- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Polri 'Minta Paksa' Dokumen KPK, Skandal BLBI Incarannya


TS
mr.josh.tampan
Polri 'Minta Paksa' Dokumen KPK, Skandal BLBI Incarannya
Quote:

Di tengah sengkarut penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Polri sekaligus tersangka kasus gratifikasi dan suap di Komisi Pemberantasan Korupsi, beberapa pihak secara serentak melaporkan balik pimpinan KPK dalam sejumlah perkara pidana. Bahkan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan mengarahkan kesaksian palsu dalam sidang sengketa pemilihan bupati Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi 2010.
Penangkapan Bambang hanya berselang dua pekan setelah KPK menetapkan Budi sebagai tersangka, 13 Januari 2015. Setelah Bambang, berturut-turut pimpinan KPK lainnya dilaporkan ke Bareskrim. Ketua KPK, Abraham Samad, dilaporkan dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen; Wakil Ketua KPK Zulkarnain diadukan terkait dugaan korupsi dana bantuan sosial di Jawa Timur; dan Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, dilaporkan lantaran dituduh merampas saham perusahaan sawit.
Bareskrim bergerak cepat menuntaskan berkas penyidikan Abraham, Bambang, dan Adnan. Selasa, 3 Februari 2015, Mabes Polri mengutus Direktur Reserse Umum Kepolisian Daerah Yogyakarta, Komisaris Besar Karyoto untuk menyerahkan surat permintaan tiga berkas itu. Karyoto membenarkan datang ke kantor KPK, pada Selasa itu. "Kebetulan saya sedang di Jakarta dan diminta mengantar surat itu," ujar Karyoto seperti ditulis Majalah Tempo edisi 6-11 Februari 2015.
Surat permintaan data yang dibawa Karyoto, menurut sejumlah narasumber, berisi peringatan: jika Komisi tak memberikannya hingga Kamis pekan lalu, kantor lembaga itu akan digeledah. Bukan kebetulan jika pada saat yang hampir sama, penyidik Markas Besar Polri meminta surat penetapan penyitaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Prosedurnya begitu jika data tak diberikan. Sebagai upaya paksa, tak bisa ujuk-ujuk kami datang menggeledah," kata Karyoto.
Salah satu dari tiga dokumen yang hendak diminta itu adalah perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang masih dalam tahap penyelidikan di KPK. Para penyelidik berfokus pada penjualan aset grup milik Sjamsul Nursalim itu oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Grup ini ditengarai masih berutang Rp 3,8 triliun lantaran asetnya tak cukup melunasi tunggakannya, tapi pemerintahan Megawati Soekarnoputri malah menerbitkan surat keterangan lunas pada Maret 2004.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menunjukkan dana BLBI sebesar Rp144,5 triliun yang diberikan kepada 48 bank umum nasional sebanyak Rp138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp54,5 triliun, sebanyak Rp53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
Bantuan Likuiditas merupakan skema pinjaman yang dikucurkan Bank Indonesia bagi bank-bank bermasalah dengan likuiditas keuangan saat krisis moneter menerjang Indonesia pada 1997 dan 1998. Skema pengucuran ini dilakukan berdasarkan perjanjian antara Indonesia dengan Dana Moneter Internasional dalam mengatasi krisis. Pada Desember 1998, BI menyalurkan Bantuan Likuiditas sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Pada 23 April 2013, KPK memulai penyelidikan tindak pidana korupsi terkait penerbitan SKL. KPK Menegaskan, kasus yang diselidiki bukan kebijakan pengucuran BLBI, melainkan pemberian SKL. Juru bicara KPK saat itu, Johan Budi S.P., sebelumnya mengatakan KPK menduga terjadi korupsi dalam penerbitan SKL. Namun Johan, yang kini menjabat Deputi Direktur Bidang Pencegahan KPK, enggan menyebutkan institusi mana yang diduga terlibat dalam penerbitan SKL.
Beberapa pejabat era Megawati--kini Ketua Umum PDI Perjuangan--telah dimintai keterangan terkait dengan penerbitan SKL itu. Mereka dimintai keterangan oleh para penyidik KPK sepanjang April 2013 hingga akhir Desember 204. Para mantan pejabat yang dimintai keterangan adalah mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti, serta mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi.
Di samping mereka, KPK pun sudah memeriksa mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno (kini ia menjabat Menteri BUMN di era Presiden Joko Widodo), mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian (2000-2001) Rizal Ramli, Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subianto, serta Menko Perekonomian 1999-2000 dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan nasional 2001-2004 Kwik Kian Gie.
Megawati sempat akan diperiksa KPK seusai Lebaran tahun lalu. Ketika itu Ketua KPK, Abraham Samad, mengatakan kepastian pemanggilan Megawati setelah KPK memulai gelar perkara atau ekspos. Termasuk, mengenai perlu atau tidaknya melakukan pemanggilan terhadap mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri. "Jadi habis lebaran kita putuskan ya, kita ekspos siapa-siapa saja yang dimintai keterangannya," kata Abraham di Gedung KPK, Jakarta, 11 Juli 2014.
Jokowi, yang saat itu masih kandidat Presiden, enggan berkomentar soal rencana pemeriksaan Megawati. "Saya tidak mau komentar yang membuat suasa panas," ujar Jokowi, Kamis, 17 Juli 2014. Jokowi mengatakan dirinya baru akan berkomentar setelah 22 Juli 2014, setelah KPU menetapkan dan mengumumkan rekapitulasi suara nasional. Sebab, ia tidak ingin suasana politik menjadi panas. "Kita bicara yang dingin-dingin saja kita bicara yang empuk-empuk saja."
Sejumlah pejabat yang pernah diperiksa oleh KPK adalah para politikus atau terafiliasi dengan PDI Perjuangan. Laksamana Sukardi pernah menjadi anggota MPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan pada 1992-1997. Pada 2005, Laksamana keluar bersama sejumlah tokoh kunci dari PDI Perjuangan, dan mereka membentuk PDI Pembaharuan. Kwik pernah menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan di PDI Perjuangan. Adapun Rini Suwandi adalah teman dekat Megawati.
Hingga Lebaran usai, pemanggilan Megawati tak kunjung terjadi. Saat dikonfirmasi, Rabu, 27 Agustus 2014, Abraham mengatakan tidak ada kendala psikologis untuk memanggil Megawati. Ketika itu Jokowi baru sebulan menjabat presiden. Jokowi adalah kader PDI Perjuangan. "Jadi begini, posisi KPK itu menyamakan semua orang di depan hukum. Kami tidak peduli apakah itu Megawati, atau presiden, tidak ada urusan bagi KPK," kata Abraham.
SUMBER
MAU GAK MAU .. KPK HARUS MINTA BANTUAN TNI UNTUK MENJAGA GEDUNG KPK NIH ....
BAHAYA KALO DOKUMEN BLBI DIAMBIL POLISI ....
#SAVEKPK



0
2.7K
Kutip
22
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan