Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

jillvionaAvatar border
TS
jillviona
[HOT NIH] Cerita Fakta Sengketa Pajak BCA


Kasus pajak BCA sepertinya masih terus menyedot perhatian publik. Mungkin banyak yang tidak tahu tentang kasus pajak BCA, tetapi tidak sedikit juga yang mengetahui kasus pajak BCA tersebut. Kasus pajak BCA ini pun juga menyeret mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan dan mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo menjadi tersangka oleh KPK.

Tulisan-tulisan yang membahas mengenai kasus pajak BCA pun juga bermunculan. Salah satunya artikel yang berjudul Membaca Fakta Sengketa Pajak BCA. Artikel tersebut menceritakan bagaimana cerita mengenai sengketa pajak BCA yang sebenarnya. Artikel tersebut ditulis berdasarkan sebuah tulisan yang dibuat oleh Prianto Budi Saptono tentang sengketa pajak ini yang dimuat di Harian Kontan 18 Mei 2014. Berikut ini penjelasan singkat mengenai isi dari artikel tersebut.

Awalnya, sengketa pajak BCA muncul karena Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mau menerbitkan SP3 atau Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Tahun 2002 untuk BCA. Di akhir-akhir, ternyata masih ada 10 item koreksi yag tidak disetujui BCA. Menurut SKPN PPh atau Surat Ketetapan Pajak Nihil Pajak Penghasilan, laba fiskal BCA Rp 174 miliar. Tapi, menurut pemeriksaan DJP, laba fiskal BCA Rp 6,7 triliun.

Menurut DJP, koreksi senilai Rp 5,77 triliun itu adalah penghapusan piutang macet. Dengan pengrhapusan piutang macet, DJP menilai beban BCA berkurang, maka laba fiskal BCA jadi Rp6,7 triliun. Sementara dari sisi BCA, koreksi senilai Rp 5,77 triliun itu sebagai pengalihan piutang macet. BCA yang statusnya waktu itu Bank Take Over (BTO) mengalihkan piutang macetnya ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Rp 5,77 triliun. Landasannya, instruksi Menteri dan Gubernur Bank Indonesia.

Nah, piutang macet yang dialihkan ke BPPN itu kemudian ditagih oleh BPPN ke debitur. Dari penagihan itu, BPPN berhasil menagih Rp 3,29 triliun. BCA sebagai bank yang masuk kategorii BTO tidak menerima bagian dari penghasilan menagih Rp 3,29 triliun itu. Jadi sebetulnya, dalam hal ini negara (BPPN) justru menerima pemasukan Rp 3,29 triliun dari pengalihan piutang macet Rp5,77 triliun.

Dari situ, BCA melihat pengalihan piutang macet tidak menyebabkan kas BCA bertambah, sehingga tidak mungkin laba fiskal BCA menjadi sebesar Rp6,7 triliun. Sementara, DJP menilai koreksi Rp 5,77 triliun itu sebagai penghapusan piutang macet. Gara-gara perbedaan cara pandang ini BCA kemudian mengajukan keberatan pada Juni 2003 yang diterima keberatannya oleh DJP pada 2004.

Jadi, pokok permasalahan sebenarnya dari kasus sengketa pajak BCA adalah karena perbedaan cara pandang terhadap obyek pajak yang dimaksud. Sistem perpajakan, memiliki cara lain apabila sengketa pajak tidak berujung mufakat, yaitu melalui pengadilan pajak. Soal ini juga pernah dikomentari Profesor Romli Atmasasmita dan Pengamat Yustinus Prastowo bahwa persoalan sengketa pajak itu masalah administratif, bukan masalah pidana.

Jika Prianto Budi Saptono dalam akhir tulisannya mengatakan, argumentasi BCA kuat, maka demikian adanya Hadi Poernomo pada nota dinas yang diterbitkannya. Pengalihan piutang tak bisa dianalogikan sebagai penghapusan piutang macet. Selain itu, keputusan menerima keberatan pajak itu murni sepenuhnya wewenang Direktur Jenderal Pajak. Kalau pun belum sepakat, masih bisa maju ke Pengadilan Pajak. Kita lihat saja nanti hasil akhirnya. Apapun hasilnya, keputusan hukum harus kita hormati.

Sumber tekait:
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...ajak.Versi.BCA
http://bisnis.liputan6.com/read/2040...i-pembelaannya
http://www.republika.co.id/berita/na...kan-yang-benar
0
4.6K
42
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan