Aku pergi berlalu, tik - tak - tik - tuk, langit makin menua, kelabu. di bilangan selatan Jakarta aku menggagu. sebuah toko buku mengusikku

pelataran toko buku, bukan tempat favorit untuk orang - orang seusiaku. tidak ada baju trendi yang bisa diserbu, tidak ada jaringan internet yang biasa diburu. disini hanya ada buku. yang menguning dan layak dikilo dengan abu. entah kenapa aku suka dengan harum itu, semerbak rasa yang menjadi candu, yang membuat waktu terbakar beku.

disitu, aku bisa melihat kata - kata saling menjalin, bercumbu, memilin. kata - kata saling membuka diri, untuk bersetubuh, menjadi satu, menjadi padu, dan akhirnya mengandung kalimat puitik yang lusuh.

Sekali aku meiihat - buku - buku itu, di tahun dua ribu, di sebuah toko buku besar yang hiruk di dalam mall - mall. di sebuah etalase rendah dengan harga setengah. buku - buku itu terlempar sana - sini, tanpa susun tanpa seni. hanya terarak dan tidak ada yang mau membawanya pulang, pergi. sastra sudah di rudapaksa zaman.

padahal sastra berpakaian sopan, lumrah, dan elegan. padahal sastra memliki harga, tidak murahan, tidak menjajakan diri di pasar. padahal sastra menolak di dikte oleh rating, menolak asal berkata puting. anjing.

TAPI KENAPA SASTRA YANG DIGUNJING, SASTRA YANG DIKOYAK, DIGIRING, DI BUI SEPERTI MALING. KENAPA SASTRA HARUS BERPULANG DI PELATARAN BUKU BEKAS YANG PESING, PELATARAN YANG SEMERBAK BAU PENING.

SEKALI, SEKALI AKU MENULIS SASTRA DI MEDIA INI. MEREKA BILANG INI DEMAM VIKINISASI, AKU KORBAN VIKINISASI, OH OM PUTUWI, OH MBAK AYU UTAMI. ANDAI KALIAN LAHIR DI ERA INI. AKU TAK TAHU KALIAN AKAN TERTAWA ATAU MERINGIS, NGERI.

APA AKU YANG KORBAN VIKINISASI, KORBAN AROGANSI RATING TERKINI. APA SEKARANG KATA KORBAN SUDAH BERGANTI DEFINISI ? KALAU BEGINI SASTRA DI SODOMI!

ya.. ya sastra disodomi! sastra dirudapaksa di negeri sendiri, dibunuh di negeri sendiri. sastra menjadi media asal tancap, asal suntik, demi ejakulasi kapitalis.

tik - tak - tik - tuk, aku pergi berlalu.

teruntuk pahlawan - pahlawan negara yang sudah membunuh sastra

Menolak Bodoh