- Beranda
- Komunitas
- Hobby
- Supranatural
Malam 1 Suro: Antara Momentum Hijrah dan Mitos Mistik Orang Jawa


TS
anargyafauzan
Malam 1 Suro: Antara Momentum Hijrah dan Mitos Mistik Orang Jawa
Assalamualaikum Wr. Wb agan2 dan agan2wati, salam-salim, ane newbie mau share soal mitos yang ada di jawa.. Tentang mitos bulan suro.. 
Cek No Repost :

Langsung aje gan...
Malam 1 Suro: Antara Momentum Hijrah dan Mitos Mistik Orang Jawa

Tanggal 1 Muharram atau 1 Suro dalam tanggalan jawa diambil dari peristiwa hijrahnya kaum muslimin dari Kota Makkah ke Madinah. Sejak itulah agama Islam mengalami perkembangan amat pesat. Dalam kurun waktu yang relatif singkat yaitu kurang lebih 8 tahun Islam mulai bergema ke seluruh penjuru dunia, berkembang meluas ke seluruh pelosok permukaan bumi.
Momentum peristiwa hijrah dijadikan titik awal perkembangan Islam dan pembentukan masyarakat madani yang dibangun oleh Rasulullah SAW. Dan karena itu tidak mengherankan jika Khalifah Umar bin Khotob menjadikan peristiwa hijrah sebagai awal perhitungan tahun baru Islam, yang kemudian dikenal dengan Tahun Baru Hijriah.
Disisi lain bulan Suro, terutama pada malam tanggal 1 Suro di beberapa wilayah Indonesia memiliki aura tersendiri, malam 1 Suro dianggap malam yang bernuansa mistis.
Oleh karena itu sebagian masyarakat yang mempercayai kemistisan tersebut melakukan berbagai ritual seperti memandikan benda pusaka seperti keris dan lain-lain, dilarang keras melaksanakan pesta apalagi pernikahan, melaksanakan tirakat dengan begadang semalam suntuk, melakukan kirab malam 1 Suro, kirab Tumuruning Mahesa Suro, ritual Batara Kathong Ponorogo, ritual Telaga Ngebel Ponorogo, dan ritual lainnya.
Sebagian orang memahami bulan Suro sebagai bulan penuh kesialan, itulah yang menyebabkan pada bulan tersebut dilarang melakukan pesta khususnya pernikahan.
Hal ini adalah keyakinan yang tidak memiliki dasar karena bulan Suro atau bulan Muharram justru memiliki makna sebaliknya. Bulan Muharram memiliki arti kegembiraan, dimana hal tersebut diartikan bahwa pada dasarnya bulan Muharram atau Suro adalah sebuah bulan yang mendatangkan kegembiraan bagi seluruh umat Islam.
Dalam persepsi Islam semua hari adalah baik dan tidak ada waktu atau tanggal yang bisa membawa kesialan pada manusia. Jika muncul mitos menyesatkan tentang bulan Suro, hal ini tidak lepas dari latar belakang sejarah jaman kerajaan tempo dulu. Pada bulan Suro sebagian keraton di Pulau Jawa mengadakan ritual membersihkan pusaka keraton.
Ritual membersihkan pusaka keraton pada jaman dahulu menjadi sebuah tradisi yang menyenangkan bagi masrakyat yang masih haus akan hiburan. Sehingga dengan kekuatan kharisma keraton dibuatlah stigma tentang angkernya bulan Suro.
Sehingga jika di bulan Suro rakyat mengadakan hajatan khususnya pesta pernikahan, bisa mengakibatkan sepinya ritual yang diadakan keraton. Dampaknya akan mengurangi legitimasi dan kewibawaan keraton, yang pada saat itu merupakan sumber segala hukum.
Mitos tentang keangkeran bulan Suro ini demikian kuat dihembuskan, agar rakyat percaya dan tidak mengadakan kegiatan yang bisa menganggu acara keraton. Sayangnya mitos tersebut sampai saat ini masih demikian kuat dipegang oleh sebagian orang. Sehingga ada sekelompok orang yang pada bulan Suro tidak berani mengadakan sebuah aktivitas karena dianggap bisa membawa sial.
Biasanya tanggal 1 Suro adalah saat bulan purnama, dan bulan purnama penuh dengan nuansa misteri, mungkin ini juga merupakan hal yang dijadikan dasar kenapa malam 1 Suro memiliki kekuatan mistis.
Keyakinan seperti seperti itu merupakan keyakinan tanpa dasar dan hanya dilandasi pada kata orang tua dulu dan perintah leluhur tanpa bisa menunjukkan dalil secara agama maupun logika.
Bagi umat Islam seharusnya bulan Suro itu sama saja dengan hari-hari lainnya, tidak ada pantangan untuk melaksanakan perayaan apakah itu khitanan atau pernikahan.
Kita hendaknya meyakini kuasa Allah yang telah menjadikan semua hari, tanggal, bulan dan tahun adalah baik. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita berbuat dan bertindak, apakah sudah sesuai dengan ajaran agama, selama kita melakukan hal kebaikan maka Insya Allah kapanpun hal itu dilakukan maka akan memberi manfaat yang baik pula.
Misteri Bulan Suro dan ritual-ritual yang ada di Bulan Suro
Bulan Sura adalah bulan baru yang digunakan dalam tradisi penanggalan Jawa.Di samping itu bagi masyarakat Jawa adalah realitas pengalaman gaib bahwa dalam jagad makhluk halus pun mengikuti sistem penanggalan sedemikian rupa.Sehingga bulan Sura juga merupakan bulan baru yang berlaku di jagad gaib. Alam gaib yang dimaksudkan adalah;jagad makhluk halus; jin,setan(dalam konotasi Jawa; hantu), siluman, benatang gaib, sertajagad leluhur; alam arwah, dan bidadari. Antara jagadfanamanusia (Jawa), jagad leluhur, dan jagad mahluk halus berbeda-beda dimensinya.Tetapi dalamberinteraksiantara jagad leluhur dan jagad mahluk halus di satu sisi, dengan jagad manusiadi sisi lain, selalu menggunakan penghitungan waktu penanggalan Jawa. Misalnya; malam Jum’at Kliwon (Jawa;Jemuah) dilihat sebagai malam suci paling agung yang biasa digunakan para leluhur “turun ke bumi” untuknjangkungdannjampangai(membimbing) bagi anak turunnya yang menghargai dan menjaga hubungan dengan para leluhurnya. Demikian pula, dalam bulan Sura juga merupakan bulan palingsakralbagi jagad makhluk halus. Mereka bahkan mendapat “dispensasi” untuk melakukan seleksi alam. Bagi siapapun yang hidupnya tidakelingdanwaspada, dapat terkena dampaknya.
Dalam siklus hitungan waktu tertentu yang merupakan rahasia besar Tuhan, terdapat suatu bulan Sura yang bernamaSura Duraka.Disebut sebagai bulanSura Durakakarena merupakan bulan di mana terjaditundan dhemit.Tundan dhemitmaksudnya adalah suatu waktu di mana terjadi akumulasi paradedemityang mencari “korban” para manusia yang tidakelingdanwaspadha. Karena pada bulan-bulan Sura biasa para dedhemit yang keluar tidak sebanyak pada saat bulanSura Duraka.Sehingga pada bulan Sura Duraka biasanya ditandai banyak sekali musibah dan bencana melanda jagad manusia. Bulan Sura Duraka ini pernah terjadi sepanjang bulan Januari s/d Februari 2007.Musibah banyak terjadi di seantero negeri ini
. 1) Di awali tenggelamnya KM Senopati di laut Banda yang terkenal sebagai palung laut terdalam di wilayah perairan Indonesia. Kecelakaan ini memakan korban ratusan jiwa.
2) Kecelakaan Pesawat Adam Air hilang tertelan di palung laut dekat teluk Mandar, posisi di 40 mil barat laut Majene.
3) Kereta api mengalami anjlok dan terguling sampai 3 kali kasus selama sebulan.
4) Tabrakan bus di pantura, bus menyeruduk rumah penduduk.
5) Kecelakaan pesawat garuda di Yogyakarta.
6) Beberapa maskapai penerbangan mengalami gagal take off, gagal landing, mesin error dsb.
7) Jakarta dilanda banjir terbesar sepanjang masa.
8) Kapal terbakar di Sulawesi dan maluku. 9) Kapal laut di selat Karimun terbakar lalu tenggelam memakan ratusan korban berikut wartawan TV peliput berita.
10) Banjir besar di Jawa Tengah, Angin puting beliung sepanjang Pulau Jawa-Sumatra. Dan masihbanyak lagi kecelakaan pribadi yang waktu itu Kapolri sempat menyatakan sebagai bulan kecelakaan terbanyak meliputi darat, laut dan udara.
Atas beberapa uraian pandangan masyarakat Jawa tersebut kemudian muncul kearifan yang kemudian mengkristal menjadi tradisi masyarakat Jawa selama bulan Sura.Sedikitnya ada 5 macam ritual yang dilakukan menjelang dan selama bulan Sura seperti berikut ini;
1.Siraman malam 1 Sura; mandi besar dengan menggunakan air serta dicampur kembang setaman. Sebagai bentuk “sembah raga” (sariat) dengan tujuan mensucikan badan, sebagai acara seremonial pertanda dimulainya tirakat sepanjang bulan Sura; lantara lain lebih ketat dalam menjaga dan mensucikan hati, fikiran, serta menjaga panca indera dari hal-hal negatif. Pada saat dilakukan siraman diharuskan sambil berdoa memohon keselamatan kepada Tuhan YME agar senantiasa menjaga kita dari segala bencana, musibah, kecelakaan. Doanya dalam satu fokus yakni memohon keselamatan diri dan keluarga, serta kerabat handai taulan. Doa tersirat dalam setiap langkah ritual mandi. Misalnya, mengguyur badan dari ujung kepala hingga sekujur badan sebanyak 7 kali siraman gayung (7 dalam bahasa Jawa;pitu, merupakan doa agar Tuhan memberikanpitulunganatau pertolongan). Atau 11 kali (11 dalam bahasa Jawa;sewelas, merupakan doa agar Tuhan memberikankawelasan; belaskasih). Atau 17 kali (17 dalam bahasa Jawa;pitulas; agar supaya Tuhan memberikanpitulungandankawelasan). Mandi lebih bagus dilakukan tidak di bawah atap rumah; langsung “beratap langit”; maksudnya adalah kita secara langsung menyatukan jiwa raga ke dalam gelombang harmonisasi alam semesta.
2.Tapa Mbisu(membisu); tirakat sepanjang bulan Sura berupa sikap selalu mengontrol ucapan mulut agar mengucapkan hal-hal yang baik saja. Sebab dalam bulan Sura yang penuh tirakat, doa-doa lebih mudah terwujud. Bahkan ucapan atau umpatan jelek yang keluar dari mulut dapat “numusi” atau terwujud. Sehingga ucapan buruk dapat benar-benar mencelakai diri sendiri maupunorang lain.
3.Lebih MenggiatkanZiarah; pada bulan Sura masyarakat Jawa lebih menggiatkan ziarah ke makam para leluhurnya masing-masing, atau makam para leluhur yang yang dahulu telah berjasa untuk kita, bagi masyarakat, bangsa, sehingga negeri nusantara ini ada. Selain mendoakan, ziarah sebagai tindakan konkrit generasi penerus untuk menghormati para leluhurnya (menjadipepunden). Cara menghormati dan menghargai jasa para leluhur kita selain mendoakan, tentunya dengan merawat makam beliau. Sebabmakammerupakanmonumen sejarahyang dapat dijadikan media mengenang jasa-jasa para leluhur; mengenang dan mencontoh amal kebaikan beliau semasa hidupnya. Di samping itu kita akan selalu ingat akansangkan paraning dumadi. Asal-usul kita ada di dunia ini adalah dari turunan beliau-beliau. Dan suatu saat nanti kita semua pasti akan berpulang ke haribaan Tuhan Yang maha Kuasa. Mengapa harus datang ke makam, tentunya atas kesadaran bahwa semua warisan para leluhur baik berupa ilmu, kebahagiannya, tanah kemerdekaan, maupun hartanya masih bisa dinikmati hingga sekarang, dan dinikmati oleh semua anak turunnya hingga kini. Apakah sebagai keturunannya kita masih tega hanya dengan mendoakan saja dari rumah ? Jika direnungkan secara mendalam menggunakan hati nurani, sikap demikian tidak lebih dari sekedar menuruti egoisme pribadi (hawa nafsu negatif) saja. Anak turun yang mau enaknya sendiri enggan datang susah-payah ke makam para leluhurnya, apalagi terpencil nun jauh harus pergi ke pelosok desa mendoakan dan merawat seonggok makam yang sudah tertimbun semak belukar.Betapa teganya hati kita,bahkan dengan mudahnya mencari-cari alasan pembenar untuk kemalasannya sendiri, bisa saja menggunakan alasan supaya menjauhi kemusyrikan.Padahal kita semua tahu, kemusyrikan bukan lah berhubungan dengan perbuatan, tetapi berkaitan erat dengan hati. Jangan-jangan sudah menjadi prinsip bawah sadar sebagian masyarakat kita,bahwa lebih enak menjadi orang bodoh,ketimbang menjadi orang winasis dan prayitna tetapi konsekuensinya tidak ringan.
4.Menyiapkan sesaji bunga setamandalam wadah berisi air bening. Diletakkan di dalam rumah. Selain sebagai sikap menghargai para leluhur yangnjangkungdannjampangianak turun, ritual ini penuh dengan makna yang dilambangkan dalam uborampe. Bunga mawar merah, mawar putih, melati, kantil, kenanga. Masing-masing bunga memiliki makna doa-doa agung kepada Tuhan YME yang tersirat di dalamnya (silahkandibaca dalam forum tanya jawab). Bunga-bungaan juga ditaburkan ke pusara para leluhur, agar supayaterdapat perbedaanantara makam seseorang yang kita hargai dan hormati, dengankuburan seekor kucingyang berupa gundukan tanah tak berarti dan tidak pernah ditaburi bunga, serta-merta dilupakan begitu saja oleh pemiliknya berikut anak turunnya si kucing.
5.Jamasan pusaka; tradisi ini dilakukan dalam rangka merawat ataumemetriwarisan dan kenang-kenangan dari para leluhurnya. Pusaka memiliki segudang makna di balik wujud fisik bendanya. Pusaka merupakan buah hasil karya cipta dalam bidang seni dan ketrampilan para leluhur kita di masa silam. Karya seni yang memiliki falsafah hidup yang begitu tinggi. Selain itu pusaka menjadi situs dan monumen sejarah, dan memudahkan kita simpati dan berimpati oleh kemajuan teknologi dan kearifan lokal para perintis bangsa terdahulu. Dari sikap menghargai lalu tumbuh menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi generasi penerus bangsa agar berbuat lebih baik dan maju di banding prestasi yang telah diraih para leluhur kita di masa lalu. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para leluhurnya, para pahlawannya, dan para perintisnya. Karena mereka semua menjadi sumber inspirasi, motivasi dan tolok ukur atas apa yang telah kita perbuat dan kita gapai sekarang ini. Dengan demikian generasi penerus bangsa tidak akan mudah tercerabut (disembeded) dari “akarnya”. Tumbuh berkembang menjadi bangsa yang kokoh, tidak menjadi kacung dan bulan-bulanan budaya, tradisi, ekonomi, dan politik bangsa asing. Kita sadari atau tidak, tampaknya telah lahirmegatrendterbaru abad ini, sekaligus paling berbahaya, yakni merebaknya bentukthe newest imperialismmelalui cara-cara politisasi agama.
6.Larung sesaji; larung sesaji merupakan ritual sedekah alam. Uborampe ritual disajikan (dilarung) ke laut, gunung, atau ke tempat-tempat tertentu. Tradisi budaya ini yang paling riskan dianggap musrik. Betapa tidak, jikalau kita hanya melihat apa yang tampak oleh mata saja tanpa ada pemahaman makna esensial dari ritual larung sesaji. Baiklah, berikut saya tulis tentang konsep pemahaman atau prinsip hati maupun pola fikir mengenai tradisi ini.Pertama; dalam melaksanakan ritual hati kita tetap teguh pada keyakinan bahwa Tuhan adalah Maha Tunggal, dan tetap mengimani bahwa Tuhan Maha Kuasa menjadi satu-satunya penentu kodrat.Kedua; adalah nilai filosofi, bahwa ritual larung sesaji merupakan simbol kesadaran makrokosmos yang bersifat horisontal, yakni penghargaan manusia terhadap alam. Disadari bahwa alam semesta merupakan sumber penghidupan manusia, sehingga untuk melangsungkan kehidupan generasi penerus atau anak turun kita, sudah seharusnya kita menjaga dan melestarikan alam. Kelestarian alam merupakan warisan paling berharga untuk generasi penerus.Ketiga; selain kedua hal di atas, larung sesaji merupakan bentuk interaksi harmonis antara manusia dengan seluruh unsur alam semesta. Disadari pula bahwa manusia hidup di dunia berada di tengah-tengah lingkungan bersifat kasat mata atau jagad fisik, maupun gaib atau jagad metafisik. Kedua dimensi jagad tersebut saling bertetanggaan, dan keadaannya pun sangat kompleks.
Manusia dan seluruh makhluk ciptaan Tuhan seyogyanya menjaga keharmonisan dalam bertetangga, sama-sama menjalani kehidupan sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sebaliknya, bilamana dalam hubungan bertetangga (dengan alam) tidak harmonis, akan mengakibatkan situasi dan kondisi yang destruktif dan merugikan semua pihak. Maka seyogyanya jalinan keharmonisan sampai kapanpun tetap harus dijaga.
Maap kalo berantakn saolnye ane nge-thread pake BB gan..
Sumber : Sumber1
Sumber2
[SPOILER=UPDATE]
Update gan

Cek No Repost :

Langsung aje gan...
Malam 1 Suro: Antara Momentum Hijrah dan Mitos Mistik Orang Jawa

Tanggal 1 Muharram atau 1 Suro dalam tanggalan jawa diambil dari peristiwa hijrahnya kaum muslimin dari Kota Makkah ke Madinah. Sejak itulah agama Islam mengalami perkembangan amat pesat. Dalam kurun waktu yang relatif singkat yaitu kurang lebih 8 tahun Islam mulai bergema ke seluruh penjuru dunia, berkembang meluas ke seluruh pelosok permukaan bumi.
Momentum peristiwa hijrah dijadikan titik awal perkembangan Islam dan pembentukan masyarakat madani yang dibangun oleh Rasulullah SAW. Dan karena itu tidak mengherankan jika Khalifah Umar bin Khotob menjadikan peristiwa hijrah sebagai awal perhitungan tahun baru Islam, yang kemudian dikenal dengan Tahun Baru Hijriah.
Disisi lain bulan Suro, terutama pada malam tanggal 1 Suro di beberapa wilayah Indonesia memiliki aura tersendiri, malam 1 Suro dianggap malam yang bernuansa mistis.
Oleh karena itu sebagian masyarakat yang mempercayai kemistisan tersebut melakukan berbagai ritual seperti memandikan benda pusaka seperti keris dan lain-lain, dilarang keras melaksanakan pesta apalagi pernikahan, melaksanakan tirakat dengan begadang semalam suntuk, melakukan kirab malam 1 Suro, kirab Tumuruning Mahesa Suro, ritual Batara Kathong Ponorogo, ritual Telaga Ngebel Ponorogo, dan ritual lainnya.
Sebagian orang memahami bulan Suro sebagai bulan penuh kesialan, itulah yang menyebabkan pada bulan tersebut dilarang melakukan pesta khususnya pernikahan.
Hal ini adalah keyakinan yang tidak memiliki dasar karena bulan Suro atau bulan Muharram justru memiliki makna sebaliknya. Bulan Muharram memiliki arti kegembiraan, dimana hal tersebut diartikan bahwa pada dasarnya bulan Muharram atau Suro adalah sebuah bulan yang mendatangkan kegembiraan bagi seluruh umat Islam.
Dalam persepsi Islam semua hari adalah baik dan tidak ada waktu atau tanggal yang bisa membawa kesialan pada manusia. Jika muncul mitos menyesatkan tentang bulan Suro, hal ini tidak lepas dari latar belakang sejarah jaman kerajaan tempo dulu. Pada bulan Suro sebagian keraton di Pulau Jawa mengadakan ritual membersihkan pusaka keraton.
Ritual membersihkan pusaka keraton pada jaman dahulu menjadi sebuah tradisi yang menyenangkan bagi masrakyat yang masih haus akan hiburan. Sehingga dengan kekuatan kharisma keraton dibuatlah stigma tentang angkernya bulan Suro.
Sehingga jika di bulan Suro rakyat mengadakan hajatan khususnya pesta pernikahan, bisa mengakibatkan sepinya ritual yang diadakan keraton. Dampaknya akan mengurangi legitimasi dan kewibawaan keraton, yang pada saat itu merupakan sumber segala hukum.
Mitos tentang keangkeran bulan Suro ini demikian kuat dihembuskan, agar rakyat percaya dan tidak mengadakan kegiatan yang bisa menganggu acara keraton. Sayangnya mitos tersebut sampai saat ini masih demikian kuat dipegang oleh sebagian orang. Sehingga ada sekelompok orang yang pada bulan Suro tidak berani mengadakan sebuah aktivitas karena dianggap bisa membawa sial.
Biasanya tanggal 1 Suro adalah saat bulan purnama, dan bulan purnama penuh dengan nuansa misteri, mungkin ini juga merupakan hal yang dijadikan dasar kenapa malam 1 Suro memiliki kekuatan mistis.
Keyakinan seperti seperti itu merupakan keyakinan tanpa dasar dan hanya dilandasi pada kata orang tua dulu dan perintah leluhur tanpa bisa menunjukkan dalil secara agama maupun logika.
Bagi umat Islam seharusnya bulan Suro itu sama saja dengan hari-hari lainnya, tidak ada pantangan untuk melaksanakan perayaan apakah itu khitanan atau pernikahan.
Kita hendaknya meyakini kuasa Allah yang telah menjadikan semua hari, tanggal, bulan dan tahun adalah baik. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita berbuat dan bertindak, apakah sudah sesuai dengan ajaran agama, selama kita melakukan hal kebaikan maka Insya Allah kapanpun hal itu dilakukan maka akan memberi manfaat yang baik pula.
Misteri Bulan Suro dan ritual-ritual yang ada di Bulan Suro
Bulan Sura adalah bulan baru yang digunakan dalam tradisi penanggalan Jawa.Di samping itu bagi masyarakat Jawa adalah realitas pengalaman gaib bahwa dalam jagad makhluk halus pun mengikuti sistem penanggalan sedemikian rupa.Sehingga bulan Sura juga merupakan bulan baru yang berlaku di jagad gaib. Alam gaib yang dimaksudkan adalah;jagad makhluk halus; jin,setan(dalam konotasi Jawa; hantu), siluman, benatang gaib, sertajagad leluhur; alam arwah, dan bidadari. Antara jagadfanamanusia (Jawa), jagad leluhur, dan jagad mahluk halus berbeda-beda dimensinya.Tetapi dalamberinteraksiantara jagad leluhur dan jagad mahluk halus di satu sisi, dengan jagad manusiadi sisi lain, selalu menggunakan penghitungan waktu penanggalan Jawa. Misalnya; malam Jum’at Kliwon (Jawa;Jemuah) dilihat sebagai malam suci paling agung yang biasa digunakan para leluhur “turun ke bumi” untuknjangkungdannjampangai(membimbing) bagi anak turunnya yang menghargai dan menjaga hubungan dengan para leluhurnya. Demikian pula, dalam bulan Sura juga merupakan bulan palingsakralbagi jagad makhluk halus. Mereka bahkan mendapat “dispensasi” untuk melakukan seleksi alam. Bagi siapapun yang hidupnya tidakelingdanwaspada, dapat terkena dampaknya.
Dalam siklus hitungan waktu tertentu yang merupakan rahasia besar Tuhan, terdapat suatu bulan Sura yang bernamaSura Duraka.Disebut sebagai bulanSura Durakakarena merupakan bulan di mana terjaditundan dhemit.Tundan dhemitmaksudnya adalah suatu waktu di mana terjadi akumulasi paradedemityang mencari “korban” para manusia yang tidakelingdanwaspadha. Karena pada bulan-bulan Sura biasa para dedhemit yang keluar tidak sebanyak pada saat bulanSura Duraka.Sehingga pada bulan Sura Duraka biasanya ditandai banyak sekali musibah dan bencana melanda jagad manusia. Bulan Sura Duraka ini pernah terjadi sepanjang bulan Januari s/d Februari 2007.Musibah banyak terjadi di seantero negeri ini
. 1) Di awali tenggelamnya KM Senopati di laut Banda yang terkenal sebagai palung laut terdalam di wilayah perairan Indonesia. Kecelakaan ini memakan korban ratusan jiwa.
2) Kecelakaan Pesawat Adam Air hilang tertelan di palung laut dekat teluk Mandar, posisi di 40 mil barat laut Majene.
3) Kereta api mengalami anjlok dan terguling sampai 3 kali kasus selama sebulan.
4) Tabrakan bus di pantura, bus menyeruduk rumah penduduk.
5) Kecelakaan pesawat garuda di Yogyakarta.
6) Beberapa maskapai penerbangan mengalami gagal take off, gagal landing, mesin error dsb.
7) Jakarta dilanda banjir terbesar sepanjang masa.
8) Kapal terbakar di Sulawesi dan maluku. 9) Kapal laut di selat Karimun terbakar lalu tenggelam memakan ratusan korban berikut wartawan TV peliput berita.
10) Banjir besar di Jawa Tengah, Angin puting beliung sepanjang Pulau Jawa-Sumatra. Dan masihbanyak lagi kecelakaan pribadi yang waktu itu Kapolri sempat menyatakan sebagai bulan kecelakaan terbanyak meliputi darat, laut dan udara.
Atas beberapa uraian pandangan masyarakat Jawa tersebut kemudian muncul kearifan yang kemudian mengkristal menjadi tradisi masyarakat Jawa selama bulan Sura.Sedikitnya ada 5 macam ritual yang dilakukan menjelang dan selama bulan Sura seperti berikut ini;
1.Siraman malam 1 Sura; mandi besar dengan menggunakan air serta dicampur kembang setaman. Sebagai bentuk “sembah raga” (sariat) dengan tujuan mensucikan badan, sebagai acara seremonial pertanda dimulainya tirakat sepanjang bulan Sura; lantara lain lebih ketat dalam menjaga dan mensucikan hati, fikiran, serta menjaga panca indera dari hal-hal negatif. Pada saat dilakukan siraman diharuskan sambil berdoa memohon keselamatan kepada Tuhan YME agar senantiasa menjaga kita dari segala bencana, musibah, kecelakaan. Doanya dalam satu fokus yakni memohon keselamatan diri dan keluarga, serta kerabat handai taulan. Doa tersirat dalam setiap langkah ritual mandi. Misalnya, mengguyur badan dari ujung kepala hingga sekujur badan sebanyak 7 kali siraman gayung (7 dalam bahasa Jawa;pitu, merupakan doa agar Tuhan memberikanpitulunganatau pertolongan). Atau 11 kali (11 dalam bahasa Jawa;sewelas, merupakan doa agar Tuhan memberikankawelasan; belaskasih). Atau 17 kali (17 dalam bahasa Jawa;pitulas; agar supaya Tuhan memberikanpitulungandankawelasan). Mandi lebih bagus dilakukan tidak di bawah atap rumah; langsung “beratap langit”; maksudnya adalah kita secara langsung menyatukan jiwa raga ke dalam gelombang harmonisasi alam semesta.
2.Tapa Mbisu(membisu); tirakat sepanjang bulan Sura berupa sikap selalu mengontrol ucapan mulut agar mengucapkan hal-hal yang baik saja. Sebab dalam bulan Sura yang penuh tirakat, doa-doa lebih mudah terwujud. Bahkan ucapan atau umpatan jelek yang keluar dari mulut dapat “numusi” atau terwujud. Sehingga ucapan buruk dapat benar-benar mencelakai diri sendiri maupunorang lain.
3.Lebih MenggiatkanZiarah; pada bulan Sura masyarakat Jawa lebih menggiatkan ziarah ke makam para leluhurnya masing-masing, atau makam para leluhur yang yang dahulu telah berjasa untuk kita, bagi masyarakat, bangsa, sehingga negeri nusantara ini ada. Selain mendoakan, ziarah sebagai tindakan konkrit generasi penerus untuk menghormati para leluhurnya (menjadipepunden). Cara menghormati dan menghargai jasa para leluhur kita selain mendoakan, tentunya dengan merawat makam beliau. Sebabmakammerupakanmonumen sejarahyang dapat dijadikan media mengenang jasa-jasa para leluhur; mengenang dan mencontoh amal kebaikan beliau semasa hidupnya. Di samping itu kita akan selalu ingat akansangkan paraning dumadi. Asal-usul kita ada di dunia ini adalah dari turunan beliau-beliau. Dan suatu saat nanti kita semua pasti akan berpulang ke haribaan Tuhan Yang maha Kuasa. Mengapa harus datang ke makam, tentunya atas kesadaran bahwa semua warisan para leluhur baik berupa ilmu, kebahagiannya, tanah kemerdekaan, maupun hartanya masih bisa dinikmati hingga sekarang, dan dinikmati oleh semua anak turunnya hingga kini. Apakah sebagai keturunannya kita masih tega hanya dengan mendoakan saja dari rumah ? Jika direnungkan secara mendalam menggunakan hati nurani, sikap demikian tidak lebih dari sekedar menuruti egoisme pribadi (hawa nafsu negatif) saja. Anak turun yang mau enaknya sendiri enggan datang susah-payah ke makam para leluhurnya, apalagi terpencil nun jauh harus pergi ke pelosok desa mendoakan dan merawat seonggok makam yang sudah tertimbun semak belukar.Betapa teganya hati kita,bahkan dengan mudahnya mencari-cari alasan pembenar untuk kemalasannya sendiri, bisa saja menggunakan alasan supaya menjauhi kemusyrikan.Padahal kita semua tahu, kemusyrikan bukan lah berhubungan dengan perbuatan, tetapi berkaitan erat dengan hati. Jangan-jangan sudah menjadi prinsip bawah sadar sebagian masyarakat kita,bahwa lebih enak menjadi orang bodoh,ketimbang menjadi orang winasis dan prayitna tetapi konsekuensinya tidak ringan.
4.Menyiapkan sesaji bunga setamandalam wadah berisi air bening. Diletakkan di dalam rumah. Selain sebagai sikap menghargai para leluhur yangnjangkungdannjampangianak turun, ritual ini penuh dengan makna yang dilambangkan dalam uborampe. Bunga mawar merah, mawar putih, melati, kantil, kenanga. Masing-masing bunga memiliki makna doa-doa agung kepada Tuhan YME yang tersirat di dalamnya (silahkandibaca dalam forum tanya jawab). Bunga-bungaan juga ditaburkan ke pusara para leluhur, agar supayaterdapat perbedaanantara makam seseorang yang kita hargai dan hormati, dengankuburan seekor kucingyang berupa gundukan tanah tak berarti dan tidak pernah ditaburi bunga, serta-merta dilupakan begitu saja oleh pemiliknya berikut anak turunnya si kucing.
5.Jamasan pusaka; tradisi ini dilakukan dalam rangka merawat ataumemetriwarisan dan kenang-kenangan dari para leluhurnya. Pusaka memiliki segudang makna di balik wujud fisik bendanya. Pusaka merupakan buah hasil karya cipta dalam bidang seni dan ketrampilan para leluhur kita di masa silam. Karya seni yang memiliki falsafah hidup yang begitu tinggi. Selain itu pusaka menjadi situs dan monumen sejarah, dan memudahkan kita simpati dan berimpati oleh kemajuan teknologi dan kearifan lokal para perintis bangsa terdahulu. Dari sikap menghargai lalu tumbuh menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi generasi penerus bangsa agar berbuat lebih baik dan maju di banding prestasi yang telah diraih para leluhur kita di masa lalu. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para leluhurnya, para pahlawannya, dan para perintisnya. Karena mereka semua menjadi sumber inspirasi, motivasi dan tolok ukur atas apa yang telah kita perbuat dan kita gapai sekarang ini. Dengan demikian generasi penerus bangsa tidak akan mudah tercerabut (disembeded) dari “akarnya”. Tumbuh berkembang menjadi bangsa yang kokoh, tidak menjadi kacung dan bulan-bulanan budaya, tradisi, ekonomi, dan politik bangsa asing. Kita sadari atau tidak, tampaknya telah lahirmegatrendterbaru abad ini, sekaligus paling berbahaya, yakni merebaknya bentukthe newest imperialismmelalui cara-cara politisasi agama.
6.Larung sesaji; larung sesaji merupakan ritual sedekah alam. Uborampe ritual disajikan (dilarung) ke laut, gunung, atau ke tempat-tempat tertentu. Tradisi budaya ini yang paling riskan dianggap musrik. Betapa tidak, jikalau kita hanya melihat apa yang tampak oleh mata saja tanpa ada pemahaman makna esensial dari ritual larung sesaji. Baiklah, berikut saya tulis tentang konsep pemahaman atau prinsip hati maupun pola fikir mengenai tradisi ini.Pertama; dalam melaksanakan ritual hati kita tetap teguh pada keyakinan bahwa Tuhan adalah Maha Tunggal, dan tetap mengimani bahwa Tuhan Maha Kuasa menjadi satu-satunya penentu kodrat.Kedua; adalah nilai filosofi, bahwa ritual larung sesaji merupakan simbol kesadaran makrokosmos yang bersifat horisontal, yakni penghargaan manusia terhadap alam. Disadari bahwa alam semesta merupakan sumber penghidupan manusia, sehingga untuk melangsungkan kehidupan generasi penerus atau anak turun kita, sudah seharusnya kita menjaga dan melestarikan alam. Kelestarian alam merupakan warisan paling berharga untuk generasi penerus.Ketiga; selain kedua hal di atas, larung sesaji merupakan bentuk interaksi harmonis antara manusia dengan seluruh unsur alam semesta. Disadari pula bahwa manusia hidup di dunia berada di tengah-tengah lingkungan bersifat kasat mata atau jagad fisik, maupun gaib atau jagad metafisik. Kedua dimensi jagad tersebut saling bertetanggaan, dan keadaannya pun sangat kompleks.
Manusia dan seluruh makhluk ciptaan Tuhan seyogyanya menjaga keharmonisan dalam bertetangga, sama-sama menjalani kehidupan sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sebaliknya, bilamana dalam hubungan bertetangga (dengan alam) tidak harmonis, akan mengakibatkan situasi dan kondisi yang destruktif dan merugikan semua pihak. Maka seyogyanya jalinan keharmonisan sampai kapanpun tetap harus dijaga.
Maap kalo berantakn saolnye ane nge-thread pake BB gan..

Sumber : Sumber1
Sumber2
[SPOILER=UPDATE]
Update gan
Diubah oleh anargyafauzan 14-05-2015 07:17
0
12.6K
39


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan