Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dahulukalaAvatar border
TS
dahulukala
Semeru, Nasibmu Kini
Spoiler for Semeru dilihat dari Kalimati:


Kenapa kau kembali lagi kesini?”, hardiknya ketika aku baru saja melewati gerbang di dekat perkebunan itu.

Aku bosan dengan rutinitas sehari-hari, sibuk mengejar kesenangan dunia, aku bosan dengan hiruk pikuk kota, jadi aku kesini untuk menjernihkan kembali hati dan pikiranku”, jawabku.

Bukankah disini kau mengejar kesenangan dunia juga? Dulu ketika kau pertama kesini, sudah kujelaskan bahwa apa yang kau cari tidak ada disini, sia-sia semua perjuangan dan pengorbananmu, yang kau dapat hanya lelah dan haus. Lagipula, disini sekarang tak ada bedanya dengan di kota, ramai dengan orang-orang yang haus akan eksistensi diri.”

Tapi aku rindu dengan keindahan dan pesonamu, rindu dengan dinginnya hembus anginmu, rindu dengan keheningan dan kedamaian pelukmu, sungguh aku rindu semua tentangmu.”

“Keindahan dan pesonaku? Apa kau tidak lihat aku sekarang? Kalian manusia hanya ingin kesenangan saja tanpa mempedulikanku lagi. Coba kau tengok, kurang baik apa aku pada kalian? Kuikhlaskan semua yang aku punya untuk kalian nikmati, untuk kalian jelajah dan lintasi. Ketika kalian haus, kusediakan air yang tak pernah surut untuk memuaskan dahaga-dahaga kalian. Ketika kalian lelah, kusiapkan tempat-tempat terbaik yang membuat kalian bisa istirahat dengan nyaman. Tapi apa yang kalian berikan padaku? Hanya sampah dan kotoran kalian, hanya kesombongan dan keegoisan kalian. Kau bilang rindu pada dingin anginku? Padahal aku ingat betul kalian mencaci dan menyumpah saat dinginnya membuat kulit kalian mati rasa dan hidung kalian tak berhenti mengeluarkan ingus.”

Tapi aku bukan bagian dari mereka, aku selalu membawa kembali sampah yang kupunya untuk aku buang di desa nanti, dan aku tak pernah menyumpah atau mencaci karena dinginnya anginmu. Aku berbeda dari mereka yang hanya mementingkan dirinya sendiri.”

“Lalu, apa kau bawa juga kotoran yang kau keluarkan? Apa kau bawa kembali jejak-jejak yang kau tinggal di tanahku dengan sepatu mahalmu? Atau kau bawa juga itu, ludah dan peluh yang sembarang kau buang di tubuhku.”

Aku tak bisa menjawab. Hanya terdiam membenarkan semua yang diucapkannya.

“Kalian manusia sungguh keterlaluan. Karena kalianlah sekarang Kumbolo bak pasar malam di kota-kota kalian, penuh dengan nafsu dan keserakahan. Sampah dan kotoran kalian berserakan di sekelilingnya. Padahal apakah kalian tahu? Ranu Kumbolo ini adalah tempat para dewa khayangan mandi, tempat bersemedi raja-raja Khadiri. Airnya dianggap suci, namun kalian malah menggunakannya sesuka hati. Kalian mencuci, cebok, bahkan ikut mandi disini. Sungguh kalian tidak punya kesopanan.”

“Atau kau lihat Kalimati dan Arcopodo sekarang? Mereka tak ubahnya kamp-kamp pengungsi di Palestina, penuh dengan manusia-manusia yang kehilangan harapan. Bahkan sekarang, pasir di puncakku kalian injak-injak dengan seenak hati kalian. Lalu apakah aku salah ketika aku marah dan meminta kalian meninggalkan jiwa dan tubuh kalian disini, menemani sampah dan kotoran yang juga kau tinggalkan. Apakah aku salah ketika kukeluarkan semua amarah melalui letusanku sehingga membuat orang-orang yang tinggal di sekitarku merasa takut dan hilang keberanian? Sebelum kalian menghakimi yang lain, lihatlah dulu diri kalian sendiri.”

“Sebenarnya aku tidak keberatan jika kalian suka menikmati keindahanku, tetapi kalian juga harus sadar bahwa aku tidak bisa membersihkan diriku sendiri. Kalianlah yang seharusnya sadar dan ikut menjagaku, agar kelak nanti anak cucu kalian tetap bisa bercengkrama denganku.”

“Ah sudahlah, tiada berguna juga aku menasihatimu, setiap kali kau dan teman-temanmu kesini, tak pernah lupa aku menyampaikan hal ini, tetapi tak pernah lupa juga kalian mengabaikannya. Kalau yang kau cari adalah kedamaian, maka bukan di puncak-puncak gunung yang tinggi atau di dasar-dasar lembah yang dalam, tetapi di dalam hatimu, tempat bersemayam segala kedamaian. Di dalam hatimu sendiri. Selamat menikmati keindahan dan pesonaku, semoga kali ini kau tidak melupakan percakapan ini.”

Spoiler for Semeru seperti pasar malam:


*Tulisan di atas adalah dialog imajiner antara penulis dengan Gunung Semeru, tanpa ada maksud untuk menyindir atau memojokkan siapapun. Apabila ada persamaan watak, karakter, dan perbuatan seperti yang ada di tulisan, hal ini bukan karena kesengajaan penulis, dan mohon kiranya introspeksi diri sendiri.

Sumbernya Gan
Diubah oleh dahulukala 04-06-2013 03:38
0
3.5K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan