- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
#SaveJonatan (REUNITE JONATAN WITH HIS MOTHER)


TS
mining.upn
#SaveJonatan (REUNITE JONATAN WITH HIS MOTHER)
#SAVEJONATAN
REUNITE JONATAN WITH HIS MOTHER

Spoiler for About #SaveJonatan:

"Kami mulai #SaveJonatan gerakan yang melintasi perbatasan, yang melampaui budaya dan bahasa, untuk sesuatu yang begitu sederhana namun besar seperti cinta antara ibu dan anak atau ayah dan anak. Mama Alex Tjoa, ini adalah untuk Anda dan anak Anda, tanpa mempedulikan ras atau warna, atau status ekonomi, atau politik."
Spoiler for Story 1:
Alex Tjoa (alextjoa.com), seorang fotografer Indonesia yang tinggal di Swedia, telah dipisahkan dari anaknya Jonatan Jonasson Tjoa sejak 2009 oleh ayah anaknya penulis Swedia Jonas Jonasson (jonasjonasson.com, pemilik Hotell repet, Visby, Gotland) . Dia tidak memiliki kontak apapun dengan anaknya. Ayah Jonas Jonasson tidak ingin Jonatan membaca surat-surat yang Alex mengirimkan anaknya. Pada tahun 2011, para pekerja layanan sosial Swedia premeditatedly sengaja berbohong di bawah sumpah di pengadilan sehingga ayah yang terkenal bisa memenangkan hak asuh tersebut.
Ketika mereka tinggal di Swiss, Alex selalu mendapat hak asuh bersama karena hakim Swiss tidak korup. Alex tidak memiliki keinginan untuk mencabut anaknya dari ayahnya karena dia tahu bahwa Jonatan membutuhkan ayah dan ibunya. Penderitaan tak terlukiskan dia dan anaknya harus bertahan di Swedia memang merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang jahat dan kejam. Ketidakadilan untuk satu adalah ketidakadilan bagi semua. Mari kita menghentikan kekejaman ini.
"FROM CHRISTINE LOOF, SYDNEY, AUSTRALIA"
Ketika mereka tinggal di Swiss, Alex selalu mendapat hak asuh bersama karena hakim Swiss tidak korup. Alex tidak memiliki keinginan untuk mencabut anaknya dari ayahnya karena dia tahu bahwa Jonatan membutuhkan ayah dan ibunya. Penderitaan tak terlukiskan dia dan anaknya harus bertahan di Swedia memang merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang jahat dan kejam. Ketidakadilan untuk satu adalah ketidakadilan bagi semua. Mari kita menghentikan kekejaman ini.
"FROM CHRISTINE LOOF, SYDNEY, AUSTRALIA"
Spoiler for Story 2:
Ini adalah kisah nyata yang sedang dialami seorang perempuan Indonesia asal Palembang bernama Alex Tjoa (http://alextjoa.com). Alex menikah dengan pria asal Swedia yang notabene tadinya tidak bekerja bertahun-tahun karena burnt out. Suaminya hidup dengan sickness benefit pemerintah. Baca surat yang ditulis oleh Jonas Jonasson sendiri di
Dengan pengasuhan sang istri, sang suami yang mantan wartawan yang penyakitan lambat laun sembuh dan mulai bisa menulis buku
(The 100-Year-Old Man Who Climbed Out The Window and Disappeared). Dan bukunya menjadi bestseller di seluruh dunia. Sang suami Jonas Jonasson (jonasjonasson.com) menjadi terkenal dan kaya raya dari royalti buku yang terjual.
Yang menarik adalah cerita tentang Asia dan Indonesia di bukunya. Tokoh utama bukunya menikah dengan seorang wanita Bali yang nama Balinya dibuat oleh sang istri. Sang istri menyemangati sang suami untuk maju. Tiap hari mensupply berbagai cerita unik tentang Indonesia kepada suaminya sebagai bahan cerita bukunya. Sampai cerita tentang satu keluarga Indonesia di Abu Dhabi pun menjadi bagian dari buku bestseller Jonas Jonasson. Tidak mengherankan bagian tentang Indonesia di buku Jonas Jonasson sangatlah otentik. Untuk koreksi bahasa Inggris di bukunya, Jonas Jonasson minta bantuan istrinya yang cerdas dan berpengetahuan luas ini. Baca tulisan pak Gustaaf Kusno di
Jonas Jonasson sendiri belum pernah ke Indonesia. Lee Kuan Yew saja dia tidak tahu siapa itu.
Jonas Jonasson memang bukanlah Lee Kuan Yew yang menghargai kontribusi pemikiran dan tenaga istrinya. Identitas Alex justru ditutup-tutupi. Jonas Jonasson tidak mau jika penggemarnya di seluruh dunia tahu bahwa mantan istrinya berasal dari Indonesia. Sampai nama keluarga anak mereka, Tjoa, dihapus oleh Jonas Jonasson agar penggemarnya tidak tahu siapa sumber cerita otentik tentang Indonesia di dalam bukunya dan juga agar anaknya tidak tahu latar belakang Indonesianya. Pembunuhan budaya.
Inilah bedanya adat timur dan barat. Begitu suami terkenal, sang istri diceraikan. Putranya yang masih berumur dua tahun dipisahkan dari ibunya. Tadinya disepakati oleh pengadilan di Swiss hak asuh anak setengah-setengah. Ibu dan bapaknya bisa sama-sama mengasuh.
Akal licik dan jahatnya sang suami sangatlah licin. Pindahlah suaminya dari Swiss ke pulau kecil Gotland di Swedia. Dengan kepindahan ini mau tidak mau sang istri harus mengikuti aturan negara di Swedia agar sang istri bisa bertemu dengan anaknya. Tanpa mengenal siapa pun, Alex langsung pindah ke pulau Gotland demi anaknya.
Di Swedia ini Alex dan anaknya Jonatan mengalami penganiayaan HAM. Mereka menjadi korban bohong di bawah sumpah petugas social service Swedia yang kong kali kong dengan sang bapak yang terkenal. Hakim lokal di Gotland menyatakan bahwa bohong di bawah sumpah yang dilaporkan Alex dengan bukti jelas adalah fantasi dari awan.
Ketika pada tahun 2011 Alex membuat petisi HAM untuk menolong dirinya dan anaknya, Alex pun dikriminalisasi. Dituduh mencoreng nama baik mantan suaminya. Dengan liciknya, kata "petisi" tidak digunakan sama sekali di pengadilan dan propaganda media internasional yang dilakukan mantan suaminya untuk mengecoh opini publik. Petisi Alex justru digambarkan sebagai spam dan hate mail. Dengan fitnah yang disebarkan oleh mantan suaminya ini, sampai mencari kost pun susah setengah mati karena Alex dianggap sebagai pariah, kasta terendah, oleh masyarakat Gotland. Betul-betul keji tidak berperikemanusiaan!
Sejak tahun 2009, Alex berjuang dalam kondisi yang sangat memprihatinkan untuk bertemu dengan anaknya. Bahkan sampai harus mempertahankan dirinya sendiri di pengadilan Swedia tanpa pengacara karena pengacara bantuan hukumnya tidak ingin bekerja membantu dia. Malah tipu-tipu membuat dua tagihan biaya agar mendapat pemasukan uang yang lebih banyak.
Enam tahun adalah penantian yang cukup lama dan melelahkan. Sang ibu sama sekali tidak diperbolehkan ketemu dengan anaknya oleh ayah anaknya padahal jarak antara kost ibunya ke sekolah atau rumah anaknya hanya sekitar 25 km. Sang ibu juga tinggal hanya dua menit jalan kaki dari hotel milik mantan suaminya. Surat yang dikirimkan sang ibu ke anaknya juga tidak dibacakan oleh ayahnya. Surat yang dikirimkan ke Jonatan diberikan langsung oleh gurunya ke ayahnya.
KEPUTUSAN PENGADILAN
Sang ibu sudah naik banding. Bulan November 2014 pengadilan tinggi Swedia sudah memutuskan bahwa Jonatan harus dipertemukan kepada ibunya dan semua surat yang dikirim bagi Jonatan harus dibacakan kepada Jonatan. Jonatan juga harus diberi tahu tentang ibunya dan asal-usulnya. Tapi dengan sangat licik, setelah sang ibu menunggu berbulan-bulan, sang bapak dengan kroninya petugas sosial service berhasil membuat keputusan pengadilan tinggi ini seperti macan kertas tanpa kekuatan hukum.
Para bully ini dengan suka cita menganiaya sang ibu karena dia sendirian. Oleh karena itu sang ibu harus kita kawal dan lindungi.
TIDAK ADA LARANGAN KETEMU
Alex bukan ibu gila atau abusive, baca hasil penyelidikan dokter spesialis anak-anak lulusan Harvard dan psikolog Swiss,
"Examination conducted by a Swiss Harvard-graduate pediatrician and a psychologist as ordered by the Swiss judge Matteo Pedrotti
Both the Swiss and Gotland social service reports do not say that Jonatan's mother is crazy
as accused by Pär-Ola Jonas Jonasson. In fact, the Swiss report says that Jonatan had
a pleasant time with his mother. The Swiss experts state that "Jonatan is going through a
particularly pleasant period as far as the relationship with his parents is concerned, given that both are doing everything to gain his favour"/"Jonatan stia vivendo un momento particolarmente piacevole, per quel che riguarda la relazione con i propri genitori, dato che entrambi si stanno prodigando e sbracciando alla conquista dei favori del piccolo"/"Jonatan upplever en särsklit lustfylld period, vad beträffar relationen med foräldrarna, eftersom de båda gör allt de kan för att vinna barnets tillgivenhet."
Dalam kasus Alex, tidak ada larangan ketemu atau restraining order. Malah dalam keputusan pengadilan lokal Gotland Alex disalahkan karena tidak mengunjungi anaknya. Jika dikunjungi nanti juga akan disalahkan dan dituduh macam-macam, teroris lah, dll. Apa yang Alex perbuat selalu disalahkan, dijadikan kambing hitam permainan sang bapak yang sanggup membayar pengacara sadis gila uang dengan bayaran milyaran rupiah. Sedangkan Alex tidak mendapat bantuan hukum yang tulus dan baik.
Karena pendapatan dari kasus ini sangat menggiurkan, pengacara sang bapak juga tidak mau kasus ini selesai dengan cepat dan damai. Jika damai, dia akan kehilangan klien terbesarnya. Jadi konflik harus dikipas terus dengan segala tipu daya dan Alex harus dipersulit untuk bertemu dengan anaknya yang sangat merindukannya. Dengan begitu duit banyak terus mengalir deras ke kantongnya.
Mereka tidak peduli terhadap perasaan hancur ibu dan anak yang dipisahkan dengan cara licik dan jahat ini. Mereka tidak peduli dengan sang anak Jonatan yang meraung-raung di lantai ingin bersama ibunya, tidak mau pulang. Mereka tidak peduli dengan Jonatan yang sangat merindukan pelukan dan makanan sehat buatan mamanya. Di manakah hati nurani mereka?
Pegawai social service Swedia tidak memperbolehkan anak ketemu ibunya. Sungguh pemerintah Swedia kelihatannya negara keren dan kaya tetapi korupsi di sana juga luar biasa. Sangat licik. Makanya sang bapak dengan kekayaannya bisa membeli pengacara dan pengadilan agar sang ibu tidak bisa ketemu anaknya.
Media Swedia juga ikut membully sang ibu orang asing ini karena petinggi media Swedia adalah teman-teman Jonas Jonasson. Para elit saling melindungi para elit.
6 tahun penantian sang ibu yang pintar dan seorang fotografer kelas dunia ini, tinggal di pulau kecil tanpa bisa bekerja menggunakan kepandaiannya dan bakatnya yang luar biasa. Alex Tjoa hanya menunggu dan berharap bisa ketemu sang putra kandungnya.
Melalui #SAVEJONATAN ini saya sebagai teman baik Alex Tjoa yang saya kenal betul mengajak teman-teman se-Indonesia untuk ikut menolong seorang Indonesia yang teraniaya di Swedia.
KIRIM kartu pos atau hasil gambar anak-anak ke #SaveJonatan untuk mendukungnya.
Terima kasih sobat-sobat dari seluruh dunia telah membagi di media sosial hashtag #SaveJonatan agar dapat MEMPERTEMUKAN IBU dan ANAKNYA.
Spoiler for Surat Jonas Jonasson:
.Dengan pengasuhan sang istri, sang suami yang mantan wartawan yang penyakitan lambat laun sembuh dan mulai bisa menulis buku
(The 100-Year-Old Man Who Climbed Out The Window and Disappeared). Dan bukunya menjadi bestseller di seluruh dunia. Sang suami Jonas Jonasson (jonasjonasson.com) menjadi terkenal dan kaya raya dari royalti buku yang terjual.
Yang menarik adalah cerita tentang Asia dan Indonesia di bukunya. Tokoh utama bukunya menikah dengan seorang wanita Bali yang nama Balinya dibuat oleh sang istri. Sang istri menyemangati sang suami untuk maju. Tiap hari mensupply berbagai cerita unik tentang Indonesia kepada suaminya sebagai bahan cerita bukunya. Sampai cerita tentang satu keluarga Indonesia di Abu Dhabi pun menjadi bagian dari buku bestseller Jonas Jonasson. Tidak mengherankan bagian tentang Indonesia di buku Jonas Jonasson sangatlah otentik. Untuk koreksi bahasa Inggris di bukunya, Jonas Jonasson minta bantuan istrinya yang cerdas dan berpengetahuan luas ini. Baca tulisan pak Gustaaf Kusno di
Spoiler for Kompas:
Jonas Jonasson sendiri belum pernah ke Indonesia. Lee Kuan Yew saja dia tidak tahu siapa itu.
Jonas Jonasson memang bukanlah Lee Kuan Yew yang menghargai kontribusi pemikiran dan tenaga istrinya. Identitas Alex justru ditutup-tutupi. Jonas Jonasson tidak mau jika penggemarnya di seluruh dunia tahu bahwa mantan istrinya berasal dari Indonesia. Sampai nama keluarga anak mereka, Tjoa, dihapus oleh Jonas Jonasson agar penggemarnya tidak tahu siapa sumber cerita otentik tentang Indonesia di dalam bukunya dan juga agar anaknya tidak tahu latar belakang Indonesianya. Pembunuhan budaya.
Inilah bedanya adat timur dan barat. Begitu suami terkenal, sang istri diceraikan. Putranya yang masih berumur dua tahun dipisahkan dari ibunya. Tadinya disepakati oleh pengadilan di Swiss hak asuh anak setengah-setengah. Ibu dan bapaknya bisa sama-sama mengasuh.
Akal licik dan jahatnya sang suami sangatlah licin. Pindahlah suaminya dari Swiss ke pulau kecil Gotland di Swedia. Dengan kepindahan ini mau tidak mau sang istri harus mengikuti aturan negara di Swedia agar sang istri bisa bertemu dengan anaknya. Tanpa mengenal siapa pun, Alex langsung pindah ke pulau Gotland demi anaknya.
Di Swedia ini Alex dan anaknya Jonatan mengalami penganiayaan HAM. Mereka menjadi korban bohong di bawah sumpah petugas social service Swedia yang kong kali kong dengan sang bapak yang terkenal. Hakim lokal di Gotland menyatakan bahwa bohong di bawah sumpah yang dilaporkan Alex dengan bukti jelas adalah fantasi dari awan.
Ketika pada tahun 2011 Alex membuat petisi HAM untuk menolong dirinya dan anaknya, Alex pun dikriminalisasi. Dituduh mencoreng nama baik mantan suaminya. Dengan liciknya, kata "petisi" tidak digunakan sama sekali di pengadilan dan propaganda media internasional yang dilakukan mantan suaminya untuk mengecoh opini publik. Petisi Alex justru digambarkan sebagai spam dan hate mail. Dengan fitnah yang disebarkan oleh mantan suaminya ini, sampai mencari kost pun susah setengah mati karena Alex dianggap sebagai pariah, kasta terendah, oleh masyarakat Gotland. Betul-betul keji tidak berperikemanusiaan!
Sejak tahun 2009, Alex berjuang dalam kondisi yang sangat memprihatinkan untuk bertemu dengan anaknya. Bahkan sampai harus mempertahankan dirinya sendiri di pengadilan Swedia tanpa pengacara karena pengacara bantuan hukumnya tidak ingin bekerja membantu dia. Malah tipu-tipu membuat dua tagihan biaya agar mendapat pemasukan uang yang lebih banyak.
Enam tahun adalah penantian yang cukup lama dan melelahkan. Sang ibu sama sekali tidak diperbolehkan ketemu dengan anaknya oleh ayah anaknya padahal jarak antara kost ibunya ke sekolah atau rumah anaknya hanya sekitar 25 km. Sang ibu juga tinggal hanya dua menit jalan kaki dari hotel milik mantan suaminya. Surat yang dikirimkan sang ibu ke anaknya juga tidak dibacakan oleh ayahnya. Surat yang dikirimkan ke Jonatan diberikan langsung oleh gurunya ke ayahnya.
KEPUTUSAN PENGADILAN
Sang ibu sudah naik banding. Bulan November 2014 pengadilan tinggi Swedia sudah memutuskan bahwa Jonatan harus dipertemukan kepada ibunya dan semua surat yang dikirim bagi Jonatan harus dibacakan kepada Jonatan. Jonatan juga harus diberi tahu tentang ibunya dan asal-usulnya. Tapi dengan sangat licik, setelah sang ibu menunggu berbulan-bulan, sang bapak dengan kroninya petugas sosial service berhasil membuat keputusan pengadilan tinggi ini seperti macan kertas tanpa kekuatan hukum.
Para bully ini dengan suka cita menganiaya sang ibu karena dia sendirian. Oleh karena itu sang ibu harus kita kawal dan lindungi.
TIDAK ADA LARANGAN KETEMU
Alex bukan ibu gila atau abusive, baca hasil penyelidikan dokter spesialis anak-anak lulusan Harvard dan psikolog Swiss,
Spoiler for Hasil dokter:
. Bandingkan dengan rekaman bohong petugas social service Swedia dan keputusan hakim lokal Gotland,
Spoiler for Rekaman Hakim:
"Examination conducted by a Swiss Harvard-graduate pediatrician and a psychologist as ordered by the Swiss judge Matteo Pedrotti
Both the Swiss and Gotland social service reports do not say that Jonatan's mother is crazy
as accused by Pär-Ola Jonas Jonasson. In fact, the Swiss report says that Jonatan had
a pleasant time with his mother. The Swiss experts state that "Jonatan is going through a
particularly pleasant period as far as the relationship with his parents is concerned, given that both are doing everything to gain his favour"/"Jonatan stia vivendo un momento particolarmente piacevole, per quel che riguarda la relazione con i propri genitori, dato che entrambi si stanno prodigando e sbracciando alla conquista dei favori del piccolo"/"Jonatan upplever en särsklit lustfylld period, vad beträffar relationen med foräldrarna, eftersom de båda gör allt de kan för att vinna barnets tillgivenhet."
Dalam kasus Alex, tidak ada larangan ketemu atau restraining order. Malah dalam keputusan pengadilan lokal Gotland Alex disalahkan karena tidak mengunjungi anaknya. Jika dikunjungi nanti juga akan disalahkan dan dituduh macam-macam, teroris lah, dll. Apa yang Alex perbuat selalu disalahkan, dijadikan kambing hitam permainan sang bapak yang sanggup membayar pengacara sadis gila uang dengan bayaran milyaran rupiah. Sedangkan Alex tidak mendapat bantuan hukum yang tulus dan baik.
Karena pendapatan dari kasus ini sangat menggiurkan, pengacara sang bapak juga tidak mau kasus ini selesai dengan cepat dan damai. Jika damai, dia akan kehilangan klien terbesarnya. Jadi konflik harus dikipas terus dengan segala tipu daya dan Alex harus dipersulit untuk bertemu dengan anaknya yang sangat merindukannya. Dengan begitu duit banyak terus mengalir deras ke kantongnya.
Mereka tidak peduli terhadap perasaan hancur ibu dan anak yang dipisahkan dengan cara licik dan jahat ini. Mereka tidak peduli dengan sang anak Jonatan yang meraung-raung di lantai ingin bersama ibunya, tidak mau pulang. Mereka tidak peduli dengan Jonatan yang sangat merindukan pelukan dan makanan sehat buatan mamanya. Di manakah hati nurani mereka?
Pegawai social service Swedia tidak memperbolehkan anak ketemu ibunya. Sungguh pemerintah Swedia kelihatannya negara keren dan kaya tetapi korupsi di sana juga luar biasa. Sangat licik. Makanya sang bapak dengan kekayaannya bisa membeli pengacara dan pengadilan agar sang ibu tidak bisa ketemu anaknya.
Media Swedia juga ikut membully sang ibu orang asing ini karena petinggi media Swedia adalah teman-teman Jonas Jonasson. Para elit saling melindungi para elit.
6 tahun penantian sang ibu yang pintar dan seorang fotografer kelas dunia ini, tinggal di pulau kecil tanpa bisa bekerja menggunakan kepandaiannya dan bakatnya yang luar biasa. Alex Tjoa hanya menunggu dan berharap bisa ketemu sang putra kandungnya.
Melalui #SAVEJONATAN ini saya sebagai teman baik Alex Tjoa yang saya kenal betul mengajak teman-teman se-Indonesia untuk ikut menolong seorang Indonesia yang teraniaya di Swedia.
KIRIM kartu pos atau hasil gambar anak-anak ke #SaveJonatan untuk mendukungnya.
Terima kasih sobat-sobat dari seluruh dunia telah membagi di media sosial hashtag #SaveJonatan agar dapat MEMPERTEMUKAN IBU dan ANAKNYA.
Spoiler for Tulisan dari Anies Sjahrir (Wartawan,blogger dan Aktivis LSM):
Setelah membaca novel Jonas Jonasson, The 100-Year-Old Man Who Climbed Out The Window and Disappeared, serta merta saya menasbihkan diri sebagai salah satu dari sekian banyak pembaca yang menjadi fansnya. Saya memang sangat senang dengan gaya menulis Jonasson di novel tersebut, sebuah gaya tutur yang saya pikir, baru kali ini saya dapatkan. Maka, saya pun membuat ulasan di blog saya tentang novelnya tersebut.
Yang membuat saya terkesan adalah, bagaimana ia menyiapkan satu bab khusus di novel tersebut tentang Indonesia. Meskipun saya tak mengenal Jonasson, saya mengambil kesimpulan bahwa dia pasti memiliki kesan khusus terhadap Indonesia, tidak mungkin tidak. Hari ini, kecurigaan saya terjawab.
Dua hari lalu saya memposting foto sampul buku tersebut di instagram. Dan pagi tadi, foto tersebut mendapat komentar dari sebuah akun #SaveJonatan. Awalnya saya acuhkan, karena saya pikir, mungkin komentar tersebut berasal dari seorang pembaca seperti saya, yang juga mengidolakan Jonasson. Tapi komentar tersebut terlalu panjang untuk saya abaikan, sehingga saya membacanya dari awal sampai akhir.
Akun #SaveJonatan tersebut menceritakan tentang siapa Jonas Jonasson, yang saya ceritakan kembali seperti berikut:
Sebelum jadi penulis, Jonasson adalah seorang pengangguran, bekas wartawan, yang bertahan hidup berkat sick pay dari Pemerintah. Sang istri, seorang perempuan cerdas, adalah seorang keturunan Indonesia-Tionghoa yang berasal dari Palembang, juga seorang fotografer yang selalu mengkampanyekan gaya hidup sehat. Namanya Alex Tjoa. Ia bisa diakses di http://www.alextjoa.comSemasa bersama, Alex kerap menceritakan kepada Jonasson tentang Indonesia. Dan karena itulah Jonasson bisa dengan bebas bercerita tentang Indonesia dalam novelnya meskipun ia sendiri belum pernah ke sana.
Ketika Jonasson menjadi populer dan kaya raya dari hasil penjualan novelnya, ia menceraikan Alex
(atau keduanya bercerai). Pengadilan di Swedia memutuskan bahwa hak asuh anak mereka—Jonatan Jonasson Tjoa (2 tahun)—harus mereka tanggung bersama. Tapi dengan tipu muslihat, Jonasson membawa Jonatan dan tak mau mempertemukannya dengan Alex sejak 2009 sampai saat ini. Jonasson bahkan pindah ke sebuah pulau. Demi bisa bersama anaknya, Alex ikut pindah ke pulau tersebut. Tapi Jonasson memfitnah Alex, menyewa saksi palsu di pengadilan yang bersaksi bahwa Alex memberi makanan buruk, seperti es krim yang tidak sehat untuk Jonatan. Tak hanya itu, Jonasson mengapus nama Tjoa pada nama Jonatan. Ia tak mau Jonatan tahu bahwa ia punya darah Indinesia-Tionghoa dalam tubuhnya.
Kesulitan yang diakibatkan oleh fitnah Jonasson membuat Alex sulit mendapatkan pekerjaan lagi di Swedia. Alex pernah membuat petisi di change.org untuk bisa dipertemukan dengan anaknya. Tapi Jonasson menuduh Alex melakukan pencemaran nama baik. Di pengadilan, ia tidak menyebut bahwa apa yang disebarkan Alex adalah sebuah petisi, bukan pencemaran nama baik.
Alex beberapa kali mengirim surat untuk Jonatan ke alamat sekolahnya. Surat tersebut, oleh guru Jonatan, langsung menyerahkan surat tersebut kepada Jonasson. Sementara Jonasson, tidak pernah mau membacakan surat tersebut untuk Jonatan.
Akun instagram tersebut melampirkan 3 buah link. Link group dukungan untuk Alex-Jonatan di Facebook, link website Alex (http://www.alextjoa.com), dan link http://www.savejonatan.blogspot.com Karena saya tidak ingin berburuk sangka dan terpengaruh oleh isu yang belum jelas kebenarannya, saya mengecek ketiga link tersebut. Saya sempat berpikir, bisa saja akun di instagram tersebut dibuat oleh seseorang yang iri dengan kehidupan Jonasson, yang kini berubah total setelah novelnya menjadi bestseller di hampir seluruh dunia. Setelah saya mengecek ketiga link tersebut, saya nyaris tidak menemukan kebohongan.
Hari ini juga, saya tersadar mengapa Jonasson dalam novelnya memilih Palembang, sebagai kota di mana ia mendapat maskapai yang bersedia menjemput gajahnya di Swedia untuk diterbangkan ke Bali. Ya, tentu saja karena Palembang adalah kota yang paling dia kenal dan paling dia hapal namanya dari cerita-cerita Alex.
Saya tidak mengenal siapa sesungguhnya Jonas Jonasson dan Alex Tjoa. Urusan pribadi dan urusan rumah tangga keduanya, tentu bukan urusan saya. Saya sekedar satu dari jutaan pembaca yang kagum pada tulisan Jonasson. Saya pun tahu, bahwa sepasang suami istri yang bercerai tentu punya alasan kuat, dan alasan keduanya juga bukan urusan saya. Tapi saya tahu, saya harus mendukung Alex Tjoa. Ada beberapa alasan yang saya punya mengapa saya memberi dukungan penuh pada Alex:
Saya dan Alex sama-sama seorang perempuan. Atas nama apa pun, demi apa pun, saya akan membela sesama perempuan, karena saya tahu bagaimana rasanya menjadi perempuan.
Alex memiliki darah Indonesia, ia adalah bagian dari kami.
Saya belum menikah, tapi saya tidak tahu kelak apa yang terjadi pada saya jika saya telah menikah dan punya anak.
Saya bisa membayangkan bagaimana perasaan seorang ibu yang dipisahkan secara paksa dari bayinya yang berumur 2 tahun, dan tidak bertemu selama 6 tahun, dan di negeri asing pula.
Saya banyak bertemu dengan anak-anak dari keluarga yang terpisah, tidak memiliki orang tua lengkap. Saya tahu, mereka anak-anak yang menderita. Saya tidak kenal Jonatan dan tidak pernah bertemu dengannya, tapi saya yakin ia merindukan ibunya. Tak ada kasih sayang paling besar yang pernah dirasakan manusia selain dari ibu (normal) yang mengandung, melahirkan, dan pernah menyusuinya.
Semoga Alex tak pernah lelah memperjuangkan hak untuk bertemu dan mengasuh anaknya. Dan publik di seluruh dunia harus tahu, bahwa seorang Jonas Jonasson--meskipun ia menulis dengan sangat bagus—bukanlah apa-apa. Sehebat apa pun ia, ia tak pantas diidolakan jika ia dengan kejam melakukan kekerasan kepada perempuan dan anak kecil. Saya menyampaikan tulisan ini bukan agar Jonatan kehilangan fans dan popularitas. Saya hanya ingin Alex bertemu dengan Jonatan.
Semoga perjuangan Alex membuahkan hasil. Semoga Alex selalu mendapat energi positif dari orang-orang yang mendukungnya. Semoga ia bisa berkumpul dengan Jonatan. Semoga Jonatan tumbuh jadi anak sehat dan pemberani. Semoga Jonasson mau membuka hati, dan mau mengingat masa-masa kebersamaan dengan Alex ketika ia sedang sekarat.
#SAVEJONATAN
Makassar, 24 April 2015
Yang membuat saya terkesan adalah, bagaimana ia menyiapkan satu bab khusus di novel tersebut tentang Indonesia. Meskipun saya tak mengenal Jonasson, saya mengambil kesimpulan bahwa dia pasti memiliki kesan khusus terhadap Indonesia, tidak mungkin tidak. Hari ini, kecurigaan saya terjawab.
Dua hari lalu saya memposting foto sampul buku tersebut di instagram. Dan pagi tadi, foto tersebut mendapat komentar dari sebuah akun #SaveJonatan. Awalnya saya acuhkan, karena saya pikir, mungkin komentar tersebut berasal dari seorang pembaca seperti saya, yang juga mengidolakan Jonasson. Tapi komentar tersebut terlalu panjang untuk saya abaikan, sehingga saya membacanya dari awal sampai akhir.
Akun #SaveJonatan tersebut menceritakan tentang siapa Jonas Jonasson, yang saya ceritakan kembali seperti berikut:
Sebelum jadi penulis, Jonasson adalah seorang pengangguran, bekas wartawan, yang bertahan hidup berkat sick pay dari Pemerintah. Sang istri, seorang perempuan cerdas, adalah seorang keturunan Indonesia-Tionghoa yang berasal dari Palembang, juga seorang fotografer yang selalu mengkampanyekan gaya hidup sehat. Namanya Alex Tjoa. Ia bisa diakses di http://www.alextjoa.comSemasa bersama, Alex kerap menceritakan kepada Jonasson tentang Indonesia. Dan karena itulah Jonasson bisa dengan bebas bercerita tentang Indonesia dalam novelnya meskipun ia sendiri belum pernah ke sana.
Ketika Jonasson menjadi populer dan kaya raya dari hasil penjualan novelnya, ia menceraikan Alex
(atau keduanya bercerai). Pengadilan di Swedia memutuskan bahwa hak asuh anak mereka—Jonatan Jonasson Tjoa (2 tahun)—harus mereka tanggung bersama. Tapi dengan tipu muslihat, Jonasson membawa Jonatan dan tak mau mempertemukannya dengan Alex sejak 2009 sampai saat ini. Jonasson bahkan pindah ke sebuah pulau. Demi bisa bersama anaknya, Alex ikut pindah ke pulau tersebut. Tapi Jonasson memfitnah Alex, menyewa saksi palsu di pengadilan yang bersaksi bahwa Alex memberi makanan buruk, seperti es krim yang tidak sehat untuk Jonatan. Tak hanya itu, Jonasson mengapus nama Tjoa pada nama Jonatan. Ia tak mau Jonatan tahu bahwa ia punya darah Indinesia-Tionghoa dalam tubuhnya.
Kesulitan yang diakibatkan oleh fitnah Jonasson membuat Alex sulit mendapatkan pekerjaan lagi di Swedia. Alex pernah membuat petisi di change.org untuk bisa dipertemukan dengan anaknya. Tapi Jonasson menuduh Alex melakukan pencemaran nama baik. Di pengadilan, ia tidak menyebut bahwa apa yang disebarkan Alex adalah sebuah petisi, bukan pencemaran nama baik.
Alex beberapa kali mengirim surat untuk Jonatan ke alamat sekolahnya. Surat tersebut, oleh guru Jonatan, langsung menyerahkan surat tersebut kepada Jonasson. Sementara Jonasson, tidak pernah mau membacakan surat tersebut untuk Jonatan.
Akun instagram tersebut melampirkan 3 buah link. Link group dukungan untuk Alex-Jonatan di Facebook, link website Alex (http://www.alextjoa.com), dan link http://www.savejonatan.blogspot.com Karena saya tidak ingin berburuk sangka dan terpengaruh oleh isu yang belum jelas kebenarannya, saya mengecek ketiga link tersebut. Saya sempat berpikir, bisa saja akun di instagram tersebut dibuat oleh seseorang yang iri dengan kehidupan Jonasson, yang kini berubah total setelah novelnya menjadi bestseller di hampir seluruh dunia. Setelah saya mengecek ketiga link tersebut, saya nyaris tidak menemukan kebohongan.
Hari ini juga, saya tersadar mengapa Jonasson dalam novelnya memilih Palembang, sebagai kota di mana ia mendapat maskapai yang bersedia menjemput gajahnya di Swedia untuk diterbangkan ke Bali. Ya, tentu saja karena Palembang adalah kota yang paling dia kenal dan paling dia hapal namanya dari cerita-cerita Alex.
Saya tidak mengenal siapa sesungguhnya Jonas Jonasson dan Alex Tjoa. Urusan pribadi dan urusan rumah tangga keduanya, tentu bukan urusan saya. Saya sekedar satu dari jutaan pembaca yang kagum pada tulisan Jonasson. Saya pun tahu, bahwa sepasang suami istri yang bercerai tentu punya alasan kuat, dan alasan keduanya juga bukan urusan saya. Tapi saya tahu, saya harus mendukung Alex Tjoa. Ada beberapa alasan yang saya punya mengapa saya memberi dukungan penuh pada Alex:
Saya dan Alex sama-sama seorang perempuan. Atas nama apa pun, demi apa pun, saya akan membela sesama perempuan, karena saya tahu bagaimana rasanya menjadi perempuan.
Alex memiliki darah Indonesia, ia adalah bagian dari kami.
Saya belum menikah, tapi saya tidak tahu kelak apa yang terjadi pada saya jika saya telah menikah dan punya anak.
Saya bisa membayangkan bagaimana perasaan seorang ibu yang dipisahkan secara paksa dari bayinya yang berumur 2 tahun, dan tidak bertemu selama 6 tahun, dan di negeri asing pula.
Saya banyak bertemu dengan anak-anak dari keluarga yang terpisah, tidak memiliki orang tua lengkap. Saya tahu, mereka anak-anak yang menderita. Saya tidak kenal Jonatan dan tidak pernah bertemu dengannya, tapi saya yakin ia merindukan ibunya. Tak ada kasih sayang paling besar yang pernah dirasakan manusia selain dari ibu (normal) yang mengandung, melahirkan, dan pernah menyusuinya.
Semoga Alex tak pernah lelah memperjuangkan hak untuk bertemu dan mengasuh anaknya. Dan publik di seluruh dunia harus tahu, bahwa seorang Jonas Jonasson--meskipun ia menulis dengan sangat bagus—bukanlah apa-apa. Sehebat apa pun ia, ia tak pantas diidolakan jika ia dengan kejam melakukan kekerasan kepada perempuan dan anak kecil. Saya menyampaikan tulisan ini bukan agar Jonatan kehilangan fans dan popularitas. Saya hanya ingin Alex bertemu dengan Jonatan.
Semoga perjuangan Alex membuahkan hasil. Semoga Alex selalu mendapat energi positif dari orang-orang yang mendukungnya. Semoga ia bisa berkumpul dengan Jonatan. Semoga Jonatan tumbuh jadi anak sehat dan pemberani. Semoga Jonasson mau membuka hati, dan mau mengingat masa-masa kebersamaan dengan Alex ketika ia sedang sekarat.
#SAVEJONATAN
Makassar, 24 April 2015
Spoiler for Sumber Tulisan:
Spoiler for Postcard and Drawing:





Spoiler for SUPPORT AND JOIN US:
Spoiler for SUMBER:
For @Jonas Jonasson, it's dont mean we hate you!

Diubah oleh mining.upn 01-05-2015 12:32
0
5.4K
Kutip
29
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan