- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Perjalanan Pocong & Babi Ngepet - Komedi Horor


TS
x121212x
Perjalanan Pocong & Babi Ngepet - Komedi Horor
Salam agan-agan semua...
Ane cuman mau berbagi cerita komedi horor dari buku yang ane punya dah lama...
Sebuah komedi horor perjalanan Pocongdan Babi Ngepet dalam mencari Ketenaran...
Semoga agan-agan terhibur...
Selamat membaca..
. Ane cuman mau berbagi cerita komedi horor dari buku yang ane punya dah lama...
Sebuah komedi horor perjalanan Pocongdan Babi Ngepet dalam mencari Ketenaran...
Semoga agan-agan terhibur...
Selamat membaca..
ATURAN DALAM MEMBACA CERITA:
Quote:
- JANGAN TANYA-TANYA SOAL SIAPA ANE.
- JANGAN TANYA-TANYA TENTANG KENAPA BISA ANE BIKIN TULISAN KAYAK GINI.
- JANGAN TANYA IDENTITAS ANE.
- CUKUP BACA DAN KOMENTAR TENTANG JALAN CERITANYA SAJA.
- BANTU RATING, JANGAN LUPA..
- TERIMA KASIH..
INI DIA...
CHAPTER 1: TIDAK ON CALL
Quote:
“scene 16 take 2!”
“ANNNDDD ACTION!!”
Malam hari. Syuting film Pocong#6 dari Rumah Produksi Ngeri Film. Pemeran utama yang sedang naik daun itu berlari melintas lorong rumah sakit yang angker dan dengan tidak perlunya, dia mendobrak sebuah pintu kamar. Menurut skrip, dalam adegan sebelumnya yang disyut 3 hari lalu, dia baru mendapat kabar bahwa sang Ibu tertabrak truk semen cor. Tentang kenapa ada ibu-ibu bisa sampai iseng banget berdiri deket truk semen cor, produser pun mengakui itu memang kebolongan skrip. Namun, karena keterbatasan waktu (dan kecerdasan), mereka jalan syuting.

Anyway, di dalam kamar itu sudah ada beberapa pasien dan seorang dokter dengan make up yang cukup berlebih untuk menandakan bahwa make up artistnya gak sekolah make up. Sesampainya di dalam, sang pemeran utama segera memeluk seorang ibu yang terbaring.
“IBU! IBU!!”
“Mbak, ibunya sebelah sini,” ujar Bu Dokter.
“Oh.” Dia segera pindah. “IBU! Ibu jangan tinggalkan aku Ibu huhuhuhu!!”
“Maaf, Mbak, beliau sudah tidak tertolong lagi.”
“TIDAAAKKK!”
“Oh ya, Bu, ini kaki beliau,” ujar sang dokter sambil menyerahkan sepasang kaki yang terputus.
“Terima kasih”
“Dan ini semua jemarinya.” Sambil menyodorkan satu kantong plastik (ya, semua pemain gagal menangkap betapa anehnya adegan ini).

Pemeran utama terharu.
Tiba-tiba, dibelakang mereka muncul Pocong.
“Kok, kakinya gak disambung sih? Kan sekarang udah ada teknologinya. Saya dulu mahasiswa kedokteran sebelum mati. Sini saya sambungin.”
“CUT!!!! CUT CUT CUT!!!!”

Sutradara membenamkan mukanya di kedua tangan. “Amit-amit jabang bayi ni Pocongsatu...” sutradara berjalan mendekati Pocong itu sambil berusaha menyembunyikan kekesalannya dengan cara membanting topi dan menginjak-injak topi itu. Sang sutradara mamang jengah dengan kelakuan Pocong muda ini. Sesaat, sang sutradara menyesali kepergian Pocong tua. Beberapa minggu yang lalu saat materi Pocong #6 siap syuting, Pocong yang telah lama menjadi sutradara tidak sengaja terlibat sebuah insiden yang melibatkan acara syukuran film, pembacaan doa, pembacaan yasin dan long story short, Pocong tua tersebut mati terbakar.
Tentunya sang sutradara membutuhkan Pocong pengganti dan mendapatkan Pocong. Pocong muda tidak seperti Pocong tua. Pocong muda tergiur oleh gemerlapnya dunia entertainment apalagi setelah semua teman milisnya sukses. Dari kuntilanak, manusia tanpa kepala, Pocong, wewe gombel, sundel bolong, genderuwo, dan bahkan suster ngesot pun menjadi perebutan dua rumah produksi yang berbeda. Hanya Pocong muda dan babi ngepet saja yang belum mencicipi ketenaran.
Pocong muda memutuskan untuk DO dari kuliah kedokteran, cari bajaj yang bisa nabrak dia dan bunuh diri dengan jaya. Setelah arwahnya bangkit dan menunggu enam puluh hari untuk keluar SIG (surat izin gentayangan), dia segera mengirim CV ke semua rumah produksi. Tidak dielakkan lagi bahwa Pocong muda ini sangat kritis. Dari mulai memaksa untuk ikut script conferencelah, memaksa ikut sebagai desain produksilah, mengkritik tata cahayalah, inilah, itulah. Pusing.
Anyway, kembali ke set, sutradara sekarang berdiri tepat di depan Pocong muda dengan muka merah padam.
“Sut..”
“Cong..”
“Lu nahan eek, ya? Merah gitu muka lu.”
Dan sutradara pun meledak. “LU NGAPAIN DI SINI? LU GAK ON CALL HARI INI, GAK ADA ADEGAN LU.”

“Gue pengen aja dateng.”
“GAAK USAH! KALO DATENG PUN LU JANGAN RECOKIN SET! NONTON AJA DARI JAUH TUH DI SANA BARENG-BARENG TUKANG BAJAJ!!”

Bentak sang sutradara sambil menunjuk pangkalan bajaj di ujung jalan. Sang sutradara menoleh ke sana dan baru sadar bahwa semua tukang bajaj sudah di makan Pocong dari tadi.
“Gua... gak bisa nonton kalo gak sambil ngemil.”
Sang sutradara membenamkan muka lagi. Ini akan membuahkan banyak paperwork di kantor polisi nanti, pikirnya.
“MAU LU TU APA, SIH? HERAN DEH GUE! SUSAH AMAT, SIH JADI POCONG? NIH YA, SEUMUR-UMUR GUE BIKIN FILM POCONG, KAGAK ADA YANG NAMANYA POCONG IKUTAN NGOMONG!”

“Nah, itu dia yang gue protes dari sebelum syuting. Ini kan film tentang gue. Judulnya aja ada nama gue. ‘Pocong’. Kenapa sih, justru gua yang gak ada dialognya. Bagaimana nanti Indonesia bisa melihat bakat-bakat terpendam gue?”
“Bakat terpendam lu ya BIARIN AJA TERPENDAM!! DASAR BABI NGEPET!!”

“Mana? Dia ikutan juga?

Sang sutradara pingsan darah tinggi.
TO BE CONTINUED...

Diubah oleh x121212x 25-04-2015 15:30


anasabila memberi reputasi
1
14.2K
Kutip
33
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan