Merdeka.com - Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara soal isu perlambatan ekonomi Indonesia belakangan ini. Menurut dia, pemerintahan Jokowi harus mengakui memang ada persoalan serius yang harus segera diatasi.
SBY menjelaskan, kecemasan atas memburuknya situasi perekonomian bukan hanya disuarakan oleh pelaku pasar, tetapi juga oleh masyarakat luas.
"Sebaiknya kita tidak perlu panik. Keadaan seperti ini setiap saat bisa terjadi. Masa kini dunia ekonomi mudah dan sering mengalami gejolak. Yang penting, pemimpin dan pemerintah menyadari dan mengakui bahwa memang ada persoalan yang harus ditangani secara serius," kata SBY lewat akun Twitter-nya, Jumat (8/5).
Selain itu, kata SBY, pemerintah harus memberikan solusi yang tepat. "Tetapkan 'policy response' yang realistik dan sungguh dijalankan. Jangan terlalu banyak beretorika," tegas SBY.
Ketua Umum Partai Demokrat ini mengatakan, perlu gerak cepat dan solusi yang efektif untuk mengatasi persoalan fiskal dan APBN, pertumbuhan yang melambat serta kelesuan investasi dan bisnis.
"Juga harus diantisipasi kemungkinan meningkatnya pengangguran, serta gangguan terhadap kecukupan dan stabilitas harga bahan pokok," jelas dia.
"Kalau berbagai persoalan ini tidak ditangani secara efektif, bisa saja keadaannya menjadi lebih buruk. Ini harus kita cegah," kata SBY.
Bagi pemerintah, ujar SBY, apapun opsi dan kebijakan yang dipilih selalu ada plus dan minusnya. "Ada pro dan kontranya. Tetapi tetap harus diambil," ujarnya.
SBY menceritakan, saat menjabat sebagai presiden, persoalan seperti ini sering dihadapi. "Juga tidak mudah. Tetapi dengan kerja keras dan tindakan tepat, selesai juga," kata SBY.
"Rakyat perlu beri kesempatan dan dukungan kepada Pak Jokowi dan pemerintah, untuk atasi permasalahan di bidang ekonomi ini," katanya.
Menurut SBY, situasi perlambatan ekonomi ini belum masuk krisis. "Masih ada waktu. Masih tersedia solusi. Penurunan ekonomi masih bisa dibalikkan," kata SBY.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 4,71 persen pada triwulan I-2015, atau turun sebesar 0,18 persen dibanding periode sama tahun lalu.
Kepala BPS Suryamin mengatakan penurunan itu salah satunya disebabkan pelemahan perekonomian di China dari 7,4 persen menjadi 7 persen.
Sumber :
http://m.merdeka.com/uang/ekonomi-me...eretorika.html
Presiden yang sebenarnya
Quote:
Original Posted By Kokusan►
Memang bukan jokower.. tapi siapapun yg jadi prsiden tetap gw dukung. termasuk prabowo sekalipun kalau menang.
Bahkan SBY ketika berkuasa juga gw dukung.
Setelah selesai masanya, gak salah kan kalau gw kasih penilaian thdp SBY..
Jokowi pun nanti setelah berakhir tetap ada plus minus thdp penilaian kinerjanya.
Selama 9 (sembilan) tahun masa pemerintahannya yaitu dari 2005-2013, total utang yang dilakukan pemerintahannya sebesar Rp 1.496,12 triliun.
nih rinciannyaa.:
Tahun 2005: Rp 1.313,5 triliun (47%)
Tahun 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)
Tahun 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)
Tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)
Tahun 2009: Rp 1.590,66 triliun (28%)
Tahun 2010: Rp 1.676,15 triliun (26%)
Tahun 2011: Rp 1.803,49 triliun (25%)
Tahun 2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%)
September 2013: Rp 2.273,76 triliun (27,5%)
Tercatat Rp 207 triliun utang negara akan jatuh tempo pada 2014. Utang jatuh tempo itu terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 143 triliun atau setara dengan 69%, dan sisanya berasal dari pinjaman sebesar Rp 64 triliun atau 31%.
(Sumber: Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yang dikutip DetikFinance, 28/10/2013)
Agustus tahun lalu (gw lupa tanggalnya) SBY sudah menyampaikan postur RAPBN 2015 dengan memasukkan total pendapatan negara mencapai Rp1.762,3 triliun, terdiri atas penerimaan perpajakan Rp 1.370,8 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 388 triliun, dan penerimaan hibah Rp 3,4 triliun.
Adapun total belanja negara mencapai Rp2.019,9 triliun.
Dgn kata lain, RAPBN 2015 pun masih bersifat besar pasak daripada tiang. SBY juga mewariskan utang yang harus dibayar oleh pemerintahan Jokowi JK sebesar Rp 108 triliun.
Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Andin Hadiyanto, juga sudah ngomong utang sebesar itu akan jatuh tempo pada 2015.
(Kutipan dari dari data Kementerian Keuangan, Jumat, 19/9/2014)
Artinya, pemerintahan SBY secara otomatis membebankan utang tersebut ke pemerintahan yang baru kan?
Per Juni 2014, rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat dari 32,33% pada kuartal I-2014 menjadi 33,86%.
Sementara debt service ratio (DSR), yaitu rasio total pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap total penerimaan transaksi berjalan, meningkat dari 46,42% pada kuartal sebelumnya menjadi 48,28% pada Juni 2014.
Saat ini DSR Indonesia berada di kisaran 45%-47%,
sementara data Bank Indonesia (BI) menyebut bahwa DSR pada kuartal pertama 2014 mencapai 46,31%, atau naik dari Oktober-Desember 2013 sebesar 43,38%. Angka itu sudah melampaui ambang batas DSR yang harus diwaspadai berdasarkan kesepakatan internasional, yakni 44%.
Semakin tinggi DSR berarti semakin berisiko keuangan suatu negara. Batas aman DSR suatu negara adalah 20%.
Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara tetangga, rasio utang Indonesia tergolong sangat tinggi, yakni 36% dari PDB. Kita bisa membandingkan dengan Malaysia dan Turki yg hanya 29%, Filipina dan Brasil 21%, atau India yang ‘’hanya’’ 5%.
(Sumber : Drs KP H Sumaryoto Padmodiningrat, mantan anggota Komisi XI (Bidang Keuangan) DPR)
Kesimpulannya, SBY yang sering mengatakan PRIHATIN itu akhirnya memang berakhir dengan sangat memprihatinkan bahkan bisa jadi SBY akan tercatat sebagai presiden dengan jumlah utang paling memprihatinkan, hampir menyamai utangnya Presiden Soeharto YANG berkuasa 32 tahun itu.

Pakai data
