victimofgip21Avatar border
TS
victimofgip21
Kemendagri: Putri Mahkota Tak Bisa Jadi Gubernur Yogyakarta
JAKARTA – Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X telah mengangkat GKR Pembayun dengan gelar GKR Mangkubumi menjadi putri mahkota. Tapi, langkah putri mahkota menjabat sebagai Gubernur DI Yogyakarta menganti Sultan bakal tersandung Undang-Undang Keistimewaan (UUK) Nomor 13 Tahun 2012 dan Peraturan Daerah Keistimewaan.

“Dalam UU Keistimewaaan Yogyakarta dijelaskan bahwa untuk menjadi Gubernur DI Yogyakarta haruslah raja yang merupakan laki-laki. Selama ini, raja (Keraton Yogyakarta) yang menjadi Gubernur berjenis kelamin laki-laki dan UU bilang begitu,” kata Kepala Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Doddy Riyadmadji kepada Okezone, Kamis (7/5/2015).

Menurut Doddy, dalam sejarah Keraton Yogyakarta dan apa yang terjadi saat ini jelas berbeda, dulu sejak Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai ke X yang diangkat menjadi raja, umumnya berkelamin laki-laki. Tetapi, sekarang sejarah telah berubah dengan penyebutan GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi di mana putri Sultan menjadi gusti ratu atau putri mahkota yang dimungkinkan sebagai penganti Sultan.

“Yang sekarang, gusti ratu sudah diumumkan dan tidak seperti ketika Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai ke X diumumkan di mana raja adalah laki-laki. Dengan begitu, putri Sultan untuk menjadi Gubernur DIY akan tersandung UU tersebut,” katanya.

Untuk menangani kisruh di Keraton Yogyakarta, menurut Doddy, perlu ada pertemuan internal Keraton Yogyakarta dan Sultan menyangkut hak adat dalam Keraton terkait dengan sabda raja Sultan.

“Soal kepemimpinan Keraton Yogyakarta harus dirundingkan dengan baik-baik agar tidak menimbulkan efek negatif, dan kami (Kemendagri) berada di tengah-tengah,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, dalam rapat paripurna 30 Maret 2015, DPRD DI Yogyakarta telah mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah Keistimewaan (Raperdais) yang menetapkan pengisian jabatan Gubernur Yogyakarta harus dari kalangan laki-laki. Kondisi ini, menutup peluang putri Sultan menjadi Gubernur.

Tujuh fraksi di DPRD DI Yogyakarta sepakat menyatakan pandangan mengenai Pasal 3 huruf m tentang persyarataan calon Gubenur disesuaikan seperti bunyi Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Keistimewaan (UUK) Nomor 13/2012.

Dalam Pasal 18 Ayat (1) UUK tersebut menegaskan jabatan kepala daerah DIY harus berjenis kelamin laki-laki. Ayat itu menyebutkan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DIY harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat istri, anak, saudara kandung, pekerjaan, dan pendidikan.

Namun, terjadi polemik karena beberapa fraksi di DPRD Yogyakarta yang sebelumnya sependapat dengan gagasan Gubernur DIY Sri Sultan HB X ingin menghilangkan kata istri supaya tidak terkesan diskriminatif.

Dengan penghapusan kata istri atau penambahan kata suami, berarti membuka peluang jabatan Gubernur DIY bisa dipegang seorang perempuan dari anak Sultan.

Apalagi diketahui, Sultan HB X memiliki lima anak perempuan dan tidak memiliki anak berjenis kelamin laki-laki.

Dengan pengesahan Raperdais oleh DPRD sesuai UU Keistimewaan Yogyakarta, artinya DPRD menutup peluang seorang perempuan menjadi Gubernur DIY. Rapat tersebut disepakati 42 anggota dewan dari 55 anggota DPRD dan dihadiri Sri Sultan HB X.

"Semua fraksi menyetujui sesuai UUK sehingga polemik selama ini bisa berakhir," ujar Ketua Pansus Raperdais Slamet pada wartawan, Selasa 31 Maret 2015.


Sumber

Ane sangat menganggumi bertahannya Kesultanan Jogja di tengah hantaman modernisasi saat ini. Jangan sampai konflik internal seperti ini menghancurkan tatanan kerajaan yang sudah dijaga turun temurun. Semoga bisa dicarikan jalan keluar terbaik. emoticon-shakehand
Diubah oleh victimofgip21 07-05-2015 01:53
0
8.4K
106
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan