- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pelajaran Mary Jane untuk Pembenahan Hukum


TS
sadjar
Pelajaran Mary Jane untuk Pembenahan Hukum
Quote:

Koran di Filipina terlanjur mencetak berita bahwa hukuman mati terhadap Mary Jane Veloso telah dilaksanakan di Indonesia. Koran Filipina
Pelajaran Mary Jane untuk Pembenahan Hukum



Quote:
KOMPAS.com- Kasus Mary Jane Veloso memperlihatkan masih banyaknya kelemahan dalam hukum Indonesia. Maka itu, hukuman mati tak patut diterapkan dan Presiden Joko Widodo perlu meninjau lagi kebijakan menolak permohonan grasi tanpa memeriksa secara cermat, kata pengamat.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa memang benar "ternyata ada fakta-fakta dan indikasi bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia".
"Kemarin, ada orang yang menyerahkan diri kepada polisi Filipina, mengaku bahwa dialah sebenarnya yang merekrut Mary Jane dengan dalih untuk dipekerjakan di Malaysia, namun tiba-tiba dialihkan ke Indonesia, mendarat di Yogya," papar Prasetyo kepada para wartawan.
Ditunda, bukan dibatalkan
Namun Praseto menegaskan, bahwa statusnya sekarang ini adalah penundaan eksekusi, bukan pembatalan hukuman. Hal ini ditandaskan pula oleh Presiden Jokowi sendiri dalam kesempatan lain.
Direktur Eksekutif LSM Imparsial, Poengky Indarti, mengatakan bahwa paparan Prasetyo "menggambarkan buruknya hukum di Indonesia, yang tidak ada prinsip kehati-hatian, tidak ada prinsip fair trial".
"Dan kasus Mary Jane menunjukkan jelas, kebiasaan kebanyakan hakim di Indonesia, juga jaksa, yang tidak menggali permasalah dan fakta-fakta. Mereka lebih suka mendasarkan proses pengadilan pada apa yang ada di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disusun polisi. Mereka tidak teliti, tidak cermat dalam memeriksa BAP itu," kata Poengky.
Yang mengerikan, tambah Poengky, proses hukum yang jauh dari prinsip kehati-hatian itu juga terjadi untuk kasus-kasus yang ancamannya hukuman mati.
Sehingga hal ini membuka kemungkinan yang sangat besar, bahwa terdakwa dihukum mati, dan akhirnya dieksekusi, padahal tidak bersalah atau perbuatan pidananya tidak cukup berat untuk divonis dengan hukum mati.
Hal ini sebagaimana terjadi pada Mary Jane Veloso. Juga sebagaimana terjadi pada Zainal Abidin, warga Indonesia yang dieksekusi Rabu dini hari lalu bersama tujuh orang lain.
Menurut Poengky, hakim di berbagai tingkat tidak mempedulikan fakta bahwa Zainal Abidin disiksa dalam pemeriksaan agar mengaku, padahal ia hanya dijebak temannya sendiri.
Mary Jane Veloso sedikit lebih beruntung, karena di saat-saat akhir Presiden Jokowi berhasil diyakinkan tentang fakta-fakta di luar putusan pengadilan, khususnya setelah ada pengakuan orang yang menjebak "perempuan miskin" beranak dua itu.
Ledakan kegembiraan
Di Filipina, penundaan eksekusi Mary Jane Veloso disambut luar biasa gembira oleh ratusan orang yang berkumpul di depan Kedubes RI di Manila, dan di berbagai tempat di seluruh negeri.
Ivanka Custodio di Quezon City menjelaskan kepada BBC, "Orang-orang Filipina sangat senang dengan penundaan eksekusi ini. Kami menganggapnya sebagai semacam kemenangan, karena hampir semua yakin bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia, dan ia semestinya diperlakukan seperti itu."
Ia melanjutkan, apa yang terjadi pada Mary Jane Veloso seharusnya membuat berbagai pihak di Indonesia mendiskusikan lagi berbagai persoalan, baik tentang hukuman mati, pemberantasan obat bius, penegakkan hukum dan sistem pemerintahan yang bersih.
Senada dengan itu, Poengky Indarti mengingatkan begitu banyak orang tak berdaya dan naif seperti Mary Jane Veloso yang bisa diperalat sindikat obat bius dan kejahatan terorganisasi lain untuk iming-iming uang tak seberapa, karena kemiskinan.
Menjadi malapetaka besar jika orang-orang seperti itu jadi korban, dieksekusi mati atas nama ketegasan dan kedaulatan hukum. Di saat bersamaan, hukum tak bisa menjamah gembong besar yang biasanya dilindungi oleh aparat dan pejabat penting dan melibatkan orang-orang penting.
Poengky menegaskan yang tak bisa ditawar-tawar adalah menghapuskan hukuman mati, atau setidak-tidaknya menghentikan penerapannya, karena selalu bisa salah sasaran.
Poengky mengatakan, Presiden Jokowi perlu mengubah pendekatannya dalam menolak permohonan grasi.
"Grasi itu hak istimewa presiden yang harus dijalankan dengan sangat cermat dan hati-hati. Setiap keputusan menolak harus didasari pertimbangan yang cermat, bukan dengan prasangka sejak awal," kata Poengky.
Namun ia menegaskan, Presiden Jokowi mengambil langkah yang benar dengan memerintahkan eksekusi terhadap Mary Jane.
Ini, kata Poengky, bisa menjadi pintu bagi Presiden Jokowi untuk mengambil pendekatan berbeda dalam mengambil kebijakan dan keputusan di kemudian hari.
Terlebih jika menyangkut nyawa manusia.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa memang benar "ternyata ada fakta-fakta dan indikasi bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia".
"Kemarin, ada orang yang menyerahkan diri kepada polisi Filipina, mengaku bahwa dialah sebenarnya yang merekrut Mary Jane dengan dalih untuk dipekerjakan di Malaysia, namun tiba-tiba dialihkan ke Indonesia, mendarat di Yogya," papar Prasetyo kepada para wartawan.
Ditunda, bukan dibatalkan



Namun Praseto menegaskan, bahwa statusnya sekarang ini adalah penundaan eksekusi, bukan pembatalan hukuman. Hal ini ditandaskan pula oleh Presiden Jokowi sendiri dalam kesempatan lain.
Direktur Eksekutif LSM Imparsial, Poengky Indarti, mengatakan bahwa paparan Prasetyo "menggambarkan buruknya hukum di Indonesia, yang tidak ada prinsip kehati-hatian, tidak ada prinsip fair trial".
"Dan kasus Mary Jane menunjukkan jelas, kebiasaan kebanyakan hakim di Indonesia, juga jaksa, yang tidak menggali permasalah dan fakta-fakta. Mereka lebih suka mendasarkan proses pengadilan pada apa yang ada di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disusun polisi. Mereka tidak teliti, tidak cermat dalam memeriksa BAP itu," kata Poengky.
Yang mengerikan, tambah Poengky, proses hukum yang jauh dari prinsip kehati-hatian itu juga terjadi untuk kasus-kasus yang ancamannya hukuman mati.
Sehingga hal ini membuka kemungkinan yang sangat besar, bahwa terdakwa dihukum mati, dan akhirnya dieksekusi, padahal tidak bersalah atau perbuatan pidananya tidak cukup berat untuk divonis dengan hukum mati.
Hal ini sebagaimana terjadi pada Mary Jane Veloso. Juga sebagaimana terjadi pada Zainal Abidin, warga Indonesia yang dieksekusi Rabu dini hari lalu bersama tujuh orang lain.
Menurut Poengky, hakim di berbagai tingkat tidak mempedulikan fakta bahwa Zainal Abidin disiksa dalam pemeriksaan agar mengaku, padahal ia hanya dijebak temannya sendiri.
Mary Jane Veloso sedikit lebih beruntung, karena di saat-saat akhir Presiden Jokowi berhasil diyakinkan tentang fakta-fakta di luar putusan pengadilan, khususnya setelah ada pengakuan orang yang menjebak "perempuan miskin" beranak dua itu.
Ledakan kegembiraan



Di Filipina, penundaan eksekusi Mary Jane Veloso disambut luar biasa gembira oleh ratusan orang yang berkumpul di depan Kedubes RI di Manila, dan di berbagai tempat di seluruh negeri.
Ivanka Custodio di Quezon City menjelaskan kepada BBC, "Orang-orang Filipina sangat senang dengan penundaan eksekusi ini. Kami menganggapnya sebagai semacam kemenangan, karena hampir semua yakin bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia, dan ia semestinya diperlakukan seperti itu."
Ia melanjutkan, apa yang terjadi pada Mary Jane Veloso seharusnya membuat berbagai pihak di Indonesia mendiskusikan lagi berbagai persoalan, baik tentang hukuman mati, pemberantasan obat bius, penegakkan hukum dan sistem pemerintahan yang bersih.
Senada dengan itu, Poengky Indarti mengingatkan begitu banyak orang tak berdaya dan naif seperti Mary Jane Veloso yang bisa diperalat sindikat obat bius dan kejahatan terorganisasi lain untuk iming-iming uang tak seberapa, karena kemiskinan.
Menjadi malapetaka besar jika orang-orang seperti itu jadi korban, dieksekusi mati atas nama ketegasan dan kedaulatan hukum. Di saat bersamaan, hukum tak bisa menjamah gembong besar yang biasanya dilindungi oleh aparat dan pejabat penting dan melibatkan orang-orang penting.
Poengky menegaskan yang tak bisa ditawar-tawar adalah menghapuskan hukuman mati, atau setidak-tidaknya menghentikan penerapannya, karena selalu bisa salah sasaran.
Poengky mengatakan, Presiden Jokowi perlu mengubah pendekatannya dalam menolak permohonan grasi.
"Grasi itu hak istimewa presiden yang harus dijalankan dengan sangat cermat dan hati-hati. Setiap keputusan menolak harus didasari pertimbangan yang cermat, bukan dengan prasangka sejak awal," kata Poengky.
Namun ia menegaskan, Presiden Jokowi mengambil langkah yang benar dengan memerintahkan eksekusi terhadap Mary Jane.
Ini, kata Poengky, bisa menjadi pintu bagi Presiden Jokowi untuk mengambil pendekatan berbeda dalam mengambil kebijakan dan keputusan di kemudian hari.
Terlebih jika menyangkut nyawa manusia.
Quote:
Quote:
Prinsip kehati-hatian menggali permasalahan dan fakta-fakta, terlebih jika menyangkut nyawa manusia.

Ini Sosok Mary Jane, Terpidana Mati Kasus Narkoba Asal Filipina
Hacker Filipina serang Indonesia, tolak eksekusi mati Mary Jane
Mary Jane Tak Dibawa ke Lapangan Tembak Limus Buntu
Hacker Filipina serang Indonesia, tolak eksekusi mati Mary Jane
Mary Jane Tak Dibawa ke Lapangan Tembak Limus Buntu

Diubah oleh sadjar 30-04-2015 08:59
0
1.1K
Kutip
4
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan