Quote:
Arab Saudi menjadi salah satu tempat tujuan tenaga kerja Indonesia mencari rezeki. Namun, kontrak kerja di sana sangat menyulitkan pemerintah Indonesia melakukan pengawalan hukum. Sebab kontrak dilakukan secara per orangan dengan TKI.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid mengatakan, posisi TKI sangat tidak diuntungkan di Arab Saudi. Karena mereka dikontrak secara langsung oleh majikan.
"Masalah buruh juga yang membuat posisi TKI rendah, terutama Arab Saudi. Karena di sana menggunakan sistem hafalah (kontrak per orangan)," ujarnya dalam diskusi Polemik di Lobby Double Tree by Hilton Hotel, Cikini, Jakarta Pusat.
Kontrak sebut mempersulit advokasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Karena pemerintah Arab Saudi sendiri tidak dapat berbuat banyak. Untuk itu solusinya harus diubah kontrak kerja per orangan menjadi perusahaan.
"Selama kontraknya masih penggunaan individu, ya susah. Bahkan pemerintah Arab Saudi juga susah masuknya. Makanya kontraknya harusnya perusahaan jangan individu," tegasnya.
Kontrak perusahaan ini akan sama seperti sistem yayasan penyalur tenaga kerja (outsourcing). Sehingga penanganan hukum tidak akan dilakukan secara perseorangan dan tanggung jawab berada di yayasan tersebut jika terjadi sesuatu.
"Yang buat yayasan ya pemerintah Arab Saudi. Tapi kalau enggak, ya pemerintah Indonesia seharusnya. Masak kita mau mengadvokasi 1.000 TKI berhadapan dengan 1.000 kepala keluarga," tutup Nusron
sumber :
merdeka