- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
4 Hal Berbahaya dan Dianggap Sepele yang Terjadi di Masyarakat
TS
yoset_kaskus
4 Hal Berbahaya dan Dianggap Sepele yang Terjadi di Masyarakat
Lagi marak2 posting tentang kritik dan ungkapan kekecewaan terhadap pemerintah saat ini yang ane lihat hari2 ini, nah ane akan bahas dari segi "kita" sebagai individu yang menjadi anggota tubuh dari keutuhan NKRI tercinta kita.
"Kuman di seberang lautan kelihatan, gajah di pelupuk mata tidak terlihat." ~ peribahasa inilah yang harus tetap kita ingat
Memang tidak ada manusia yang sempurna, tapi yang ada adalah manusia yang mau belajar menjadi lebih baik dan manusia yang tidak mau berubah, langsung saja.
PS : Ini adalah opini dari TS, silahkan berkomentar karena kebebasan berpendapat di forum umum adalah mutlak, selama Anda tidak flaming, SARA, dan belajar menghargai orang lain meski ini hanya dunia maya
PEMBUKAAN:
Jujur, TS sangat sering mendengar tentang hal tersebut, dan di satu sisi saya bosan mendengarnya karena terlalu sering. Tapi di sisi lain saya sangat prihatin merasakannya bahwa saya juga adalah rakyat Indonesia. TS berpikir, kenapa demikian, sebegitu burukkah Indonesia di mata internasional? Sebobrok apakah mental kita? Saat saya mendengar orang asing berkata buruk tentang Indonesia, dalam hati kecil saya tidak bisa berkata apa-apa karena memang benar yang mereka katakan.
Contoh, saat di Singapura, TS bersama teman-teman sedang berlibur, dan salah seorang dari rombongan tidak tahu bahwa ada larangan untuk memakan / meminum apapun dalam transportasi umum (saat itu kami sedang menaiki MRT), dan dia mengeluarkan kaleng minumannya dengan santai dan meminumnya saat di stasiun. Lalu datang seorang petugas stasiun menegur kami,
"Hey! Can't you please read that sign? No food or drink is allowed here. Not in the train, not in the station. You must be Indonesian, right? I'll let you go this time, read the rules carefully or you will be fined! Now go, put that drink away!"
Dari pengalaman itu, betapa mudahnya mereka men-judge bahwa Indonesian always break the rules, dan memang terbukti demikian. Berarti memang mayoritas pelanggar di sana adalah turis Indonesia kalau mereka sampai bisa mengenali hanya karena pelanggaran yang waktu itu menurut kami adalah "SEPELE"
Setelah merenungkan beberapa waktu lamanya untuk merefleksikan, mungkin sebenarnya sudah banyak dari kita, rakyat Indonesia yang tahu penyebabnya, tapi tidak mau tahu tentangnya dan tidak mau merubah dirinya sendiri. Saya tidak ingin lagi mendengar bangsa Indonesia ini direndahkan lagi oleh orang luar. Dan intinya adalah "Rules are rules", coba pertanyakan hal ini kepada dirimu sendiri, "Tapi kan aturan ada dibuat untuk dilanggar?" - pemikiran seperti inilah sesaat terlihat lucu, tapi bisa menjadi permasalahan.
Bukan tentang melanggar aturan dengan berani itu COOL abis, dan terlalu taat aturan itu NERD abis. NO! TS dulu berpikiran seperti itu, tapi setelah banyak mendapat input tentang otoritas dan ketaatan, TS baru sadar bahwa selama ini tindakan yang menurut TS cool adalah sangat keliru.
Hal2 sepele seperti inilah yang mendarah daging dalam kita, dan mari kita sama2 merefleksikannya, karena itu langsung saja mari kita sama2 belajar untuk mengenalinya, dan TS berusaha untuk memberikan solusi, jadi bukan hanya kritik semata, tapi yang lebih diperlukan itu solusinya.
Berikut adalah opini TS tentang hal2 sepele yang ada dalam masyarakat kita yang sangat tidak benar, akan saya coba bahas dari hal yang paling non-fundamental ke yang paling mendasar:
1. Kurangnya Sikap Berjiwa Besar dan Sombongnya Amit2
2. Rendahnya Apresiasi terhadap Usaha dan Berpikiran Sempit
4. Rendahnya Kejujuran dan Integritas
Surprise!!
Dari penelitian tentang perubahan diri, berikut persentase-nya:
50% - Perubahan datang dari diri sendiri
40% - Perubahan karena masalah besar yang timbul
8% - Perubahan karena masukan dari orang lain
2% - Perubahan karena firman dalam ibadah
Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan dan tritnya acakadul, masukan bisa taruh di komeng. Ingat no SARA n Flame.
"Kuman di seberang lautan kelihatan, gajah di pelupuk mata tidak terlihat." ~ peribahasa inilah yang harus tetap kita ingat
Memang tidak ada manusia yang sempurna, tapi yang ada adalah manusia yang mau belajar menjadi lebih baik dan manusia yang tidak mau berubah, langsung saja.
PS : Ini adalah opini dari TS, silahkan berkomentar karena kebebasan berpendapat di forum umum adalah mutlak, selama Anda tidak flaming, SARA, dan belajar menghargai orang lain meski ini hanya dunia maya
PEMBUKAAN:
Spoiler for :
Quote:
Pernahkah Anda mendengar kabar tentang perdebatan antar warga, bahkan konflik hanya karena hal sepele? Pernahkah Anda mendengar dari orang non-WNI yang berkata Indonesia adalah negara indah tapi berbahaya? Pernahkah Anda pergi ke luar negeri lalu orang negara itu berkata rendah tentang Indonesia? Berapa banyak tindak kriminal yang Anda lihat di berita baik elektronik maupun cetak yang terjadi hanya karena hal sepele yang mampu Anda hitung dan ingat?
Jujur, TS sangat sering mendengar tentang hal tersebut, dan di satu sisi saya bosan mendengarnya karena terlalu sering. Tapi di sisi lain saya sangat prihatin merasakannya bahwa saya juga adalah rakyat Indonesia. TS berpikir, kenapa demikian, sebegitu burukkah Indonesia di mata internasional? Sebobrok apakah mental kita? Saat saya mendengar orang asing berkata buruk tentang Indonesia, dalam hati kecil saya tidak bisa berkata apa-apa karena memang benar yang mereka katakan.
Contoh, saat di Singapura, TS bersama teman-teman sedang berlibur, dan salah seorang dari rombongan tidak tahu bahwa ada larangan untuk memakan / meminum apapun dalam transportasi umum (saat itu kami sedang menaiki MRT), dan dia mengeluarkan kaleng minumannya dengan santai dan meminumnya saat di stasiun. Lalu datang seorang petugas stasiun menegur kami,
"Hey! Can't you please read that sign? No food or drink is allowed here. Not in the train, not in the station. You must be Indonesian, right? I'll let you go this time, read the rules carefully or you will be fined! Now go, put that drink away!"
Dari pengalaman itu, betapa mudahnya mereka men-judge bahwa Indonesian always break the rules, dan memang terbukti demikian. Berarti memang mayoritas pelanggar di sana adalah turis Indonesia kalau mereka sampai bisa mengenali hanya karena pelanggaran yang waktu itu menurut kami adalah "SEPELE"
Setelah merenungkan beberapa waktu lamanya untuk merefleksikan, mungkin sebenarnya sudah banyak dari kita, rakyat Indonesia yang tahu penyebabnya, tapi tidak mau tahu tentangnya dan tidak mau merubah dirinya sendiri. Saya tidak ingin lagi mendengar bangsa Indonesia ini direndahkan lagi oleh orang luar. Dan intinya adalah "Rules are rules", coba pertanyakan hal ini kepada dirimu sendiri, "Tapi kan aturan ada dibuat untuk dilanggar?" - pemikiran seperti inilah sesaat terlihat lucu, tapi bisa menjadi permasalahan.
Bukan tentang melanggar aturan dengan berani itu COOL abis, dan terlalu taat aturan itu NERD abis. NO! TS dulu berpikiran seperti itu, tapi setelah banyak mendapat input tentang otoritas dan ketaatan, TS baru sadar bahwa selama ini tindakan yang menurut TS cool adalah sangat keliru.
Hal2 sepele seperti inilah yang mendarah daging dalam kita, dan mari kita sama2 merefleksikannya, karena itu langsung saja mari kita sama2 belajar untuk mengenalinya, dan TS berusaha untuk memberikan solusi, jadi bukan hanya kritik semata, tapi yang lebih diperlukan itu solusinya.
Spoiler for Belajar:
Berikut adalah opini TS tentang hal2 sepele yang ada dalam masyarakat kita yang sangat tidak benar, akan saya coba bahas dari hal yang paling non-fundamental ke yang paling mendasar:
1. Kurangnya Sikap Berjiwa Besar dan Sombongnya Amit2
Orang timur terkenal dengan adat sopan santunnya yang luar biasa, yang tidak begitu dimiliki oleh orang barat. Di sini kita harus bangga. Tapi karena itu juga, rasa gengsi akan senioritas dan kehormatan dari perbedaan umur juga sangat dijunjung tinggi. Ini yang menyebabkan kenapa kita orang timur sangat sulit untuk dekat dengan orang tua seperti yang dilakukan orang barat, mereka bergaul antara ayah dan anak seperti teman karib dan bisa bertukar pikiran begitu mudahnya (meskipun kadang juga kelewat batas).
Batasan yang muncul inilah menjadi barrier di mana orang tua akan menganggap anak tidak bisa memberi masukan dan saat orang tua melakukan kesalahan, mereka akan sulit untuk berkata "Maaf.." di hadapan anak mereka sendiri. Kemudian membentuk image orang tua yang keras (bukan berarti keras dalam mendidik) sehingga tanpa disadari anakpun juga akan menjadi sosok demikian. Mereka akan sulit menerima masukan dari orang lain dan sulit mengakui kesalahan.
Renungkan hal tersebut, pasti agan akan menyadari, sebenarnya awal mula konflik, tindak kriminal hanya karena cekcok, berasal dari kurangnya sikap jiwa besar dalam diri kita.
Ada berita beberapa hari lalu, petugas mengalami luka kritis karena menegur orang yang merokok sembarangan di tempat umum.
Wasit dikeroyok oleh official dan pemain sepak bola setelah memberikan kartu kepada pemain tim X karena melakukan pelanggaran.
Pengendara motor adu jotos karena bersenggolan di jalan raya.
Seorang laki-laki membunuh kekasihnya karena tidak terima dikatakan bau badan. Dan masih banyak lagi, setiap hari selalu ada saja yang baru.
Updated
Tabrak motor di Perlintasan Liar Cilejit, KRL ditimpuki batu oleh warga sepanjang hari - WTF!!!
Apakah ini kebetulan? No!
TS akui, sangat banyak sekali orang2 yang tidak punya jiwa besar untuk menerima dan mengakui kesalahan, bahkan sampai mereka berani melawan otoritas yang benar.
Pengalaman TS, saat menyenggol orang di jalan, orang bule sangat cepat untuk mengatakan maaf duluan dibanding dengan orang Indonesia, sekitar 7:3 mungkin proporsinya.
Agan yang pernah mengalami pasti akan menyadarinya. Tidak semua memang, tapi dari pengalaman memang demikian, bukan dibuat-buat untuk membanggakan orang luar. Ini faktanya, dan kenapa tidak kita belajar dari mereka? Kalo agan baca ini langsung negatif thinking, berarti agan perlu baca pembahasan ini lebih jauh lagi
SOLUSI:
Mari belajar mendengar apa kata orang, merenungkannya, dan pikirlah baik-baik apakah memang demikian kita adanya? Jika memang kita yang salah, ayo berani mengucapkan maaf terlebih dulu, karena orang yang berani mengucapkan maaf adalah orang yang Gentle dan berjiwa besar. Dan belajarlah untuk tersenyum saat menghadapi orang lain. Kalau agan sudah jadi orang tua, coba jadilah sahabat untuk anak-anak agan sekalian, jangan jadi orang tua yang kaku dan beranilah meminta maaf pada anak jika agan memang salah. Tidak semua kebudayaan barat itu buruk, kalau ada yang bagus kenapa tidak kita terapkan?
Batasan yang muncul inilah menjadi barrier di mana orang tua akan menganggap anak tidak bisa memberi masukan dan saat orang tua melakukan kesalahan, mereka akan sulit untuk berkata "Maaf.." di hadapan anak mereka sendiri. Kemudian membentuk image orang tua yang keras (bukan berarti keras dalam mendidik) sehingga tanpa disadari anakpun juga akan menjadi sosok demikian. Mereka akan sulit menerima masukan dari orang lain dan sulit mengakui kesalahan.
Renungkan hal tersebut, pasti agan akan menyadari, sebenarnya awal mula konflik, tindak kriminal hanya karena cekcok, berasal dari kurangnya sikap jiwa besar dalam diri kita.
Ada berita beberapa hari lalu, petugas mengalami luka kritis karena menegur orang yang merokok sembarangan di tempat umum.
Wasit dikeroyok oleh official dan pemain sepak bola setelah memberikan kartu kepada pemain tim X karena melakukan pelanggaran.
Pengendara motor adu jotos karena bersenggolan di jalan raya.
Seorang laki-laki membunuh kekasihnya karena tidak terima dikatakan bau badan. Dan masih banyak lagi, setiap hari selalu ada saja yang baru.
Updated
Tabrak motor di Perlintasan Liar Cilejit, KRL ditimpuki batu oleh warga sepanjang hari - WTF!!!
Apakah ini kebetulan? No!
TS akui, sangat banyak sekali orang2 yang tidak punya jiwa besar untuk menerima dan mengakui kesalahan, bahkan sampai mereka berani melawan otoritas yang benar.
Pengalaman TS, saat menyenggol orang di jalan, orang bule sangat cepat untuk mengatakan maaf duluan dibanding dengan orang Indonesia, sekitar 7:3 mungkin proporsinya.
Agan yang pernah mengalami pasti akan menyadarinya. Tidak semua memang, tapi dari pengalaman memang demikian, bukan dibuat-buat untuk membanggakan orang luar. Ini faktanya, dan kenapa tidak kita belajar dari mereka? Kalo agan baca ini langsung negatif thinking, berarti agan perlu baca pembahasan ini lebih jauh lagi
SOLUSI:
Mari belajar mendengar apa kata orang, merenungkannya, dan pikirlah baik-baik apakah memang demikian kita adanya? Jika memang kita yang salah, ayo berani mengucapkan maaf terlebih dulu, karena orang yang berani mengucapkan maaf adalah orang yang Gentle dan berjiwa besar. Dan belajarlah untuk tersenyum saat menghadapi orang lain. Kalau agan sudah jadi orang tua, coba jadilah sahabat untuk anak-anak agan sekalian, jangan jadi orang tua yang kaku dan beranilah meminta maaf pada anak jika agan memang salah. Tidak semua kebudayaan barat itu buruk, kalau ada yang bagus kenapa tidak kita terapkan?
2. Rendahnya Apresiasi terhadap Usaha dan Berpikiran Sempit
Sambungan dari point pertama, yang masih berkaitan dengan budaya timur yang sarat gengsi dan kehormatan. Orang Indonesia, TS akui adalah orang yang sangat-sangat tidak menghargai kerja keras, dalam artian mengapresiasi karya orang lain.
Hal ini juga sudah tertanam sejak kecil, di mana orang tua hanya menghargai nilai akademis dan mengacuhkan nilai2 seni dan bakat minat dari anak. TS mengalami hal ini sendiri sejak kecil sehingga TS merupakan mantan anak yang benci dengan nilai sekolah meskipun TS sering juara kelas tapi TS lebih menyukai musik yang masa itu kurang dihargai.
Imbasnya, saat sudah besar pun, banyak dari kita yang hanya melihat nilai usaha konkrit dan mengacuhkan yang abstrak. Contoh nyata?
Lihat betapa sulit orang Indonesia untuk memberikan standing ovation (tepuk tangan sambil berdiri) saat menonton konser. Lalu, saat agan datang ke pesta nikah, saat MC memberikan aba2 untuk memberi tepuk tangan yang meriah untuk menyambut mempelai, tidak akan lebih dari 2 detik, TS jamin itu. Apalagi jika jamuan sudah dihidangkan, mungkin hanya sekitar 2-5 orang yang akan menyempatkan diri meletakkan sendok untuk memberi tepuk tangan. Sorry, inilah faktanya, krn TS adalah musisi juga yang sering berhadapan dengan hal2 demikian.
Saat TS menonton konser drama klasikal di Singapura, mereka masih bisa memberikan tepuk tangan sekitar 1 menit penuh saat layar ditutup. TS bandingkan dengan konser serupa di Indonesia, hanya sekitar 3-6 detik, sudah habis. Terlalu jauh jika dibanding dengan orang bule, sampai panggung sudah gelap pun mereka masih bisa lanjut tepuk tangan hingga 5-10 menit.
Ya, orang Indonesia sulit menghargai usaha orang lain, yang berujung pada kurangnya rasa terima kasih. Terdengar sepele, tapi hal inilah yang jadi akar dari bangsa kita tidak menghargai negaranya sendiri.
Hutannya sendiri dirusak, kalau sudah banjir menyalahkan pemerintah. Laut dan terumbu karang dirusak, kalau ikan sudah langka menyalahkan pemerintah. Tempat wisata bagus2 tapi mencoreng wajah sendiri dengan memalaki para wisatawan, kalau sepi bilangnya pemerintah tidak mengelola dengan baik.
Bahkan TS sering menegur anak kecil yang tidak punya kesadaran dengan mudahnya membuang sampah dengan santainya di trotoar tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ya, yang salah adalah orang tuanya, tapi harus ada juga pengertian kepada anak tersebut mengapa hal tersebut tidak boleh.
SOLUSI:
Mari belajar untuk menghargai orang lain akan usahanya. Ingatlah film superhero Hancock, saat ia diajari untuk berkata "Good job!" kepada orang lain. Dimulai dari keluarga, biasakanlah untuk memuji anak agan (baik yang sudah punya maupun yang kelak akan punya), hargailah karya-karyanya agar anak agan kelak juga jadi orang yang bisa menghargai orang lain dan juga apa yang ia miliki. Ajarkan tentang pentingnya ucapan "Terima Kasih", karena zaman sekarang TS sudah jarang sekali menemukan anak yang tahu sopan santun dalam berterimakasih. Kita harus belajar untuk bersyukur dalam segala apapun, belajar untuk melihat apa sih yang bisa kita syukuri. TS selalu ingat akan prinsip "Untung masih begini", misal saat TS mengalami kecelakaan dan keluar banyak biaya untuk perbaikan, TS masih ingat, "Untung saya ga kenapa2, cuma kendaraan aja yang rusak". Dengan belajar melihat nilai abstrak, kita akan bisa untuk menghargai apa yang tidak bisa kita nominalkan. Dan saat bangsa kita bisa mengapresiasi karya sendiri, maka akan banyak bermunculan penemuan2 baru dan seniman2 tersohor dari Indonesia kelak
Hal ini juga sudah tertanam sejak kecil, di mana orang tua hanya menghargai nilai akademis dan mengacuhkan nilai2 seni dan bakat minat dari anak. TS mengalami hal ini sendiri sejak kecil sehingga TS merupakan mantan anak yang benci dengan nilai sekolah meskipun TS sering juara kelas tapi TS lebih menyukai musik yang masa itu kurang dihargai.
Imbasnya, saat sudah besar pun, banyak dari kita yang hanya melihat nilai usaha konkrit dan mengacuhkan yang abstrak. Contoh nyata?
Lihat betapa sulit orang Indonesia untuk memberikan standing ovation (tepuk tangan sambil berdiri) saat menonton konser. Lalu, saat agan datang ke pesta nikah, saat MC memberikan aba2 untuk memberi tepuk tangan yang meriah untuk menyambut mempelai, tidak akan lebih dari 2 detik, TS jamin itu. Apalagi jika jamuan sudah dihidangkan, mungkin hanya sekitar 2-5 orang yang akan menyempatkan diri meletakkan sendok untuk memberi tepuk tangan. Sorry, inilah faktanya, krn TS adalah musisi juga yang sering berhadapan dengan hal2 demikian.
Saat TS menonton konser drama klasikal di Singapura, mereka masih bisa memberikan tepuk tangan sekitar 1 menit penuh saat layar ditutup. TS bandingkan dengan konser serupa di Indonesia, hanya sekitar 3-6 detik, sudah habis. Terlalu jauh jika dibanding dengan orang bule, sampai panggung sudah gelap pun mereka masih bisa lanjut tepuk tangan hingga 5-10 menit.
Ya, orang Indonesia sulit menghargai usaha orang lain, yang berujung pada kurangnya rasa terima kasih. Terdengar sepele, tapi hal inilah yang jadi akar dari bangsa kita tidak menghargai negaranya sendiri.
Hutannya sendiri dirusak, kalau sudah banjir menyalahkan pemerintah. Laut dan terumbu karang dirusak, kalau ikan sudah langka menyalahkan pemerintah. Tempat wisata bagus2 tapi mencoreng wajah sendiri dengan memalaki para wisatawan, kalau sepi bilangnya pemerintah tidak mengelola dengan baik.
Bahkan TS sering menegur anak kecil yang tidak punya kesadaran dengan mudahnya membuang sampah dengan santainya di trotoar tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ya, yang salah adalah orang tuanya, tapi harus ada juga pengertian kepada anak tersebut mengapa hal tersebut tidak boleh.
SOLUSI:
Mari belajar untuk menghargai orang lain akan usahanya. Ingatlah film superhero Hancock, saat ia diajari untuk berkata "Good job!" kepada orang lain. Dimulai dari keluarga, biasakanlah untuk memuji anak agan (baik yang sudah punya maupun yang kelak akan punya), hargailah karya-karyanya agar anak agan kelak juga jadi orang yang bisa menghargai orang lain dan juga apa yang ia miliki. Ajarkan tentang pentingnya ucapan "Terima Kasih", karena zaman sekarang TS sudah jarang sekali menemukan anak yang tahu sopan santun dalam berterimakasih. Kita harus belajar untuk bersyukur dalam segala apapun, belajar untuk melihat apa sih yang bisa kita syukuri. TS selalu ingat akan prinsip "Untung masih begini", misal saat TS mengalami kecelakaan dan keluar banyak biaya untuk perbaikan, TS masih ingat, "Untung saya ga kenapa2, cuma kendaraan aja yang rusak". Dengan belajar melihat nilai abstrak, kita akan bisa untuk menghargai apa yang tidak bisa kita nominalkan. Dan saat bangsa kita bisa mengapresiasi karya sendiri, maka akan banyak bermunculan penemuan2 baru dan seniman2 tersohor dari Indonesia kelak
4. Rendahnya Kejujuran dan Integritas
Mulai memasuki ke hal fundamental, yang menjadi dasar kehidupan agan2. Apakah kita adalah orang yang jujur? Oke, mungkin kita tidak pernah lagi mencuri, kita tidak menipu, kita tidak memfitnah, bagus. Bagaimana dengan integritas kita terhadap aturan yang ada? Aturan lalu lintas mungkin? Saat tidak ada polisi dan waktu sudah larut malam dan kita sendirian, apakah kita masih taat marka jalan, rambu2, dan lampu merah? Saat yang lain banyak yang menerobos lampu merah, apakah agan tetap teguh taat aturan atau ikutan yang lain?
Mungkin sebagian besar dari agan belum menang untuk hal yang disebut terakhir (mungkin lho). TS memang sering mengamati hal2 kecil di sekitar, yaitu saat di lampu merah. Di kota manapun TS singgah, pasti ada aja, kebanyakan motor dan kadang mobil, yang sengaja menerobos, baik memang sedang merah, ataupun yang berpura2 saat dari kuning menjadi merah, yang mengakibatkan banyak bunyi klakson panjang dari arah lain yang sudah mulai jalan. Jujur aja, TS pernah marah besar krn orang yang demikian saat TS mengendarai motor juga sampai2 TS tendang motor yang menerobos itu (JANGAN DITIRU!! )
Sebegitu rendahnya integritas kita terhadap aturan yang sudah dibuat oleh otoritas di atas kita? Hal2 seperti itu adalah bibit2 ketidakjujuran yang merupakan akar dari korupsi2 yang marak di pemerintahan kita. Di satu sisi memang karena hukuman di Indonesia bukan lagi rahasia umum, empuk di atas tajam di bawah, dan hukumannya untuk pelanggaran yang dianggap sepele juga disepelekan, yang membuat masyarakat tidak kapok.
Tidak usah jauh-jauh, bandingkan dengan Singapura, ada larangan memberi makan burung merpati, sepele? Sepele banget, coba agan lakukan di tempat yang memang dilarang, maka siap-siaplah untuk merogoh SG$300 (3 juta rupiah) untuk dendanya. Masih mau mencoba?
Korupsi waktu, masuk kerja leha2 dulu, jam istirahat molorrrr ga balik2, pulangnya sangat ontime sampai ke detik2nya.
Pulang sekolah main melulu, udah malam capek ga kerjain PR dan ga belajar, besoknya PR nyontek punya teman waktu dibahas di kelas bingung ga bisa jawab, ujian nyontek teman juga padahal Open Book.
Mau masuk kelas tiba-tiba malas, tapi karena jatah bolos udah limit, minta tolong temen isi absensi.
Soal UN bocor dan diperjual belikan oleh oknum tertentu, pengawas ujian pura2 tidak lihat ada siswa mencontek.
Banyak sekali, dan kalo agan2 menganggap hal di atas bukan masalah besar, hati-hati, itu berarti agan sudah setuju dengan tindak korupsi secara tidak sadar. Toleransi tersebut berakibat perbuatan-perbuatan yang menyimpang itu akan menjadi kebiasaan yang terus menerus dilakukan oleh agan.
SOLUSI:
Hal integritas adalah hal yang sulit dan harus dari diri sendiri yang terus mengingatkan. Sejak dini, ingatkan kepada anak2 agan, bahwa ada Tuhan yang selalu mengawasi kita, karena saat kita sendirian tidak ada orang lain, itulah momen integritas sejati kita sedang diuji. Kita adalah negara beragama, tapi banyak kelakuan kita seperti orang tidak punya Tuhan, kita tidak sadar bahwa otoritas yang membuat aturan di atas kita adalah perpanjangan dari otoritas Tuhan. Ingatlah ini, saat kita tidak taat terhadap aturan, maka kita sebenarnya sedang melawan Tuhan. Siapa sih kita ini kok berani2 melawan Tuhan??
Mungkin sebagian besar dari agan belum menang untuk hal yang disebut terakhir (mungkin lho). TS memang sering mengamati hal2 kecil di sekitar, yaitu saat di lampu merah. Di kota manapun TS singgah, pasti ada aja, kebanyakan motor dan kadang mobil, yang sengaja menerobos, baik memang sedang merah, ataupun yang berpura2 saat dari kuning menjadi merah, yang mengakibatkan banyak bunyi klakson panjang dari arah lain yang sudah mulai jalan. Jujur aja, TS pernah marah besar krn orang yang demikian saat TS mengendarai motor juga sampai2 TS tendang motor yang menerobos itu (JANGAN DITIRU!! )
Sebegitu rendahnya integritas kita terhadap aturan yang sudah dibuat oleh otoritas di atas kita? Hal2 seperti itu adalah bibit2 ketidakjujuran yang merupakan akar dari korupsi2 yang marak di pemerintahan kita. Di satu sisi memang karena hukuman di Indonesia bukan lagi rahasia umum, empuk di atas tajam di bawah, dan hukumannya untuk pelanggaran yang dianggap sepele juga disepelekan, yang membuat masyarakat tidak kapok.
Tidak usah jauh-jauh, bandingkan dengan Singapura, ada larangan memberi makan burung merpati, sepele? Sepele banget, coba agan lakukan di tempat yang memang dilarang, maka siap-siaplah untuk merogoh SG$300 (3 juta rupiah) untuk dendanya. Masih mau mencoba?
Korupsi waktu, masuk kerja leha2 dulu, jam istirahat molorrrr ga balik2, pulangnya sangat ontime sampai ke detik2nya.
Pulang sekolah main melulu, udah malam capek ga kerjain PR dan ga belajar, besoknya PR nyontek punya teman waktu dibahas di kelas bingung ga bisa jawab, ujian nyontek teman juga padahal Open Book.
Mau masuk kelas tiba-tiba malas, tapi karena jatah bolos udah limit, minta tolong temen isi absensi.
Soal UN bocor dan diperjual belikan oleh oknum tertentu, pengawas ujian pura2 tidak lihat ada siswa mencontek.
Banyak sekali, dan kalo agan2 menganggap hal di atas bukan masalah besar, hati-hati, itu berarti agan sudah setuju dengan tindak korupsi secara tidak sadar. Toleransi tersebut berakibat perbuatan-perbuatan yang menyimpang itu akan menjadi kebiasaan yang terus menerus dilakukan oleh agan.
SOLUSI:
Hal integritas adalah hal yang sulit dan harus dari diri sendiri yang terus mengingatkan. Sejak dini, ingatkan kepada anak2 agan, bahwa ada Tuhan yang selalu mengawasi kita, karena saat kita sendirian tidak ada orang lain, itulah momen integritas sejati kita sedang diuji. Kita adalah negara beragama, tapi banyak kelakuan kita seperti orang tidak punya Tuhan, kita tidak sadar bahwa otoritas yang membuat aturan di atas kita adalah perpanjangan dari otoritas Tuhan. Ingatlah ini, saat kita tidak taat terhadap aturan, maka kita sebenarnya sedang melawan Tuhan. Siapa sih kita ini kok berani2 melawan Tuhan??
Surprise!!
Spoiler for :
Kalau Agan tidak sadar bahwa point nomor 3 tidak ada, maka agan wajib baca yang ini:
3. Malas dan Suka Jalan Pintas
3. Malas dan Suka Jalan Pintas
Beberapa point yang TS tulis terinspirasi dari tulisan Bapak Soerjono Soekanto tentang sosiologi dalam kehidupan bermasyarakat. Kalo agan rajin, pasti agan akan ketik di mbah Gugel tentang beliau.
BTT, TS sangat setuju bahwa mayoritas (bukan 100%) orang Indonesia malas dan suka hal2 instan. Misal:
Warga yang tergolong kurang mampu, mengeluh tentang sulitnya untuk mencari nafkah dan menyalahkan pemerintah yg menarik subsidi BBM. Tapi nyatanya sebagian besar dari mereka suka sekali nongkrong di warung sampai larut malam, merokok tanpa henti, dan siang hari santai2 bermain HP tanpa henti. Itu duit kalo buat makan udah berapa hari?
Maraknya permainan uang MM*, karena tanpa susah payah, iming2 laba 30% per minggu, sangat menggiurkan bagi orang malas.
Orang Indonesia sangat suka dibodohi tentang hal2 klenik yang berbau pesugihan, pelaris, dll, ciri2 bangsa malas.
Malas membaca buku, terutama yang panjang-panjang dan hanya berupa literatur penjelasan panjang sana-sini, sehingga isi trit ini pun tidak dibaca sama sekali, hanya komen junk.
Hal2 di atas tidak berlaku untuk negara maju yang memiliki tingkat persaingan tinggi. Workaholic di mana2, MM* tidak berjalan sama sekali di negara maju, kaya instan dianggap BULLSHIT di sana, dan perpustakaan selalu ramai dan sangat dihargai.
Di sini, dari pengalaman TS saat mahasiswa, jika bukan karena aturan kampus yang mewajibkan mahasiswa aktif di perpustakaan dan meminjam buku, TS yakin perpustakaan akan sepi dan hanya segelintir orang yang mendiaminya. Kenapa? Karena banyak yang saat itu TS tanya tentang isi buku yang dipinjam, bingung tentang apa sebenarnya buku itu, karena banyak dari teman2 kuliah TS yang hanya sekedar meminjam, tapi malas untuk membacanya.
SOLUSI:
Biasakanlah sejak muda untuk kita bekerja keras, jangan mengeluh, dan jangan puas dengan pencapaian yang ada. Cobalah untuk merasa "iri" secara positif akan keberhasilan orang lain, dan motivasi diri kita untuk minimal juga bisa sukses seperti orang tersebut. Tanamkan pikiran sebagai pekerja keras dan membuat planning dan visi ke depan, karena orang yang tidak punya visi akan mengikuti arus saja dan orang inilah yang akan jadi orang "pas-pas an" saja. Pelajari apapun yang bisa kita pelajari selagi muda, dan belajar menghargai ilmu karena apapun ilmu yang kita dapat suatu saat bisa berguna kelak.
Ada pepatah berkata "Kejarlah ilmu ke negeri China.", yang berarti belajarlah dari orang Chinese, kita bisa lihat kenapa jarang sekali mereka jadi gelandangan dan pengemis. Bukan berarti orang Chinese di Indonesia tidak ada yang miskin, tapi karena agan akui atau tidak, etos kerja orang Chinese lebih tinggi dari orang Indonesia asli pada umumnya, dan kita bisa lihat faktanya di sekitar kita.
Sudah bukan waktunya kita termakan umpan Divide et Emperadari zaman kolonial, kesampingkan hal SARA seperti itu, kalau mereka lebih baik, kenapa kita tidak belajar sama mereka? Dan ingat, mereka itu hanya keturunan dari China, tapi mereka adalah warga negara dan bangsa Indonesia juga.
Kalau agan tetap negatif thinking ttg hal tersebut, berarti agan jelas masuk dalam kategori poin kedua di atas. Toh sudah sangat banyak juga orang2 yang "asli" Indonesia yang mau membuka pikiran dan ikut sukses juga. Pemikiran kolot dan bebal tidak akan mengubah hidup agan2 sekalian.
BTT, TS sangat setuju bahwa mayoritas (bukan 100%) orang Indonesia malas dan suka hal2 instan. Misal:
Warga yang tergolong kurang mampu, mengeluh tentang sulitnya untuk mencari nafkah dan menyalahkan pemerintah yg menarik subsidi BBM. Tapi nyatanya sebagian besar dari mereka suka sekali nongkrong di warung sampai larut malam, merokok tanpa henti, dan siang hari santai2 bermain HP tanpa henti. Itu duit kalo buat makan udah berapa hari?
Maraknya permainan uang MM*, karena tanpa susah payah, iming2 laba 30% per minggu, sangat menggiurkan bagi orang malas.
Orang Indonesia sangat suka dibodohi tentang hal2 klenik yang berbau pesugihan, pelaris, dll, ciri2 bangsa malas.
Malas membaca buku, terutama yang panjang-panjang dan hanya berupa literatur penjelasan panjang sana-sini, sehingga isi trit ini pun tidak dibaca sama sekali, hanya komen junk.
Hal2 di atas tidak berlaku untuk negara maju yang memiliki tingkat persaingan tinggi. Workaholic di mana2, MM* tidak berjalan sama sekali di negara maju, kaya instan dianggap BULLSHIT di sana, dan perpustakaan selalu ramai dan sangat dihargai.
Di sini, dari pengalaman TS saat mahasiswa, jika bukan karena aturan kampus yang mewajibkan mahasiswa aktif di perpustakaan dan meminjam buku, TS yakin perpustakaan akan sepi dan hanya segelintir orang yang mendiaminya. Kenapa? Karena banyak yang saat itu TS tanya tentang isi buku yang dipinjam, bingung tentang apa sebenarnya buku itu, karena banyak dari teman2 kuliah TS yang hanya sekedar meminjam, tapi malas untuk membacanya.
SOLUSI:
Biasakanlah sejak muda untuk kita bekerja keras, jangan mengeluh, dan jangan puas dengan pencapaian yang ada. Cobalah untuk merasa "iri" secara positif akan keberhasilan orang lain, dan motivasi diri kita untuk minimal juga bisa sukses seperti orang tersebut. Tanamkan pikiran sebagai pekerja keras dan membuat planning dan visi ke depan, karena orang yang tidak punya visi akan mengikuti arus saja dan orang inilah yang akan jadi orang "pas-pas an" saja. Pelajari apapun yang bisa kita pelajari selagi muda, dan belajar menghargai ilmu karena apapun ilmu yang kita dapat suatu saat bisa berguna kelak.
Ada pepatah berkata "Kejarlah ilmu ke negeri China.", yang berarti belajarlah dari orang Chinese, kita bisa lihat kenapa jarang sekali mereka jadi gelandangan dan pengemis. Bukan berarti orang Chinese di Indonesia tidak ada yang miskin, tapi karena agan akui atau tidak, etos kerja orang Chinese lebih tinggi dari orang Indonesia asli pada umumnya, dan kita bisa lihat faktanya di sekitar kita.
Sudah bukan waktunya kita termakan umpan Divide et Emperadari zaman kolonial, kesampingkan hal SARA seperti itu, kalau mereka lebih baik, kenapa kita tidak belajar sama mereka? Dan ingat, mereka itu hanya keturunan dari China, tapi mereka adalah warga negara dan bangsa Indonesia juga.
Kalau agan tetap negatif thinking ttg hal tersebut, berarti agan jelas masuk dalam kategori poin kedua di atas. Toh sudah sangat banyak juga orang2 yang "asli" Indonesia yang mau membuka pikiran dan ikut sukses juga. Pemikiran kolot dan bebal tidak akan mengubah hidup agan2 sekalian.
Dari penelitian tentang perubahan diri, berikut persentase-nya:
50% - Perubahan datang dari diri sendiri
40% - Perubahan karena masalah besar yang timbul
8% - Perubahan karena masukan dari orang lain
2% - Perubahan karena firman dalam ibadah
Secara rohani, Tuhan ingin kita semakin baik, tapi kita tidak akan bisa berubah kalau bukan karena diri kita sendiri yang ingin berubah.
Terima kasih sudah membaca curhat dan sharing dari TS
Kalau berkenan
+
Bukan mengharapkan
Kalau berkenan
+
Bukan mengharapkan
Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan dan tritnya acakadul, masukan bisa taruh di komeng. Ingat no SARA n Flame.
Diubah oleh yoset_kaskus 27-04-2015 05:58
0
3.7K
Kutip
29
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan