitian mengenai kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan minum pasien.
Quote:
1. Susu Menyebabkan Peradangan
Quote:
Spoiler for 1. Susu Menyebabkan Peradangan:
Saya pertama kali mengetahui betapa buruknya afek susu bagi tubuh lebih dari 35 tahun yang lalu, ketika anak-anak saya sendiri menderita dermatitis atopic (radang kulit parah) pada usia enam atau tujuh bulan.
Sang ibu sudah menuruti segala instruksi yang diberikan oleh dokter anak, tetapi betapapun banyaknya perawatan yang mereka terima, radang kulit anak-anak sama sekali tidak membaik. Lalu pada usia sekitar 3-4 tahun, putra saya mengalami diare parah. Dan pada akhirnya dia bahkan mualai mengeluarkan darah bersama kotorannya. Setelah memeriksanya dengan endoskop, saya menemukan bahwa dia menunjukkan tanda-tanda awal colitis ulcerative (radang parah dengan tukak di dalam usus besar).
Oleh karena tahu bahwa kolitis ulserativa berhubungan erat dengan makan seseorang, saya pun mefokuskan pada jenis makanan yang biasa dimakan oleh anak-anak. Ternyata tepat pada saat anak-anak mulai menderita dermatitis atopic, istri saya telah berhenti menyusui dan mulai memberi mereka susu di bawah arahan dokter anak. Kami pun menyingkirkan semua susu dan produk susu dari makanan anak-anak sejak saat itu. Tentu saja, kotoran berdarah dan diare bahkan dermatitis atopic, semuanya hilang.
Setelah mengalami hal ini, saat menanyakan kepada pasien-pasien saya tentang sejarah kebiasaan makan mereka, saya mulai mengumpulkan daftar lengkap berapa banyak susu dan produk susu yang mereka konsumsi. Menurut data klinis saya, terdapat kemungkinan besar terbentuknya kecenderungan timbulnya alergi dari mengonsumsi susu dan produk-produk susu. Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai alergi baru-baru ini yang melaporkan bahwa jika wanita hamil minum susu, anak-anak mereka cenderung lebih mudah terjangkit dermatitis atopic. Selama 30 tahun terakhir di Jepang, jumlah pasien penderita dermatitis atopic dan alergi serbuk meningkat drastic. Jumlahnya pada saat ini mungkin hampir sebanyak satu dari setiap lima orang. Begitu banyak teori yang berusaha menjelaskan mengapa terjadi peningkatan yang begitu cepat dalam jumlah orang yang menderita alergi, tetapi saya percaya bahwa penyebab paling utama adalah diperkenalkannya susu dalam menu makan siang di sekolah pada awal era 1960-an.
Susu, yang mengandung banyak zat lemak teroksidasi, mengacaukan lingkungan dalam usus, meningkatkan jumlah bakteri jahat dan menghancurkan keseimbangan flora bakteri usus kita. Sebagai akibatnya, racun-racun seperti radikal bebas, hydrogen sulfide, dan ammonia diproduksi dalam usus. Penelitian mengenai proses apa saja yang dialami racun-racun ini dan penyakit-penyakit jenis apa saja yang dapat timbul masih berlangsung. Namun, beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa susu tidak hanya menyebabkan berbagai alergi, tetapi juga dihubungkan dengan diabetes pada anak-anak (Lihat www.sciencenews.org/pages/sn_arc99/6_26_99/fob2.htm).
Sang ibu sudah menuruti segala instruksi yang diberikan oleh dokter anak, tetapi betapapun banyaknya perawatan yang mereka terima, radang kulit anak-anak sama sekali tidak membaik. Lalu pada usia sekitar 3-4 tahun, putra saya mengalami diare parah. Dan pada akhirnya dia bahkan mualai mengeluarkan darah bersama kotorannya. Setelah memeriksanya dengan endoskop, saya menemukan bahwa dia menunjukkan tanda-tanda awal colitis ulcerative (radang parah dengan tukak di dalam usus besar).
Oleh karena tahu bahwa kolitis ulserativa berhubungan erat dengan makan seseorang, saya pun mefokuskan pada jenis makanan yang biasa dimakan oleh anak-anak. Ternyata tepat pada saat anak-anak mulai menderita dermatitis atopic, istri saya telah berhenti menyusui dan mulai memberi mereka susu di bawah arahan dokter anak. Kami pun menyingkirkan semua susu dan produk susu dari makanan anak-anak sejak saat itu. Tentu saja, kotoran berdarah dan diare bahkan dermatitis atopic, semuanya hilang.
Setelah mengalami hal ini, saat menanyakan kepada pasien-pasien saya tentang sejarah kebiasaan makan mereka, saya mulai mengumpulkan daftar lengkap berapa banyak susu dan produk susu yang mereka konsumsi. Menurut data klinis saya, terdapat kemungkinan besar terbentuknya kecenderungan timbulnya alergi dari mengonsumsi susu dan produk-produk susu. Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai alergi baru-baru ini yang melaporkan bahwa jika wanita hamil minum susu, anak-anak mereka cenderung lebih mudah terjangkit dermatitis atopic. Selama 30 tahun terakhir di Jepang, jumlah pasien penderita dermatitis atopic dan alergi serbuk meningkat drastic. Jumlahnya pada saat ini mungkin hampir sebanyak satu dari setiap lima orang. Begitu banyak teori yang berusaha menjelaskan mengapa terjadi peningkatan yang begitu cepat dalam jumlah orang yang menderita alergi, tetapi saya percaya bahwa penyebab paling utama adalah diperkenalkannya susu dalam menu makan siang di sekolah pada awal era 1960-an.
Susu, yang mengandung banyak zat lemak teroksidasi, mengacaukan lingkungan dalam usus, meningkatkan jumlah bakteri jahat dan menghancurkan keseimbangan flora bakteri usus kita. Sebagai akibatnya, racun-racun seperti radikal bebas, hydrogen sulfide, dan ammonia diproduksi dalam usus. Penelitian mengenai proses apa saja yang dialami racun-racun ini dan penyakit-penyakit jenis apa saja yang dapat timbul masih berlangsung. Namun, beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa susu tidak hanya menyebabkan berbagai alergi, tetapi juga dihubungkan dengan diabetes pada anak-anak (Lihat www.sciencenews.org/pages/sn_arc99/6_26_99/fob2.htm).
Quote:
2. Minum Susu Terlalu Banyak Menyebabkan Osteoporosis
Quote:
Spoiler for 2. Minum Susu Terlalu Banyak Menyebabkan Osteoporosis:
Satu miskonsepsi umum yang terbesar mengenai susu adalah bahwa susu membantu mencegah osteoporosis. Oleh Karena jumlah kalsium dalam tubuh kita berkurang seiring dengan usia, kita diberi tahu untuk minum susu yang banyak untuk mencegah osteoporosis. Namun ini adalah sebuah kesalahan besar. Minum susu terlalu banyak sebenarnya menyebabkan osteoporosis. Pada umumnya, dipercaya bahwa kalsium dalam susu lebih mudah diserap daripada kalsium dalam makanan-makanan lain seperti ikan kecil, tetapi hal ini tidak sepenuhnya benar.
Kadar kalsium dalam darah manusia biasanya terpatok pada 9-10 mg. namun saat minum susu, konsentrasi kalsium dalam darah tiba-tiba meningkat. Walaupun sepintas hal ini mungkin terlihat seperti banyak kalsium telah terserap, peningkatan jumlah kalsium dalam darah ini memiliki sisi buruk. Ketika konsentrasi kalsium dalam darah tiba-tiba meningkat, tubuh berusaha untuk mengembalikan keadaan abnormal inimenjadi normal kembali dengan membuang kalsium dari ginjal melalui urine. Dengan kata lain, jika anda mencoba untuk minum susu dengan harapan mendapatkan kalsium, hasilnya sungguh ironis, yaitu menurunnya jumlah kalsium dalam tubuh anda secara keseluruhan. Dari empat Negara susu terbesar – Amerika, Swedia, Denmark, dan Finlandia – di Negara yang banyak sekali mengonsumsi susu setiap harinya, ditemukan banyak kasus retak tulang panggul dan osteoporosis.
Sebaliknya, ikan-ikan kecil dan rumput laut, yang selama berabad-abad dimakan oleh bangsa Jepang dan pada awalnya dianggap rendah kalsium, mengandung kalsium yang tidak terlalu cepat diserap, sehingga tidak meningkatkan konsentrasi kalsium dalam darah secara tiba-tiba. Terlebih lagi, hamper tidak ada kasus osteoporosis di Jepang selama masa rakyat Jepang tidak minum susu. Bahkan sekarang, anda tidak mendengar banyak orang menderita osteoporosis dari mereka yang tidak minum susu setiap harinya. Tubuh dapat menyerap kalsium dan mineral yang diperluakan melalui pencernaan udang kecil, ikan, dan rumput laut.
Kadar kalsium dalam darah manusia biasanya terpatok pada 9-10 mg. namun saat minum susu, konsentrasi kalsium dalam darah tiba-tiba meningkat. Walaupun sepintas hal ini mungkin terlihat seperti banyak kalsium telah terserap, peningkatan jumlah kalsium dalam darah ini memiliki sisi buruk. Ketika konsentrasi kalsium dalam darah tiba-tiba meningkat, tubuh berusaha untuk mengembalikan keadaan abnormal inimenjadi normal kembali dengan membuang kalsium dari ginjal melalui urine. Dengan kata lain, jika anda mencoba untuk minum susu dengan harapan mendapatkan kalsium, hasilnya sungguh ironis, yaitu menurunnya jumlah kalsium dalam tubuh anda secara keseluruhan. Dari empat Negara susu terbesar – Amerika, Swedia, Denmark, dan Finlandia – di Negara yang banyak sekali mengonsumsi susu setiap harinya, ditemukan banyak kasus retak tulang panggul dan osteoporosis.
Sebaliknya, ikan-ikan kecil dan rumput laut, yang selama berabad-abad dimakan oleh bangsa Jepang dan pada awalnya dianggap rendah kalsium, mengandung kalsium yang tidak terlalu cepat diserap, sehingga tidak meningkatkan konsentrasi kalsium dalam darah secara tiba-tiba. Terlebih lagi, hamper tidak ada kasus osteoporosis di Jepang selama masa rakyat Jepang tidak minum susu. Bahkan sekarang, anda tidak mendengar banyak orang menderita osteoporosis dari mereka yang tidak minum susu setiap harinya. Tubuh dapat menyerap kalsium dan mineral yang diperluakan melalui pencernaan udang kecil, ikan, dan rumput laut.
Quote:
3. Susu yang Dijual di Toko Adalah Lemak Teroksidasi
Quote:
Spoiler for 3. Susu yang Dijual di Toko Adalah Lemak Teroksidasi:
Jenis makanan yang paling mudah teroksidasi, setelah minyak, adalah susu kemasan yang biasa dibeli di toko. Sebelum diproses, susu mengandung banyak unsur yang baik. Contohnya, susu mengandung banyak jenis enzim, misalnya enzim yang menguraikan laktosa (lactase), enzim yang menguraikan lemak (lipase), dan enzim yang menguraikan protein (protease). Susu dalam wujud alami juga mengandung laktoferin, yang dikenal memiliki efek antioksidan, anti-peradangan, antivirus, dan pengatur imunitas tubuh. Namun, susu yang dijual di toko-toko telah kehilangan seluruh sifat baik ini melalui pengolahannya.
Proses pengolahan susu adalah sebagai berikut. Pertama-tama, mesin pengisap dihubungkan dengan puting susu sapi untuk memerah susu, yang kemudian disimpan sementara dalam sebuah tangki. Susu segar yang dikumpulkan dari setiap peternakan kemudian dipindahkan ke tangki yang lebih besar lagi, tempak susu itu kemudian diaduk dan dihomogenisasi. Yang sebenarnya terhomogenisasi adalah butiran-butiran lemak yang ditemukan dalam susu segar.
Susu segar terdiri dari sekitar 4% lemak, tetapi sebagian besar lemak tersebut terdiri dari partikel-partikel lemak yang berbentuk butiran kecil. Semakin besar partikel lemak, semakin mudah mereka terapung. Jika susu segar dibiarkan, lemak akan menjadi sebuah lapisan krim di permukaan. Ketika sekali atau dua kali meminum susu botol pada saat masih kecil, saya ingat melihat sebuah lapisan krim lemak berwarna putih di bawah tutup botolnya. Saat itu, susu tidak dihomogenisasi, jadi partikel-partikel lemaknya mengapung ke permukaan pada saat proses transportasi.
Kini, sebuah mesin yang disebut mesin homogenisasi digunakan, dan secara mekanis partikel-partikel lemak pun dipecah menjadi lebih kecil. Hasil akhirnya adalah susu homogeny. Namun, pada saat homogenisasi berlangsung, lemak susu yang terdapat dalam susu segar berikatan dengan oksigen sehingga mengubahnya menjadi lemak terhidrogenisasi/ lemak teroksidasi. Lemak terhidrogenisasi berarti lemak yang telah terlalu banyak teroksidasi, atau dapat dikatakan telah berkarat. Seperti halnya semua lemak terhidrogenisasi, lemak dalam susu homogen buruk bagi tubuh.
Namun proses pengolahan susu belum selesai sampai disitu. Sebelum dipasarkan, susu homogeny harus dipasteurisasi dengan panas untuk menekan berkembangbiaknya berbagai kuman dan bakteri.
Metode yang paling banyak digunakan adalah proses pasteurisasi suhu tinggi waktu singkat dan suhu sangat tinggi waktu singkat. Enzim sangat sensitive terhadap panas dan mulai terurai pada suhu 48*C; pada suhu 115*, enzim sudah hancur seluruhnya. Oleh karena itu, terlepas dari lama waktu yang digunakan dalam pemrosesan, pada saat suhu mencapai 130*C enzim telah seluruhnya rusak.
Terlebih lagi, jumlah lemak yang teroksidasi meningkat lebih banyak lagi pada suhu sangat tinggi dan suhu tinggi mengubah kualitas protein yang terdapat dalam susu. Sama halnya seperti kuning telur yang lama direbus mudah pecah, perubahan yang serupa pun terjadi pada protein susu. Laktoferin, yang sensitive terhadap panas juga rusak.
Oleh karena telah dihomogenisasi dan dipasteurisasi, susu yang dijual di supermarket-supermarket seluruh dunia tidak baik bagi anda.
Proses pengolahan susu adalah sebagai berikut. Pertama-tama, mesin pengisap dihubungkan dengan puting susu sapi untuk memerah susu, yang kemudian disimpan sementara dalam sebuah tangki. Susu segar yang dikumpulkan dari setiap peternakan kemudian dipindahkan ke tangki yang lebih besar lagi, tempak susu itu kemudian diaduk dan dihomogenisasi. Yang sebenarnya terhomogenisasi adalah butiran-butiran lemak yang ditemukan dalam susu segar.
Susu segar terdiri dari sekitar 4% lemak, tetapi sebagian besar lemak tersebut terdiri dari partikel-partikel lemak yang berbentuk butiran kecil. Semakin besar partikel lemak, semakin mudah mereka terapung. Jika susu segar dibiarkan, lemak akan menjadi sebuah lapisan krim di permukaan. Ketika sekali atau dua kali meminum susu botol pada saat masih kecil, saya ingat melihat sebuah lapisan krim lemak berwarna putih di bawah tutup botolnya. Saat itu, susu tidak dihomogenisasi, jadi partikel-partikel lemaknya mengapung ke permukaan pada saat proses transportasi.
Kini, sebuah mesin yang disebut mesin homogenisasi digunakan, dan secara mekanis partikel-partikel lemak pun dipecah menjadi lebih kecil. Hasil akhirnya adalah susu homogeny. Namun, pada saat homogenisasi berlangsung, lemak susu yang terdapat dalam susu segar berikatan dengan oksigen sehingga mengubahnya menjadi lemak terhidrogenisasi/ lemak teroksidasi. Lemak terhidrogenisasi berarti lemak yang telah terlalu banyak teroksidasi, atau dapat dikatakan telah berkarat. Seperti halnya semua lemak terhidrogenisasi, lemak dalam susu homogen buruk bagi tubuh.
Namun proses pengolahan susu belum selesai sampai disitu. Sebelum dipasarkan, susu homogeny harus dipasteurisasi dengan panas untuk menekan berkembangbiaknya berbagai kuman dan bakteri.
Metode yang paling banyak digunakan adalah proses pasteurisasi suhu tinggi waktu singkat dan suhu sangat tinggi waktu singkat. Enzim sangat sensitive terhadap panas dan mulai terurai pada suhu 48*C; pada suhu 115*, enzim sudah hancur seluruhnya. Oleh karena itu, terlepas dari lama waktu yang digunakan dalam pemrosesan, pada saat suhu mencapai 130*C enzim telah seluruhnya rusak.
Terlebih lagi, jumlah lemak yang teroksidasi meningkat lebih banyak lagi pada suhu sangat tinggi dan suhu tinggi mengubah kualitas protein yang terdapat dalam susu. Sama halnya seperti kuning telur yang lama direbus mudah pecah, perubahan yang serupa pun terjadi pada protein susu. Laktoferin, yang sensitive terhadap panas juga rusak.
Oleh karena telah dihomogenisasi dan dipasteurisasi, susu yang dijual di supermarket-supermarket seluruh dunia tidak baik bagi anda.
Spoiler for 4 Cara Dasar Pasteurisasi Susu:
- Pasteurisasi suhu rendah berkelanjutan (LTLT= low temperature long time/suhu rendah waktu lama). Pasteurisasi dengan memanaskan hingga 62,2*-65* C selama 30 menit.
- Pasteurisasi suhu tinggi berkelanjutan (HTLT= high temperature long time/suhu tinggi waktu lama). Pasteurisasi dengan memanaskan hingga > 75*C selama 15 menit.
- Metode suhu tinggi waktu singkat (HTST= high temperature short time). Pasteurisasi pada suhu >72*C selama lebih dari 15 detik. Cara ini adalah metode pasteurisasi yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.
- Pasteurisasi suhu tinggi waktu singkat (UHT= ultra high temperature). Pasteurisasi dengan memanaskan pada suhu 120*-130*C selama 2 detik (atau hingga 150*C selama 1 detik).
Quote:
4. Susu Sapi pada Dasarnya Memang untuk Anak Sapi
Quote:
Spoiler for 4. Susu Sapi pada Dasarnya Memang untuk Anak Sapi:
Nutrisi yang terdapat dalam susu cocok untuk anak sapi yang tengah berkembang. Yang penting bagi pertumbuhan anak sapi belum tentu berguna bagi manusia. Terlebih lagi, dalam dunia alami, hewan yang minum susu hanyalah bayi yang baru lahir. Tidak ada mamalia yang minum susu setelah dewasa (kecuali Homo sapiens). Inilah cara kerja alam. Hanya manusia yang dengan sengaja mengambil susu dari spesies lain, mengoksidasi, dan meminumnya. Ini bertentangan dengan hokum alam.
Di Jepang dan Amerika Serikat, anak-anak didorong untuk minum susu saat makan siang di sekolah karena susu yang kaya nutrisi dianggap baik untuk anak-anak yang tengah tumbuh. Namun, siapa pun yang menganggap bahwa susu sapi dan air susu ibu manusia adalah sama, tentunya sangat salah.
Jika Anda mendata berbagai nutrisi yang ditemukan baik dalam susu sapi maupun ASI, keduanya memang sangat serupa. Nutrisi seperti protein, lemak, laktosa, zat besi, kalsium, fosfor, natrium, kalium, dan vitamin, ditemukan dalam keduanya. Namun, kualitas dan jumlah nutrisi ini sangat berbeda.
Komponen protein utama yang ditemukan dalam susu sapi disebut KASEIN. Fakta dari protein ini adalah sangat sulit dicerna dalam system pencernaan manusia. Sebagai tambahan, susu sapi juga mengandung bahan antioksidan LAKTOFERIN, yang memperkuat fungsi system kekebalan tubuh. Namun, laktoferin yang terdapat dalam ASI adalah 0,15% sedangkan yang terdapat dalam susu sapi hanya 0,1%.
Tampaknya, bayi-bayi yang baru lahir dari spesies berbeda membutuhkan jumlah dan rasio nutrisi yang berbeda pula. Bagaimana dengan orang dewasa???
Laktoferin dalam susu sapi akan terurai dalam asam lambung, maka bahkan jika maminum susu segar yang belum diproses menggunakan suhu tinggi, laktoferin di dalamnya akan terurai dalam lambung. Begitu pula halnya dengan laktoferin yang terdapat dalam ASI. Seorang bayi manusia yang baru lahir dapat menyerap laktoferin dari ASI dengan baik karena lambungnya masih belum berkembang sempurna, dank arena sekresi asam lambungnya hanya sedikit, laktoferin pun tidak terurai. Dengan kata lain, ASI manusia pun tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi oleh orang dewasa.
Susu sapi, walaupun sebagai susu segar yang masih mentah, bukanlah makanan yang cocok bagi manusia. Kita mengubah susu segar, yang pada dasarnya memang tidak baik untuk kita, menjadi makanan buruk dengan cara homogenisasi dan pasteurisasi pada suhu tinggi. Kemudian kita memaksa anak-anak kita untuk meminumnya.
Masalah lain adalah orang-orang dari kebanyakan kelompok etsnis tidak memiliki cukup banyak ENZIM LAKTASE untuk menguraikan laktosa. Kebanyakan orang memiliki cukup banyak enzim ini pada saat masih bayi, tetapi kemudian berkurang seiring dengan usia. Pada saat orang-orang ini minum susu, mereka mengalami gejala seperti perut bergemuruh atau diare, yang merupakan hasil ketidakmampuan tubuh mereka mencerna laktosa. Orang-orang yang benar-benar tidak memiliki lactase atau jumlah enzimnya sangat rendah disebut tidak tahan laktosa. Hanya sedikit orang yang benar-benar tidak tahan laktosa, tetapi sekitar 90% bangsa Asia; 75% bangsa Hispanik, Indian Amerika, dan kulit hitam Amerika; 60% orang dari berbagai kebudayaan Mediterania; dan 15% masyarakat keturunan Eropa Utara tidak memiliki cukup banyak enzim ini.
LAKTOSA adalah zat gula yang hanya terdapat dalam susu mamalia. Susu hanya untuk diminum oleh bayi baru lahir. Walaupun banyak orang dewasa kekurangan lactase, pada saat baru dilahirkan, semua bayi yang sehat memiliki cukup banyak enzim tersebut untuk kebutuhan mereka. Terlebih lagi kadar laktosa dalam ASI sekitar 7%, sementara dalam susu sapi hanya 4,5%.
Oleh karena manusia pada saat bayi mampu minum ASI yang kaya akan laktosa tetapi berakhir dengan menghilangnya enzim tersebutsetelah dewasa, saya yakin inilah cara alam untuk mengatakan bahwa susu bukan untuk diminum oleh orang dewasa.
Jika memang sangat menyukai rasa susu, saya sangat menyarankan anda membatasi seringnya mengonsumsi susu, berusaha untuk minum susu yang tidak dihomogenisasi, dan dipasteurisasi pada suhu rendah. Anak-anak dan orang dewasa yang tidak menyukai rasa susu tidak boleh dipaksa untuk meminumnya.
Singkatnya, minum susu tidak bermanfaat baik bagi tubuh.
Di Jepang dan Amerika Serikat, anak-anak didorong untuk minum susu saat makan siang di sekolah karena susu yang kaya nutrisi dianggap baik untuk anak-anak yang tengah tumbuh. Namun, siapa pun yang menganggap bahwa susu sapi dan air susu ibu manusia adalah sama, tentunya sangat salah.
Jika Anda mendata berbagai nutrisi yang ditemukan baik dalam susu sapi maupun ASI, keduanya memang sangat serupa. Nutrisi seperti protein, lemak, laktosa, zat besi, kalsium, fosfor, natrium, kalium, dan vitamin, ditemukan dalam keduanya. Namun, kualitas dan jumlah nutrisi ini sangat berbeda.
Komponen protein utama yang ditemukan dalam susu sapi disebut KASEIN. Fakta dari protein ini adalah sangat sulit dicerna dalam system pencernaan manusia. Sebagai tambahan, susu sapi juga mengandung bahan antioksidan LAKTOFERIN, yang memperkuat fungsi system kekebalan tubuh. Namun, laktoferin yang terdapat dalam ASI adalah 0,15% sedangkan yang terdapat dalam susu sapi hanya 0,1%.
Tampaknya, bayi-bayi yang baru lahir dari spesies berbeda membutuhkan jumlah dan rasio nutrisi yang berbeda pula. Bagaimana dengan orang dewasa???
Laktoferin dalam susu sapi akan terurai dalam asam lambung, maka bahkan jika maminum susu segar yang belum diproses menggunakan suhu tinggi, laktoferin di dalamnya akan terurai dalam lambung. Begitu pula halnya dengan laktoferin yang terdapat dalam ASI. Seorang bayi manusia yang baru lahir dapat menyerap laktoferin dari ASI dengan baik karena lambungnya masih belum berkembang sempurna, dank arena sekresi asam lambungnya hanya sedikit, laktoferin pun tidak terurai. Dengan kata lain, ASI manusia pun tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi oleh orang dewasa.
Susu sapi, walaupun sebagai susu segar yang masih mentah, bukanlah makanan yang cocok bagi manusia. Kita mengubah susu segar, yang pada dasarnya memang tidak baik untuk kita, menjadi makanan buruk dengan cara homogenisasi dan pasteurisasi pada suhu tinggi. Kemudian kita memaksa anak-anak kita untuk meminumnya.
Masalah lain adalah orang-orang dari kebanyakan kelompok etsnis tidak memiliki cukup banyak ENZIM LAKTASE untuk menguraikan laktosa. Kebanyakan orang memiliki cukup banyak enzim ini pada saat masih bayi, tetapi kemudian berkurang seiring dengan usia. Pada saat orang-orang ini minum susu, mereka mengalami gejala seperti perut bergemuruh atau diare, yang merupakan hasil ketidakmampuan tubuh mereka mencerna laktosa. Orang-orang yang benar-benar tidak memiliki lactase atau jumlah enzimnya sangat rendah disebut tidak tahan laktosa. Hanya sedikit orang yang benar-benar tidak tahan laktosa, tetapi sekitar 90% bangsa Asia; 75% bangsa Hispanik, Indian Amerika, dan kulit hitam Amerika; 60% orang dari berbagai kebudayaan Mediterania; dan 15% masyarakat keturunan Eropa Utara tidak memiliki cukup banyak enzim ini.
LAKTOSA adalah zat gula yang hanya terdapat dalam susu mamalia. Susu hanya untuk diminum oleh bayi baru lahir. Walaupun banyak orang dewasa kekurangan lactase, pada saat baru dilahirkan, semua bayi yang sehat memiliki cukup banyak enzim tersebut untuk kebutuhan mereka. Terlebih lagi kadar laktosa dalam ASI sekitar 7%, sementara dalam susu sapi hanya 4,5%.
Oleh karena manusia pada saat bayi mampu minum ASI yang kaya akan laktosa tetapi berakhir dengan menghilangnya enzim tersebutsetelah dewasa, saya yakin inilah cara alam untuk mengatakan bahwa susu bukan untuk diminum oleh orang dewasa.
Jika memang sangat menyukai rasa susu, saya sangat menyarankan anda membatasi seringnya mengonsumsi susu, berusaha untuk minum susu yang tidak dihomogenisasi, dan dipasteurisasi pada suhu rendah. Anak-anak dan orang dewasa yang tidak menyukai rasa susu tidak boleh dipaksa untuk meminumnya.
Singkatnya, minum susu tidak bermanfaat baik bagi tubuh.
SEMOGA BERMANFAAT
GAK NOLAK KALO DIKASI
ato 
TAPI JANGAN DITIMPUK


TAPI JANGAN DITIMPUK

Diubah oleh itezachan 17-07-2013 04:43


nona212 memberi reputasi
1
6.4K
Kutip
47
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan