- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kiki, Bocah Penjual Cobek di Kawasan Elite Pondok Indah yang Tak Kenal Lelah


TS
sadjar
Kiki, Bocah Penjual Cobek di Kawasan Elite Pondok Indah yang Tak Kenal Lelah
Kiki, Bocah Penjual Cobek
di Kawasan Elite Pondok Indah yang Tak Kenal Lelah
di Kawasan Elite Pondok Indah yang Tak Kenal Lelah
Quote:

Kiki, bocah penjual cobek menerima belas kasihan dari pengguna jalan di seputar Pondok Indah.
Quote:
Di pinggiran jalan, kawasan elite Pondok Indah, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Sabtu (9/5/2015) siang, Kiki duduk di trotoar dengan tangan terlipat di lutut. Kepalanya tertelungkup dan ia tertidur saking lelahnya. Di sampingnya teronggok tumpukan cobek yang dijualnya.
Tubuh kurus kecil Kiki terlalu lelah setelah menggotong cobek seberat sekitar sebelas kilogram sejauh dua kilometer dari tempat tinggalnya di Lebak Bulus. Kiki mengaku sudah tidak memiliki orang tua. Selama hampir dua tahun terakhir, dia tinggal di daerah Lebak Bulus bersama saudara-saudaranya.
Bocah berusia 11 tahun itu harus memikul cobek (alat ulekan dari batu-red) yang kira-kira bermuatan 10 kilogram. Setiap hari dia berjalan setidaknya 1 kilometer untuk menjajakan cobek yang terbuat dari batu kepada masyarakat yang melintasi Jalan Sekolah Duta V, Pondok Indah.
Wajah letih tidak bisa ditutupi oleh olehnya. Saat duduk di trotoar, dia pun tertidur. Tiba-tiba, datanglah sebuah Honda Jazz berwarna putih dengan nomor polisi B 154 TU. Seorang ibu-ibu yang mengenakan baju berwarna merah jambu memberikan makanan dan uang sebesar Rp 10.000 kepada anak itu.
Rasa kasihan karena melihat bocah yang seharusnya bersekolah itu duduk dipinggiran jalan sambil berjualan sangat terpancar dari wanita yang tidak ingin disebutkan namanya itu. "Itu makanannya jangan lupa dimakan yah nak," kata perempuan itu.
Dia tidak membeli cobek yang dijajakan anak itu. "Ibu nggak beli cobeknya yah nak. Maaf, ibu kasih uang saja," katanya.
Anak itu pun terlihat masih lemas karena tadi sempat tertidur dengan keadaan duduk di trotoar. Dia hanya bisa mengangguk-angukan kepala sambil bermain sendal jepit berwarna kuning miliknya.
Pakaiannya tampak lusuh dan kotor. Saat itu, dia sedang menunggu kakak sepupunya yang sedang berkeliling menjual cobek.
"Saya disini tinggal sama kakak, anaknya Uwa (Paman-red) dari Bandung. Soalnya, kedua orang tua saya sudah meninggal,"kata bocah yang sudah putus sekolah selama dua tahun itu. Terakhir dia belajar di Kelas V Sekolah Dasar di Bandung.
Dia tidak ingin melanjutkan lagi sekolahnya karena sibuk mencari nafkah untuk bertahan hidup. Setiap hari dia berjualan sejak pukul 10.00 sampai pukul 20.00. Tak kenal lelah dia menyusuri jalan yang berjarak sekitar 1-2 kilometer.
"Yah setiap hari jalan kaki sambil gendong cobek yang terbuat dari batu. Lumayan berat ini cobeknya," tuturnya.
Satu buah cobek kecil dijual dengan harga Rp 45.000. Sedangkan untuk cobek yang berukuran besar sebesar Rp 75.000.
Setiap harinya, cobek itu jarang laku. Namun, banyak orang yang kasihan dan memberikan sedikit uang kepadanya.
"Jarang ada yang beli cobek," tuturnya sambil beranjak pergi. Siang itu, Kiki mendapatkan pelanggan seorang warga dari kawasan Bona Indah, Lebak Bulus. Herman (35) mengatakan bahwa alat ulekan cabai dari batu sangat sulit dicari di toko. Oleh sebab itu, dia membeli cobek kecil milik Kiki.
"Saya warga luar, cobek ini buat ulek-ulek cabai," kata pria yang menggunakan mobil Grand Livina warna hitam itu. Dia tidak mau berkomentar lebih banyak terkait nasib Kiki yang bertahan hidup dengan berjualan cobek. Namun, rasa kasihan memang muncul dari dalam lubuk hatinya saat melihat anak kecil berjualan. "Kasihan anak kecil kalau sampai berjualan. Orang tuanya kemana yah?"tuturnya.
Tubuh kurus kecil Kiki terlalu lelah setelah menggotong cobek seberat sekitar sebelas kilogram sejauh dua kilometer dari tempat tinggalnya di Lebak Bulus. Kiki mengaku sudah tidak memiliki orang tua. Selama hampir dua tahun terakhir, dia tinggal di daerah Lebak Bulus bersama saudara-saudaranya.
Bocah berusia 11 tahun itu harus memikul cobek (alat ulekan dari batu-red) yang kira-kira bermuatan 10 kilogram. Setiap hari dia berjalan setidaknya 1 kilometer untuk menjajakan cobek yang terbuat dari batu kepada masyarakat yang melintasi Jalan Sekolah Duta V, Pondok Indah.
Wajah letih tidak bisa ditutupi oleh olehnya. Saat duduk di trotoar, dia pun tertidur. Tiba-tiba, datanglah sebuah Honda Jazz berwarna putih dengan nomor polisi B 154 TU. Seorang ibu-ibu yang mengenakan baju berwarna merah jambu memberikan makanan dan uang sebesar Rp 10.000 kepada anak itu.
Rasa kasihan karena melihat bocah yang seharusnya bersekolah itu duduk dipinggiran jalan sambil berjualan sangat terpancar dari wanita yang tidak ingin disebutkan namanya itu. "Itu makanannya jangan lupa dimakan yah nak," kata perempuan itu.
Dia tidak membeli cobek yang dijajakan anak itu. "Ibu nggak beli cobeknya yah nak. Maaf, ibu kasih uang saja," katanya.
Anak itu pun terlihat masih lemas karena tadi sempat tertidur dengan keadaan duduk di trotoar. Dia hanya bisa mengangguk-angukan kepala sambil bermain sendal jepit berwarna kuning miliknya.
Pakaiannya tampak lusuh dan kotor. Saat itu, dia sedang menunggu kakak sepupunya yang sedang berkeliling menjual cobek.
"Saya disini tinggal sama kakak, anaknya Uwa (Paman-red) dari Bandung. Soalnya, kedua orang tua saya sudah meninggal,"kata bocah yang sudah putus sekolah selama dua tahun itu. Terakhir dia belajar di Kelas V Sekolah Dasar di Bandung.
Dia tidak ingin melanjutkan lagi sekolahnya karena sibuk mencari nafkah untuk bertahan hidup. Setiap hari dia berjualan sejak pukul 10.00 sampai pukul 20.00. Tak kenal lelah dia menyusuri jalan yang berjarak sekitar 1-2 kilometer.
"Yah setiap hari jalan kaki sambil gendong cobek yang terbuat dari batu. Lumayan berat ini cobeknya," tuturnya.
Satu buah cobek kecil dijual dengan harga Rp 45.000. Sedangkan untuk cobek yang berukuran besar sebesar Rp 75.000.
Setiap harinya, cobek itu jarang laku. Namun, banyak orang yang kasihan dan memberikan sedikit uang kepadanya.
"Jarang ada yang beli cobek," tuturnya sambil beranjak pergi. Siang itu, Kiki mendapatkan pelanggan seorang warga dari kawasan Bona Indah, Lebak Bulus. Herman (35) mengatakan bahwa alat ulekan cabai dari batu sangat sulit dicari di toko. Oleh sebab itu, dia membeli cobek kecil milik Kiki.
"Saya warga luar, cobek ini buat ulek-ulek cabai," kata pria yang menggunakan mobil Grand Livina warna hitam itu. Dia tidak mau berkomentar lebih banyak terkait nasib Kiki yang bertahan hidup dengan berjualan cobek. Namun, rasa kasihan memang muncul dari dalam lubuk hatinya saat melihat anak kecil berjualan. "Kasihan anak kecil kalau sampai berjualan. Orang tuanya kemana yah?"tuturnya.
Quote:
Diubah oleh sadjar 09-05-2015 21:52
0
5.5K
Kutip
39
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan